Lembata | NTT, IMC - Reklamasi pantai Balauring menuai masalah dan digugat masyarakat adat Dolulolong di Pengadilan Negeri Lembata. Gugatan diregister dalam perkara Nomor 8/Pdt.G/2018/PN/Lbt yang sidang perdananya telah di gelar pada Rabu, 30 Mei 2018.
Indonesia Media Center (IMC) (www.IndonesiaMediaCenter.com) berhasil mewawancarai Akhmad Bumi, SH selaku kuasa hukum masyarakat adat Dolulolong. Akhmad Bumi, SH yang juga mantan Ketua Komisi A DPRD Kab Lembata periode 2004-2009 ditemui pada Rabu, 30 Mei 2018 pkl 16.00 wita di Law Firm Akhmad Bumi & Rekan Perwakilan Lembata di Jl. Eugene Smid, SVD Kel Selandoro, Kec Nubatukan, Kab Lembata menuturkan banyak hal dan cair dalam diskusi.
Saya Emanuel Bataona dari Indonesia Media Center (IMC) menurunkan wawancaranya.
Anda menggugat Eliyaser Yentji Sunur terkait Reklamasi Pantai Balauring. Apa yang mendasari gugatan anda?
Jawab, pertama, proyek reklamasi pantai Balauring bukan proyek Pemerintah Daerah Lembata. Karena reklamasi pantai Balauring tidak di temukan dalam Perda No 10 tahun 2017 tentang APBD tahun 2018. Bukan hanya reklamasi pantai Balauring tapi termasuk lokasi jalan wisata lingkar Lohu, juga tidak di temukan dalam APBD 2018. Pembebasan lahan dan kesepakatan dengan DPRD soal penentuan lokasi jalan wisata mestinya ada. Ini tidak ada.
Selain Perda APBD, apa masih ada pendasaran yang lain?
Ada Peraturan Bupati No 52 tahun 2017 tentang penjabaran APBD tahun 2018 dan Peraturan Bupati No 41 tahun 2018 tentang perubahan atas Peraturan Bupati No 52 tahun 2017 atas penjabaran APBD tahun 2018, didalamnya tidak ditemukan item proyek reklamasi pantai Balauring dan jalan wisata lingkar Lohu. Didalam APBD murni 2018 yang ada adalah talud bukan reklamasi pantai Balauring. Itupun tersebar di 9 kecamatan. Reklamasi pantai Balauring muncul dari mana?
Jadi dasar itu yang menjadi kesimpulan Anda membuat gugatan?
Jawab, ya benar. Selain itu reklamasi juga harus tunduk pada UU dan Peraturan Presiden yang mengatur pelaksanaan reklamasi berikut prosedur reklamasi. Perlu ada Perda Zonasi Kawasan, wajib ada Amdal, harus ada ijin lokasi dan ijin pelaksanaan reklamasi, rencana detail dll. Perlu ada perhitungan kemampuan lingkungan atau audit lingkungan melalui Amdal. Perlu menghormati pranata-pranata sosial, adat istiadat dan budaya setempat sesuai kearifan lokal. Itu semua amanat Undang-undang yang perlu dihormati.
Kalau reklamasi tidak terdapat dalam APBD, apa masuk aset daerah atau tidak?
Ya tidak. Reklamasi pantai Balauring tidak termasuk dalam aset daerah Lembata. Karena tidak ditemukan dalam APBD tahun 2018. Bisa saja milik swasta atau pribadi, nanti kita buktikan di persidangan. Ini APBD lho.
Lalu menjadi asetnya siapa?
Jawab, Karena hal ini sudah menjadi obyek sengketa di Pengadilan, maka Hakim yang akan memutuskan sesuai fakta-fakta dalam persidangan. Apa reklamasi pantai Balauring tsb masuk sebagai aset daerah atau bukan atau aset swasta atau pribadi?. Kalau menjadi aset daerah harus ditemukan dalam APBD dong, tidak bisa tidak.
Tapi reklamasi pantai Balauring sudah dilelang Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lembata. Menurut anda?
Jawab, reklamasi pantai Balauring yang telah dilelang itu melanggar hukum. Jika ada dalam DPA Dinas Pekerjaan Umum, itu dokumen fiktif. Bagaimana bisa muncul dalam DPA SKPD kalau dalam APBD tidak ada atau tidak dianggarkan, darimana dana pembangunan reklamasi pantai Balauring? Kalau tidak ada dalam APBD ya namanya fiktif. Saya sudah periksa dalam APBD murni 2018 dan Perbub Penjabaran APBD No 52 tahun 2017 ataupun Perbub Penjabaran APBD No 41 tahun 2018, saya tidak temukan reklamasi pantai Balauring didalamnya. Kalau APBD Perubahan ya harus di dahului Nota Keuangan dari Bupati dan pengajuan Ranperda tentang APBD Perubahan. Tapi APBD perubahan belum dibahas DPRD.
Seharusnya bagaimana?
Jawab, Bagaimana mungkin reklamasi pantai Balauring tidak ada dalam APBD kok di lelang? Pendasarannya darimana? DPA SKPD itu ikutan dari Perda APBD induk dan Perbub penjabaran APBD. Perbub penjabaran APBD mengikuti APBD induk. Coba tanya Gubernur atau Mentri Dalam Negeri, apa mungkin atau kalau tidak ada item belanja dalam APBD tapi muncul di DPA? Ya tidak mungkin dong.
Berarti melanggar aturan jika melakukan lelang?
Jawab, Iya melanggar aturan. Tidak ada dalam APBD tapi di lelang, itu bukan proyek Pemerintah Daerah karena tidak ada dalam APBD. Bisa jadi proyek milik swasta atau pihak lain secara pribadi.
Mekanismenya seperti apa?
Pengguna Anggaran (PA) pada Pemerintah Daerah mengumumkan Rencana Umum Pengadaan (RUP) secara terbuka kepada masyarakat luas setelah rancangan peraturan daerah tentang APBD yang merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD. Tinggal di cek, dibagian mana reklamasi pantai Balauring tsb ditemukan dalam APBD sehingga proyek itu dilelang? Kalau ada dalam APBD ya silahkan dilelang.
Jadi proses melahirkan APBD itu membutuhkan waktu yang panjang?
Jawab, APBD itu prosesnya cukup panjang. Ada pembahasan KUA serta PPA dan kemudian disepakati bersama, kesepakatan bersama itu dituangkan dalam NOTA KESEPAKATAN yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Kesepakatan bersama tsb kemudian diajukan dalam bentuk Ranperda APBD oleh Kepala Daerah ke DPRD kemudian dibahas DPRD dan melahirkan Perda APBD. Setelah ada Perda APBD kemudian terbitlah Perbub tentang Penjabaran APBD. DPA dari SKPD itu mengacu pada Perbub Penjabaran APBD dan Perbub Penjabaran APBD mengacu pada Perda tentang APBD yang sudah di undangkan dalam lembaran daerah. Tidak bisa keluar dari situ. Keluar dari situ berarti melanggar hukum.
Bagaimana dengan keberadaan ulayat?
Ulayat masih dilindungi Undang-undang. Baik konstitusi negara maupun Undang-undang. Termasuk aturan yang mengatur reklamasi. Kearifan lokal perlu dijunjung tinggi. Jangan mengabaikan pranata-pranata sosial yang ada, adat istiadat setempat.
Bagaimana dengan Balauring?
Ya, Balauring masuk dalam ulayat Dolulolong dari dahulu kala. Dan sampai saat ini diakui oleh masyarakat dan pemerintah setempat, tertuang dalam berita acara, ditandatangani masyarakat kedua desa, kepala desa dan camat. Berita acara tsb sah menurut hukum. Selain itu kantor Koramil, KUD, PLN, Puskesmas, BKIA, Gereja, Masjid dan lain-lain semuanya dihibahkan oleh masyarakat adat Dolulolong. Termasuk sekitar 70% rumah warga di Balauring mendapat hibah dari masyarakat adat Dolulolong. Pemberian hibah sejak dahulu kala tidak pernah ada masalah. Balauring dahulu adalah salah satu dusun dari kampung Dolulolong. Setelah itu Balauring menjadi desa definitif sekitar tahun 1960an. Dari pengakuan tersebut, masyarakat adat Dolulolong memiliki legal standing untuk mempersoalkan. (*/Bata).