Foto: (net) |
Korupsi di Indonesia seakan
menjadi penyakit kronis yang tak kunjung sembuh. Dari waktu ke waktu, berbagai
upaya telah dilakukan, mulai dari pembentukan lembaga antikorupsi, penguatan
regulasi, hingga penindakan hukum yang lebih keras. Namun, realitanya, kasus
korupsi terus bermunculan, bahkan semakin canggih dan sistematis. Mengapa ini
terjadi?
Salah satu akar masalahnya adalah
kemiskinan moral. Indonesia bukan hanya miskin dalam hal ekonomi, tetapi juga
miskin dalam budi pekerti, mental, hati nurani, serta pemahaman agama yang
mendalam. Sejak kecil, banyak orang diajarkan mengenal Tuhan, tetapi mereka
tidak diajarkan untuk memahami diri sendiri untuk apa mereka diciptakan dan
bagaimana mereka seharusnya hidup dengan adab dan akhlak yang benar. Akibatnya,
banyak orang tumbuh dengan pemahaman agama yang dangkal: mereka tahu ritualnya,
tetapi tidak menjalankan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari.
Korupsi bukan sekadar tindakan
hukum, tetapi juga cerminan dari kegagalan sistem pendidikan moral dan etika di
negeri ini. Orang-orang yang seharusnya menjadi pemimpin justru menjerumuskan
rakyatnya ke dalam penderitaan karena keserakahan mereka. Akibatnya, rakyat
kecil yang tidak bersalah justru menjadi korban dari kerakusan segelintir
elite.
Jika kondisi ini terus berlanjut,
Indonesia hanya tinggal menunggu waktu menuju kehancuran. Krisis moral yang
merajalela akan menghancurkan bangsa ini lebih cepat daripada krisis ekonomi.
Satu-satunya harapan adalah kehadiran seorang pemimpin sejati bukan sekadar
sosok politikus atau pejabat yang haus kekuasaan, tetapi seseorang yang
benar-benar memiliki integritas, kebijaksanaan, dan keberanian untuk
membersihkan Indonesia dari korupsi yang telah mengakar.
Namun, apakah sosok itu akan
datang? Ataukah rakyat Indonesia harus terus hidup dalam bayang-bayang korupsi
yang tak kunjung padam? Semua tergantung pada kesadaran bersama untuk
memperbaiki moralitas bangsa ini dari akar yang paling dalam.(Rachman Salihul
Hadi)