Hari Kartini dan Hari Nuswatul Khaira

Hari Kartini dan Hari Nuswatul Khaira

Oleh: Teuku Iskandar Faisal



21 April adalah hari lahir Raden Ajeng Kartini (RA Kartini), seorang pahlawan nasional yang memperjuangkan emansipasi perempuan. 

Hari Kartini merupakan momentum bersejarah untuk mengenang perjuangan Raden Ajeng Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita dan kesetaraan gender.

Peringatan Hari Kartini ke-146 Tahun ini (2025) mengusung Tema “Perempuan Berdaya, Gen Z Melangkah, Seribu Profesi Terbuka”. 

Saya tidak membahas mendalam tentang peringatan Hari Kartini karena memang sudah diketahui dan diperingati oleh masyarakat negara kita. 

Saya akan bercerita tentang kisah perjuangan seorang wanita bernama Nuswatul Khaira yang lahir pada tanggal 14 September. 

Sosok Nuswatul Khaira, merupakan contoh perwujudan dari perjuangan Kartini dalam bidang emansipasi Wanita dan kesetaraan gender. 

Nuswatul Khaira lahir di Banda Aceh pada tahun 1970 dari pasangan  Abdul Djalil Hasan Rawang dan Aisyah. 

Perjuangan Nuswatul Khaira  untuk meraih kesuksesan tidaklah mudah, sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara dari orang tua PNS dengan status guru  dengan gaji yang kecil pada masa itu.

Setelah menamatkan pendidikan di MIN 1 Banda Aceh dan MTsN 1 Banda Aceh, Nuswatul Khaira  bersekolah di SMAN 3 Banda Aceh. 

Sebagai wanita yang ulet dan gigih, Nuswatul Khaira ingin meringankan beban orang tua dengan melanjutkan kuliah pada Akademi Keperawatan (Akper) Depkes Banda Aceh, setelah lulus dari persaingan masuk sangat ketat pada tahun 1989.

Pendidikan yang ditempuh selama 3 tahun antara belajar di kampus dan praktek di rumah sakit serta Puskesmas yang melelahkan tidaklah sia-sia. 

Pada tanggal 1 Maret 1993 Nuswatul Khaira, diangkat sebagai CPNS pada SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) Depkes Banda Aceh. 

Profesi guru yang mulia dilaksanakan dengan tulus dan ikhlas walaupun pada saat itu gajinya sangat kecil dengan status pegawai golongan 2B.

Selain mengajar, keseharian dia adalah menjadi pengawas asrama putri.

Pengalamannya sebagai kader PII (Pelajar Islam Indonesia) dan aktif di OSIS saat SMA, membuat dia luwes dan pintar menyesuaikan diri sehingga disukai oleh anak asrama dan memudahkannya di dalam menakhodai asrama putri SPK, dimana usianya yang tidak terlalu jauh dengan usia anak didiknya. 

Pada tahun 1995 bulan Juli dia menikah dengan Teuku Iskandar Faisal, sebagai wanita yang patuh, mengikuti suami untuk bekerja di SPK Depkes Langsa. 

Pada tahun 1996, dia melahirkan seorang putri  bernama Cut Nisrina Mutia. Setahun usia anaknya,  sang suami melanjutkan pendidikan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia di Jakarta. 

Sejak itu dia harus merawat anak sendiri sembari menjadi guru dan pengawas asrama putri SPK Depkes Langsa. Tanggung jawab yang besar mendidik anak seorang diri di perantauan jauh dari tanah kelahirannya, menempa dia menjadi wanita yang kuat, ibarat seperti batu karang.

Memiliki anak 2 (dua) orang bukan halangan untuk melanjutkan pendidikan, tahun 2000 dia melanjutkan pendidikan S1 Keperawatan di Unsyiah.

Setahun dia melanjutkan kuliah, suaminya juga melanjutkan pendidikan S2 Kesehatan Masyarakat di USU Medan, dalam situasi begitu dia masih bisa berbagi antara kuliah dan menjaga anak tanpa suami di samping. 

Gelar Profesi Ners diraih setelah jatuh bangun terlibat dalam penanganan korban luka akibat tsunami 2004 melanda Aceh, disaat wanita lain duduk manis di rumah, dia berjuang menangani korban tsunami di puskesmas tempat dia praktek. Pulang sudah larut malam di jemput suaminya dengan sepeda motor butut, tiba di rumah, dia harus menyusui anaknya yang nomor 3 (tiga).

Roda hidup terus berputar, tanpa patah semangat, sebagai wanita baja, disaat anaknya 4 (empat) orang, dia melanjutkan pendidikan S2 Kesehatan Masyarakat peminatan Kesehatan bencana di USU Medan. 

Sulit dicerna dengan akal sehat terhadap kemampuannya menjawab tantangan zaman, keharusan terus melanjutkan pendidikan sebagai persyaratan profesi dosen. 

Ternyata tantangan kehidupan belum berakhir, disaat dia membayangkan kehidupan yang enak, ternyata anak sulungnya didiagnosa menderita penyakit langka pada tahun 2012. Daya juangnya teruji lagi, ternyata benar dia seperti batu cadas, kuat, kokoh dan kompak. 

Pada tahun 2023, dia harus mendampingi tugas suaminya ke Palu Provinsi Sulawesi Tengah, prahara kehidupan belum berakhir, ujian kehidupan belum berakhir. 

Bulan Agustus 2023, dia harus merawat suaminya yang mengalami kelumpuhan paska operasi tumor otak dalam kesendirian di perantauan disamping harus menjaga anak anak sulungnya yang semakin menurun kesehatannya. 

Tepat tanggal 21 Februari 2024, dia harus menghadiri pemakaman putri sulungnya di kota Palu yang berjarak 4.574 km dari kampungnya di Kota Langsa. 

Ujian kehidupan belum berakhir untuknya, 2 (dua) orang cucu harus dijaga sebagai titipan anak sulungnya, disamping dia harus menemani suaminya yang masih dalam pemulihan dan kondisi kesehatan naik turun sehingga harus keluar masuk rumah sakit, ibarat orang masuk pasar keluar pasar. 

Akhirnya di bulan Nopember 2024, dia bersama suami, anak dan cucu memilih meninggalkan Kota Palu kembali ke Kota Langsa untuk merajut  kehidupan berikutnya. 

Demikianlah Allah memilih dia dan menjadikannya wanita kuat sesuai dengan bait akhir dari lagu Gellen Martadinata: "Aku tahu kamu kuat

Aku tahu kamu wanita terhebat".


 Selamat Hari Kartini 21 April dan Hari Nuswatul Khaira  14 September. 


Langsa, 21 April 2025.

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال