Kajari Kabupaten Mojokerto Gaos Wicaksono ( tengah ) menyampaikan pengajuan penghentian penuntutan perkara penganiayaan kepada Jampidum, melalui Restoratife Justice.
Mojokerto, IMC- Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto kembali
menunjukkan prestasinya dalam perwujudan kepastian hukum. Pasalnya pada tahun
2022 yang lalu telah melakukan Restoratife Justice sebanyak 7 (tujuh) perkara. Kini
lembaga penegak hukum dibawah komando Gaos Wicaksono, SH. MH pada awal tahun
2023 ini tepatnya pada Selasa 31 Januari 2023 kembali mengajukan permohonan penghentian
penuntutan dan disetujui oleh Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum
Fadil Zumhana.
“Kali ini kembali melakukan penghentian penuntutan
berdasarkan keadalian restoratif,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten
Mojokerto kepada media ini, selasa (31/01/2023).
Berawal Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto terlebih dahulu
menayangkan video yang dimohonkan Restoratif kemudian dilanjut dengan Kajari
Kab Mojokerto Gaos Wicaksono, SH., MH yang didampingi Kasi PIdum Nala Arhjunto,
SH., MH dan Jaksa yang menangani perkara tersebut yakni Yessi, SH.,MH dan
Fajarudin, SH,MH memaparkan perkara yang akan dilakukan penghentian penuntutan
berdasarkan keadilan restoratif.
“Penghentian
Penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilakukan terhadap perkara
penganiayaan pasal 351 ayat (1) Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atas nama tersangka
Yulia Chaterina Saraswati,” kata Gaos dalam paparannya soal RJ secara virtual
kepada Jampidum dan Kajati Jawa Timur.
Lebih lanjut Gaos mengungkapkan, tersangka melakukan
penganiayaan dengan cara tersangka mencakar tangan kanan saksi korban Heni
dengan tangan kanannya sampai tangan kanan Saksi korban Heni berdarah, dengan
keadaan Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
“ Korban memaafkan dengan ikhlas perbuatan tersangka tanpa
membayar biaya ganti kerugian,” ucap Gaos.
Sedangkan, tersangka merupakan ibu rumah tangga yang
mempunyai 4 orang anak. Selanjutnya kata Gaos, di rumah RJ dilakukan
kesepakatan perdamaian secara sukarela antara tersangka dan korban tanpa
tekanan, paksaan dan intimidasi yang dihadiri Kasi Pidum, Kepala Desa, Kepala
Dusun, Tokoh Masyarakat, Ulama setempat,
jaksanya, korban dan keluarga tersangka.
“ Alhamdulillah tersangka dan korban setuju untuk tidak
melanjutkan permasalahan ke persidangan,” terangnya.
Karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar sehingga
tutur Gaos, telah terjadi pemulihan keadaan semula dan memperhatikan tersangka
telah meminta maaf dan korban sudah memaafkan, sehingga alasan permohonan
penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terpenuhi dan disetujui.
Dalam RJ ini Gaos mengungkapkan keberhasilan Kejari
Kabupaten Mojokerto dalam melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan
restoratif tidak terlepas dari motivasi dan bimbingan Kepala Kejaksaan Tinggi
Jawa Timur Dr Mia Amiati, SH.,MH dan Asisten Tindak Pidana Umum Sofyan Sale,
SH.,MH.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri
kabupaten Mojokerto untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan
(SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor:
01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian
Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
( Muzer)