Bogor,IMC - Himpunan Mahasiswa Akuakultur (Himakua) IPB University mengadakan pelatihan fillet ikan nila di Desa Purwasari yang ditargetkan untuk para ibu dan remaja anggota Kelompok Wanita Tani (KWT). Pelatihan ini bertujuan memberikan wawasan dan keterampilan kepada warga desa mengenai cara pengolahan dan inovasi baru terkait rasa fillet ikan nila.
Kegiatan ini mendapatkan antusias yang tinggi dari masyarakat yang dapat dilihat dari jumlah partisipan yang hadir dan keaktifan partisipan dalam kegiatan diskusi yang berlangsung. Sebanyak 15 orang peserta turut aktif berpartisipasi dan bertanya mengenai apa saja hal yang harus diperhatikan dalam melakukan fillet.
"Fillet diperoleh dengan penyayatan ikan utuh sepanjang tulang belakang, dimulai dari belakang kepala hingga mendekati bagian ekor. Umumnya daging fillet tanpa sisik dan tulang Kadang-kadang juga tanpa kulit yang diambil dari kedua sisik badan ikan. Apabila potongan saling bergandengan disebut juga dengan nama butterfly fillet," ujar Misden selaku narasumber saat pelatihan.
Ia juga menjelaskan, semua ikan dapat disayat dagingnya dan terlepas dari tulang. Seperti ikan bandeng misalnya, yang memiliki tekstur daging rapuh dan hancur. Akan tetapi, kata dia, hanya ikan yang memiliki daging tebal yang dapat dibuat fillet seperti tenggiri, gurami serta kakap.
"Sebelum fillet dijual dapat ditambahkan bumbu seperti bumbu kuning atau dimarinasi dengan bawang merah, bawang putih dan sedikit garam. Kemudian disimpan dalam freezer untuk menambah umur simpan produk," jelas Misden.
Ketua Program Penguatan Kapasitas Ormawa (PPKO) Himakua IPB University, Bintang Lazuardi menyatakan, kolaborasi ini menjadi langkah nyata guna meningkatkan perekonomian masyarakat. Tidak hanya mengajari cara fillet ikan, pelatihan ini juga dapat meningkatkan nilai jual dengan adanya penambahan bumbu. Ia berharap, akan ada keberlanjutan dari program yang dilakukan seperti adanya pendaftaran sertifikasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) produk fillet nila.
“Dari sisi produsen, fillet merupakan upaya memperoleh nilai tambah karena hasil dari penjualan fillet lebih tinggi daripada menjual ikan secara utuh. Sedangkan bagi konsumen, melakukan fillet ikan dapat memperoleh produk yang praktis sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memasak menjadi lebih cepat,” ungkapnya.
Ibu-ibu desa peserta pelatihan yang mengikuti praktik secara langsung menanggapi positif kegiatan ini. Hayati, salah satu warga Desa Purwasari mengatakan, "Fillet ini menjadi ilmu baru bagi kami. Karena biasanya ikan yang diolah hanya dipotong seperti biasa sehingga banyak bagian ikan yang dibuang," tuturnya. (*/Rz)