No title



MAS AGUS RAHARJO
KAU ADALAH MOTIVASI DAN HARAPAN BARU SELURUH MASYARAKAT MAGETAN



Oleh : Stevanus Eka Kristiawan, SH
(Masyarakat Magetan & anggota ormas PPWI)

Senin 16 Mei 2016

Kedatangan pimpinan KPK ke tanah kelahirannya (Sabtu, 14 Mei 2016) tersirat motivasi dan harapan baru untuk  segenap masyarakat dan penyelenggara pemerintahan di Kabupaten Magetan. Bagaimana tidak, dengan hadirnya orang nomor satu di lembaga antirasuah tersebut juga dimaknai bahwa hadir pula sebuah harapan dan tanggung jawab bersama agar fenomena kasus korupsi di kota yang terkesan “adem ayem” ini menjadi berkurang bahkan tidak ada.

Adalah perjuangan berat dan besar untuk membuat berkurangnya kasus korupsi di “Bumi Mageti“  ini, apalagi sampai meniadakan. Sudah banyak tercatat kasus korupsi yang “mengotori” udara sejuk kota ini, baik yang status “inkracht” telah diputus oleh Pengadilan Negeri Magetan, masih dalam proses penuntutan dan peradilan, bahkan kasus yang telah di SP 3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) oleh korps Adhyaksa di Magetan.
Masih hangat di ingatan kelam masyarakat Kab. Magetan atas kasus korupsi lahan Kawasan Industri Rokok (KIR) Kecamatan Bendo. Kasus tersebut “menjeruji besi” Sekda Non Aktif, Abdul Aziz, dengan vonis 5 tahun penjara setelah kasasi Kejari Magetan yang dinahkodai Johannes Lebe Unaraja dikabulkan oleh Mahkamah Agung.
Kemudian kasus PNPM 2013 (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat), perkembangan saat ini Kejari Magetan  telah menahan  5 orang dengan status terdakwa. Diantaranya Rubiyanto SE, Ketua PNPM  Kecamatan Sukomoro; Yatmiyana Anggraini warga kelurahan Tinap, Kecamatan Sukomoro; Sunarsih warga Desa Tambakmas, Kecamatan Sukomoro; serta Mulyati dan Novi Sri Utami, keduanya warga Desa Bibis , Kecamatan Sukomoro.  Miris sekali, program bagus dari pemerintah dengan cita-cita untuk menanggulangi kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat pedesaan di Kabupaten Magetan ini ternyata diselewengkan oleh oknum yang termotivasi untuk memperkaya diri dengan cara melanggar hukum.
Lebih heboh dan menyedot perhatian berbagai kalangan di Magetan, adalah dugaan tindak pidana korupsi atas pengadaan sepatu di lingkungan PNS Kabupaten Magetan. Memang, proyek senilai kisaran 4 Miliar ini baru menetapkan satu orang tersangka yaitu Ketua Asosiasi Perajin Kulit Magetan, Muhammad Yusuf Ashari. Namun perkembangan lanjutan, pihak Kejari berupaya menuntaskan kasus “mark up” tersebut dengan memeriksa sejumlah pejabat penting Kab. Magetan. Tentunya harapan besar segenap masyarakat Magetan kepada “Korps Adhyaksa”  untuk membuka tabir di pusaran kasus besar ini.
Beberapa uraian singkat kasus di atas adalah segelintir dari tebal dan kusamnya catatan sejarah korupsi serta segala manifestasinya di Kabupaten yang memiliki jargon “ DITATA INDAH PLUS INSANI” ini.
Dengan dilantiknya putra daerah Kabupaten Magetan menjadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersirat beberapa sikap kita sebagai masyarakat Magetan, yaitu BERBANGGA, BERHARAP, dan KESAMAAN SIKAP .
BERBANGGA artinya kita sebagai publik, penyelenggara pemerintah, dan aparat hukum yang bernafas di kota kecil ini, ternyata mampu memilki tokoh nasional yang menjadi tonggak perjuangan Anti Korupsi. Sudah seharusnya mari kita bahu-membahu mengurangi angka korupsi,  bukan justru mempermalukan Ketua KPK dengan menimbulkan banyak kasus korupsi di tanah kelahirannya, apalagi bila ada kasus berlarut  yang tak kunjung selesai di peradilan.
BERHARAP, artinya segenap masyarakat di kota “krupuk puli” ini memiliki sebuah mimpi dan harapan agar kota ini harus bersih dari oknum-oknum yang ingin memperkaya diri dengan melanggar hukum / koruptor mulai dari “kelas teri” maupun “kelas kakap” dengan segala perwujudannya. Sehingga percepatan pembangunan di Magetan bisa segera dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat di Kabupaten Magetan.
KESAMAAN SIKAP, artinya semua elemen, baik masyarakat, penyelenggara pemerintah, aparat penegak hukum yang ada di Magetan memiliki tanggung jawab yang sama agar memantau, mengkritisi, melaporkan, menindaklanjuti segala tindak pidana korupsi, bukan malah berbondong-bondong untuk “Antri Korupsi”.
Dari beberapa keterangan di atas, mungkin kesimpulan Teori VROOM bisa kita cermati dan diaplikasikan bersama. Teori VROOM (1946)  membahas  timbulnya praktek korupsi adalah tergantung dengan motivasi seseorang tersebut. Menurutnya,  ada hubungan antara kinerja seseorang dengan kemampuan dan motivasinya.
Kemampuan seseorang ditunjukkan dengan tingkat keahlian (skill) dan tingkat pendidikan (knowledge) yang dimilikinya. Jadi, dengan tingkat motivasi yang sama seseorang dengan skill dan knowledge yang lebih tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik.

Motivasi seseorang akan dipengaruhi oleh harapan (expectation) orang yang bersangkutan dan nilai (value) yang terkandung dalam setiap pribadi seseorang. Jika harapan seseorang adalah ingin kaya, maka ada dua kemungkinan yang akan dia lakukan.
Jika nilai yang dimiliki positif maka, dia akan melakukan hal-hal yang tidak melanggar hukum agar bisa menjadi kaya. Namun jika dia seorang yang memiliki nilai negatif, maka dia akan berusaha mencari segala cara untuk menjadi kaya salah satunya dengan melakukan korupsi.
Dengan demikian memotivasi diri sendiri untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi adalah hal yang utama harus dilakukan. Baik dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai pejabat penyelenggara pemerintahan, maupun sebagai aparat penegak hukum. Seyogianya semua elemen masyarakat, penyelenggara pemerintahan, dan aparat penegak hukum yang ada di Kabupaten Magetan menumbuhkan motivasi agar menjauhi segala tindakan korupsi yang dapat menghambat pembangunan yang ada di Kota Wisata “Sarangan” ini.


Edit : pewarta sat

 






Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال