Aceh Tamiang, IMC – Sejak digulirkannya program dana desa, Kabupaten Aceh Tamiang menjadi salah satu daerah yang menerima alokasi anggaran besar untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Namun, perjalanan penggunaan dana ini tidak selalu mulus. Berbagai kasus penyimpangan, korupsi, dan kendala administratif telah mewarnai pengelolaan dana desa di Bumi Muda Sedia.
Menurut data yang dirilis oleh Inspektorat Kabupaten Aceh Tamiang, hampir seluruh desa di kabupaten ini teridentifikasi memiliki permasalahan dalam pengelolaan dana desa. Dari total 216 desa yang diaudit, tidak ada satu pun desa yang dinyatakan bersih tanpa temuan. Senin (11/08/25)
Temuan ini bervariasi, mulai dari kesalahan teknis dalam pelaporan hingga indikasi penyalahgunaan dana yang berpotensi merugikan negara dan kondisi ini menjadi sinyal merah bagi pemerintah daerah dan perangkat desa untuk segera berbenah.
Serangkaian Kasus Korupsi yang Menjerat Kepala Desa, ada beberapa kasus korupsi dana desa yang mencuat ke publik dan telah diproses secara hukum menjadi bukti nyata adanya celah penyalahgunaan. Salah satu kasus yang paling menyita perhatian adalah kasus mantan kepala desa perempuan di Desa Sekumur, Kecamatan Sekerak, yang divonis 4 tahun penjara karena terbukti korupsi dana desa senilai Rp1,4 miliar.
Selain itu, kasus serupa juga terjadi di Desa Tanjung Seumantoh, di mana mantan kepala desa dan kepala urusan keuangan ditahan atas dugaan korupsi dana desa tahun anggaran 2020 dengan kerugian negara mencapai lebih dari Rp600 juta. Kasus lain juga menjerat mantan kepala desa di Kampung Alue Sentang, Kecamatan Manyak Payed, dengan dugaan korupsi dana desa senilai Rp378 juta.
Di samping kasus-kasus korupsi, pengelolaan dana desa juga kerap terhambat oleh masalah administratif. Pada tahun 2023, misalnya, sejumlah desa mengalami keterlambatan dalam pencairan dana desa tahap pertama karena terlambatnya pengajuan proposal.
Kondisi ini menunjukkan bahwa tidak semua kepala desa dan perangkatnya memiliki pemahaman yang memadai mengenai tata kelola keuangan desa yang sesuai dengan regulasi. Akibatnya, proses pembangunan desa menjadi terhambat dan masyarakat yang seharusnya menikmati manfaat dari dana tersebut harus menunggu lebih lama.
Permasalahan dana desa di Aceh Tamiang menjadi cermin bagi pemerintah daerah untuk memperkuat pengawasan dan pendampingan. Bimbingan teknis, sosialisasi regulasi, serta pengawasan internal yang lebih ketat menjadi kunci untuk mencegah terulangnya kasus-kasus serupa.
Dana desa adalah amanah untuk kesejahteraan masyarakat. Semua pihak, mulai dari perangkat desa, BPKP, hingga masyarakat sendiri, harus berperan aktif dalam mengawasi penggunaannya agar tidak ada lagi dana yang diselewengkan.
Semoga kilas balik ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pihak terkait untuk mewujudkan tata kelola dana desa yang bersih, transparan, dan akuntabel di Kabupaten Aceh Tamiang.