Jakarta, IMC –Komite I DPD RI dan Jaksa Agung mendorong penegakan hukum dengan restorative Justice dan mendorong lahirnya undang-undang yang mengatur tentang penegakan hukum melalui penerapan Restorative Justice (RJ) baik di tingkat pusat maupun di daerah. Pembahasan ini dilakukan dalam rapat kerja bersama dengan Kejaksaan RI.
Komite I
DPD RI melihat dalam konteks penegakan hukum daerah, khususnya dalam
penyelenggaraan pemerintahan, baik pemerintahan daerah maupun pemerintahan
desa, penerapan RJ menjadi sangat krusial apabila terjadi masalah hukum dalam
kebijakan-kebijakan yang diambil pejabat pemerintahan.
“Komite I
DPD RI saat ini mendorong adanya aturan yang lebih tinggi yang mampu mengatur
dan menjadi acuan dalam menyelesaikan kasus perkara Restorative Justice di
daerah,” ucap Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi didampingi Wakil Ketua Komite
I Fernando Sinaga dan Ahmad Bastian dalam raker yang berlangsung di Gedung DPD
RI, Senin (4/4/22).
Untuk
kasus-kasus kesalahan administratif pejabat baik yang mengandung unsur
penyalahgunaan wewenang maupun tidak, penyelesaiannya dilakukan di luar
pengadilan melalui proses pengembalian kerugian negara. Hal ini sejalan dengan
semangat RJ yang tidak harus selalu berakhir dengan memidanakan pejabat.
Dalam
konteks administrasi pemerintahan dewasa ini, pejabat-pejabat pemerintahan
seperti kepala daerah dan kepala desa perlu memang diberikan kebebasan
berkreasi untuk mengambil kebijakan dalam rangka membangun daerahnya ataupun
desanya, tanpa dihantui oleh rasa ketakutan dijerat dengan pidana korupsi.
“Keberhasilan
tugas kejaksaan dalam melaksanakan penuntutan tidak hanya diukur dari banyaknya
perkara yang dilimpahkan ke pengadilan, tapi juga upaya kejaksaan dalam
menyelesaikan perkara di luar pengadilan sebagai bagian dari implementasi
keadilan restoratif yang menyeimbangkan antara kepastian hukum yang adil dan
kemanfaatan,” sambung Senator Aceh tersebut membuka rapat.
Pada forum
rapat kerja tersebut, Wakil Jaksa Agung RI Sunarta mengungkapkan, pada tahun
2021 menjadi momentum bersejarah dalam penegakan hukum di Indonesia khususnya
Kejaksaan RI. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2021 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia, perubahan UU tersebut bentuk penguatan kejaksaan dan lebih penting
kepedulian komitmen penguatan penegakan hukum dan pemenuhan rasa keadilan
masyarakat.
“Dengan
terbitnya perubahan UU tersebut, memberi semangat baru bagi kami dalam komitmen
penegakan hukum di Indonesia. Berkaitan dengan penegakan Restorative Justive
yang dilakukan oleh kejaksaan mendapat respon positif dari masyarakat,” ucap
Sunarta.
Wakil
Jaksa Agung menambahkan, strategi yang dilakukan kejaksaaan yaitu dengan
menerbitkan aturan pelaksanaan RJ dalam SE No.01/E/Ejp/02/2022 dan melakukan
sosialisasi dan pendekatan ke masyarakat dalam membentuk Kampung Restorative
Justice.
“Kami
memandang perlu aturan yang lebih tinggi setingkat UU sehingga dalam
penyelesaian perkara RJ akan mengacu pada UU tersebut, sehingga kami sepakat UU
yang terkait pelaksanaan RJ sangat diperlukan,” tambah Sunarta.
Pada
kesempatan yang sama, Senator DKI Jimly Asshiddiqie juga sependapat bahwa
penegakan RJ tersebut bertujuan menegakkan keadilan kepastian hukum dan
kemanfaatan, hal itu sudah menjadi prinsip dasar dan diakui, sehingga tidak
semua perkara harus diselesaikan di pengadilan.
“Kejaksaaan
sebagai domain pemilik perkara harus diperkuat. DPD RI bisa menegaskan dukungan
mengenai hal itu, dengan mendorong lahirnya UU terkait penegakan RJ ini,”
tambahnya.
Menutup
rapat tersebut, Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi mendukung kejaksaan RI dalam
upaya percepatan penerapan RJ dalam sistem peradilan pidana Indonesia dan
langkah sosialisasi dan pendekatan RJ dalam kegiatan sosialisasi.
“Komite I
DPD RI mendorong pembentukan RUU tentang Restorative Justice sebagai upaya
unifikasi hukum dalam mekanisme penegakan Restorative Justice,” tutup Fachrul
Razi. ( Muzer/ red/ Rls )