Jakarta, IMC- Wilayah perdesaan menjadi objek pengembangan pariwisata yang menarik pasca pandemi COVID-19. Hal tersebut disampaikan Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Madya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Dr Retno Darumurti di Studio Ekowisata Sekolah Vokasi IPB University belum lama ini.
Dalam materi berjudul Rethinking Tourism Pengembangan Wisata Perdesaan, Dr Retno menyebutkan data performansi pariwisata dunia pada periode Januari sampai Mei 2022. Dari data tersebut, terlihat ada 250 juta perjalanan internasional dengan pertumbuhan sebesar 225 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021.
“Namun angka ini masih mengalami pertumbuhan negatif yaitu minus 54 persen dibandingkan tahun 2019,” ujarnya di depan puluhan mahasiswa semester lima Program Studi Ekowisata Sekolah Vokasi IPB University.
Wanita lulusan Program Doktor IPB University itu menambahkan bahwa pemulihan pariwisata mengalami keberlangsungan bersamaan dengan pencabutan restriction bagi wisatawan di berbagai negara. Ada peningkatan kepercayaan dari wisatawan mancanegara.
“Eropa merupakan kawasan dengan pemulihan wisatawan mancanegara tertinggi,” ujar wanita kelahiran Yogyakarta itu.
Dr Retno juga memaparkan paradigma pariwisata saat ini yang memiliki perubahan. Saat ini, atraksi yang dikunjungi lebih memperhatikan aspek daya dukung kawasan dan bergeser dari wisata massal ke wisata dengan jumlah peserta yang terbatas.
“Wisatawan juga mulai memperhatikan lokasi yang sudah menerapkan protokol kesehatan atau telah memiliki sertifikasi CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environmental Sustainability),” jelasnya. Oleh karena itu, lanjutnya, pengembangan pariwisaa yang ada mendorong kegiatan wisata dari kota menuju destinasi yang mempromosikan aktivitas outdoor dan berkelanjutan (sustainable). Strategi ini akan menyelesaikan isu overtourism capacity (jumlah kunjungan wisata yang melebisi kapasitas).
“Kita mengedepankan destinasi yang beragam dan transformasi digital melalui mobile technology. Selain itu pengembangan sustainable tourism juga dilakukan untuk mengurangi dampak negatif aktivitas pariwisata,” tuturnya. Menurutnya, ini adalah tantangan yang tentu saja akan dihadapi dalam pengembangan wisata perdesaan. Beberapa kasus yang ditemukan dalam pengembangan wisata perdesaan di antaranya tantangan untuk mengembangkan akses informasi, koordinasi dan menjelaskan prinsip-prinsip pengembangan wisata perdesaan. Meliputi produk wisata, pelayanan, dan aktivitas yang disediakan.
“Selain itu, penguatan ekosistem meliputi sektor pemerintahan, akademisi, industri, melalui penyusunan strategi serta penguatan edukasi dan peningkatan kerjasama harus dilakukan. Tak hanya itu, perlu pengembangan wisata perdesaan melalui aspek ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, pendidikan baik wisatwan maupun masyarakat,” ujarnya. (*/Zul/ Rls)