Ada Gula Kristal Yang Tembus Pasar Eropa di Lokasi TMMD Banyumas



Banyumas,IMC – Gula kristal atau gula semut merupakan sumber mata pencaharian dari 45 persen dari 1.548 kepala keluarga Desa Petahunan, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Sehingga tak mengherankan jika warga di desa yang mempunyai ketinggian 420 mdpl dan mempunyai luas wilayah 481,5 hektar ini, juga banyak yang berprofesi sebagai petani dan buruh tani penderes nira kelapa.

Tampak Serma Kuswanto, Bati Tuud Koramil 22 Karangluas, dan Koptu Hasan, Babinsa Koramil 15 Pekuncen, Kodim 0701 Banyumas, melihat dari dekat proses pembuatan gula kristal, di tempat Narsiah (55), salah satu perajin gula kristal Petahunan asal RT. 01 RW. 03.


Disampaikan Sekretaris Desa Petahunan, Sukmono (37), dinamakan gula kristal karena bentuknya yang menyerupai butiran kristal. Satu orang perajin rata-rata mampu menghasilkan 27 kilogram per minggu, dari usaha turun temurun dari keluarganya.

“Untuk harga jual setiap kilo gramnya adalah Rp. 17.500, yang dijual ke pengepul,” terangnya, Sabtu (27/6/2020).

Dijelaskannya lebih dalam, gula ini sudah beberapa kali diteliti oleh para ahli dari Fakultas Pertanian UNSOED, Purwokerto. Hasilnya, gula ini tergolong sehat dikonsumsi karena tidak mengganggu pankreas, sehingga aman bagi penderita diabetes karena meningkatkan insulin.

Maka tak heran jika harganya pernah sampai di angka Rp. 20 ribu per kilogramnya sampai di tangan pengepul.

“Gula kristal asal Desa Petahunan aman bagi penggemar makanan manis yang menderita diabetes. Dapat bertahan sampai dua tahun tanpa mengalami perubahan warna dan rasa jika dibungkus dalam tempat yang rapat,” ujarnya.

Kelebihan gula kristal inilah yang menjadikannya mampu menembus pasar Eropa seperti negara Hong Kong, Turki, Perancis, Amerika dan Inggris.



Ini karena kadar air terkandung hanya 2-3 persen, dari proses perebusan nira di dalam wajan selama 4 jam dengan suhu mencapai 120 derajat Celcius, hingga mulai mengkristal. Selanjutnya, gula yang sudah mengeras ini dihaluskan dengan menggunakan batok kelapa atau disebut warga setempat dengan istilah “di guyer”.

“Meskipun prosesnya lebih lama dan rumit, namun secara ekonomi harganya berbeda jika dibandingkan dengan gula jawa yang hanya berkisar antara Rp. 9-10 ribu per kilogramnya,” pungkasnya.

Tak lupa Sukmono berterima kasih kepada pihak Kodim dan media yang mengangkat kerajinan masyarakatnya, sehingga diharapkan kedepan akan mendatangkan investor baru untuk mengembangkan kerajinan kecil-kecilan warganya, menjadi perusahaan. (Aan)

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال