Jakarta, IMC- Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan SMART PROSECUTOR BerAKHLAK yang menjadi tema diklat PPPJ tahun ini, sejatinya berkaitan erat dengan gambaran sosok JAKSA SEUTUHNYA, Sosok Jaksa ideal yang ingin dihasilkan dalam setiap pendidikan dan pelatihan pembentukan Jaksa di kawah candradimuka.
“Sosok JAKSA YANG SEUTUHNYA, selalu saya
titik beratkan di setiap kesempatan arahan dan amanat saya, bahwa saya tidak butuh Jaksa yang hanya cerdas,
melainkan saya butuh Jaksa yang cerdas
sekaligus berintegritas dan berahlak mulia,” ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin saat
memberikan ceramah pimpinan kepada peserta Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan
Jaksa (PPPJ) Angkatan LXXIX (79) Gelombang I Tahun 2022 secara virtual dari
Menara Kartika, Kamis ( 8/9/2022 )
Jaksa Agung
mengatakan Jaksa yang cerdas, profesional, berintegritas dan berakhlak, sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, bangsa dan negara. Apalagi di tengah kondisi
situasi seperti saat ini, dimana upaya penegakan hukum, membutuhkan sosok Jaksa
yang tidak hanya cerdas, melainkan juga memiliki kompetensi, kinerja, dan
profesionalisme tinggi serta berintegritas, sekaligus responsif terhadap
perubahan serta tujuan organisasi.
Selanjutnya,
Jaksa Agung mengatakan salah satu tujuan Diklat PPPJ adalah meningkatkan
kapasitas sumber daya manusia dan membekali para siswa, sehingga dapat menjadi
jaksa yang handal. Disamping juga untuk membangun jiwa korsa dan kedisiplinan
para peserta didik, sehingga akan tertanam rasa solidaritas, semangat persatuan
dan kesatuan terhadap institusi dari dalam diri para siswa.
“Perlu
saudara ketahui, mengapa jiwa korsa saya tekankan harus saudara miliki, hal ini
mengingat sebagian besar tugas yang akan saudara emban nanti setelah menjadi
jaksa adalah tugas-tugas yang bersifat team work, dimana keberhasilan
pelaksanaan tugas akan sangat tergantung oleh soliditas yang terbangun dalam
tim tersebut,” ujar Jaksa Agung.
Jaksa Agung
menuturkan “ Kita adalah abdi negara, abdi masyarakat, dimana pelaksanaan tugas
dengan menerapkan etika dan sopan santun, akan membuat masyarakat segan dan
menghargai kita. Begitu juga sebaliknya, jika saudara tidak beretika dan tidak
sopan santun terhadap sesama, maka hal tersebut akan membuat masyarakat tidak respect
terhadap saudara dan juga institusi yang kita cintai ini,” imbuhnya.
“Cermati
keberadaan dan penggunaan media sosial yang merupakan sarana yang paling mudah
untuk mencari informasi tentang diri kita maupun kehidupan pribadi kita, karena
rentan dimanfaatkan oleh pihak yang berseberangan untuk mem-framing atau
membuat opini miring tentang diri pribadi, maupun institusi kita, sehingga kita
harus selalu merapatkan barisan, dan waspada dalam melaksanakan tugas, serta
berperilaku sesuai norma yang ada, begitupun dalam beraktivitas di sosial
media. Hindari unggahan yang melanggar
norma agama, kesusilaan dan kesopanan serta unggahan yang bertentangan dengan
kebijakan institusi dan pemerintah,” lanjutnya.
Oleh
karenanya, Jaksa Agung menekankan kepada seluruh siswa wajib memperhatikan
etika, adab, dan sopan santun dalam menggunakan media sosial. Hindari kebiasaan
memamerkan kemewahan atau gaya hidup
hedonisme dalam kehidupan sehari-hari di media sosial. Patuhi instruksi Jaksa
Agung tentang Penggunaan Media Sosial.
Dalam
kesempatan ini juga, Jaksa Agung mengingatkan tentang pentingnya menggunakan hati nurani dalam setiap
pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang sebagai seorang Jaksa. Jaksa yang
SATYA, ADHI dan WICAKSANA sudah pasti tentu akan menjadikan
nuraninya sebagai kompas, yang selalu menjadi pengarah dalam setiap gerak
langkahnya, dalam mengemban amanah untuk mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan
kepastian hukum bagi masyarakat, bangsa dan negara.
“Tidak dapat
dipungkiri, keadilan hukum adalah tujuan utama dari hukum, tetapi bukan berarti
tujuan hukum yang lain yaitu kepastian hukum dan kemanfaatan hukum menjadi
terpinggirkan. Ketika keadilan hukum, kemanfaatan hukum, dan kepastian hukum
saling menegasikan, maka Hati Nurani akan menjadi jembatan untuk mencapai titik
bandul keseimbangan,” ujar Jaksa Agung.
Jaksa Agung
menyampaikan bahwa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian bukanlah suatu tujuan
hukum yang harus dipilih salah satu dan berdiri sendiri-sendiri, melainkan
saling melengkapi. Agar hukum dapat mencapai ketiga tujuannya sekaligus, maka
diperlukan pelibatan Hati Nurani.
“Saya tidak
menghendaki, ketika saudara nanti menjadi Jaksa, saudara melakukan penuntutan
asal-asalan, tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat. Menuntut bukan hanya sebatas menghukum orang, melainkan lebih dari
itu, menuntut adalah bagaimana
memberikan keadilan dan kemanfaatan terhadap seseorang, dengan berpangkal pada
hati nurani. Kejaksaan harus mampu menunjukan penegakan hukum yang Tajam keatas dan Humanis Ke Bawah tanpa
pandang bulu,” tegasnya.
Jaksa Agung mengatakan Hati Nurani bukanlah tujuan hukum, melainkan instrumen katalisator
untuk merangkul, menyatukan, dan mewujudkan ketiga tujuan hukum tersebut secara
sekaligus. Ketika kemanfaatan hukum dan kepastian hukum yang dilandasi dengan
Hati Nurani telah tercapai secara bersamaan, maka keadilan hukum yang
substansial akan selaras dengan rasa keadilan masyarakat, serta terwujud secara
paripurna.
“Ingat! rasa keadilan tidak ada dalam buku, tidak pula ada dalam teks
undang-undang, melainkan ada di dalam setiap Hati Nurani. Jangan
sekali-kali menggadaikan hati nurani saudara, karena itu adalah anugerah
termurni yang dimiliki manusia dan itu adalah cerminan dari sifat Tuhan Yang
Maha Pengasih dan Penyayang,” pesan Jaksa Agung. ( Muzer )