Soe, IMC - Sidang mediasi dalam Perkara Gugatan Ganti Kerugian pembangunan bendungan Temef di desa Konbaki kecamatan Polem kabupaten Timor Tengah Selatan yang dilayangkan Fransiskus Lodowik Mella berlangsung alot.
Hakim mediator persilahkan penggugat menyampaikan syarat-syarat perdamaian. Penggugat melalui kuasanya Akhmad Bumi, SH menyampaikan apa yang disampaikan prinsipalnya pada sidang yang lalu.
"Prinsipal kami Fransiskus Lodowik Mella pada sidang sebelumnya Selasa, 15 Oktober 2019 telah menyampaikan lahan yang digunakan pembangunan bendungan Temef adalah lahannya. Tapi dalam pembangunan saya sebagai pemilik lahan tidak pernah diberitahu atau diberikan informasi. Saya minta hormati hak-hak saya," kata Bumi menirukan pernyataan prinsipalnya Fransiskus Lodowik Mella.
Tergugat IV mewakili Bupati TTS menyampaikan kita sudah lakukan pendataan. Dalam pendataan, tidak ditemukan nama Mella dilokasi tersebut. Akhmad Bumi menanggapi pernyataan tergugat IV, "justru salah data, membuat prinsipal kami dirugikan, hal tersebut melawan hukum, itu yang kami gugat."
Tergugat II PUPR melalui kuasanya Bernard S.P Malelak menyatakan ganti kerugian sudah dianggarkan dalam APBN dan ada dalam DIPA. Hakim mediator menanyakan berapa anggaran ganti kerugian? Bernard menyatakan anggaran ganti kerugian sebesar Rp 3 triliun untuk beberapa proyek. Ganti rugi dilakukan melalui tahapan-tahapan dan melalui Bupati.
Secara terpisah Dr. Detji Kory Elianor Rooseveld Nuban, SH, MH saat ditemui depan Pengadilan Negeri Soe (22/10/2019) menjelaskan lahan bendungan Temef di desa Konbaki itu milik Raja Neno Mella. Lahan tsb telah di ukur tahun 1911, hasil ukur tsb diterbitkan peta lahan Raja Neno Mella oleh Belanda tahun 1934. Pengukuran dan penerbitan peta berdasar akta keputusan penguasa sipil dan militer Timor Tengah pada tgl 5 Desember 1911. Dalam peta tsb dijelaskan lengkap dengan nama-nama tempat. Pada tanggal 27 Juli 1979 peta tersebut disahkan oleh Bupati TTS Drs. C. Tapatab sebagai Bupati TTS.
Lanjut Detji Nuban, Bupati TTS telah mensyahkan peta lahan Raja Neno mella tahun 1979, artinya negara melalui pemerintah telah mengakuinya. Dan masyarakat umumnya di TTS telah mengetahui lahan tersebut milik Mella.
"Kami harapkan agar data yang ada adalah data yang benar adanya. Di data berdasar bukti hak, tidak membuat keterangan palsu dalam surat yang dipergunakan seolah-olah benar adanya, itu bisa masuk rana pidana,"jelas Detji Nuban mengingatkan selaku kuasa F. L Mella.(*/red).
Tags
Kupang