Toba,IMC - Pembangunan Tower menara telekomunikasi setinggi 62 meter milik perusahaan swasta di Simarmar desa Hutagaol kecamatan Balige Kabupaten Toba sudah selesai di bangun sekitar bulan Juli 2020, mendapat protes dari sebagian warga sekitar.
Seperti yang disampaikan salah seorang warga bernama Rahmat Samosir pada wartawan MCI ( Media Center Indonesia) mengatakan keberatan berdirinya tower tersebut. Menurutnya perusahaan swasta pemilik tower tidak mematuhi prosedur dalam mendirikan menara, hal ini membuatnya jengkel dan akan melaporkan hal tersebut ke dinas terkait atas berdirinya tower tanpa sosialisasi terlebih dahulu kepada warga.
Rahmat membenarkan tentang adanya kompensasi yang diberikan oleh pihak perusahaan ada sekitar 19 orang yang terdampak langsung radius tinggi menara tower, yaitu sebesar Rp 300.000 ( Tiga ratus ribu rupiah ), namun kompensasi tersebut tidak transparan karena ada sebagian warga yang mempunyai 4 lokasi ladangnya menerima kompensasi sama dengan yang memiliki 1 lokasi ladang, namun hal tersebut bukanlah hal yang penting, yang terpenting dalam hal ini adalah sosialisasi tentang dampak negative dan positif berdirinya menara tersebut, karena sebagian warga resah akan adanya isu isu tentang medan elektromagnetik di sekitar menara Base Transceiver Station (BTS) bisa menimbulkan masalah keselamatan, kesehatan manusia, maupun barang barang eletronik milik warga.
" Saya keberatan akan berdirinya tower, tanpa ada koordinasi terlebih dahulu, seharusnya perusahaan menjelaskan dampak medan elektromagnet menara Base Transceiver Station tersebut pada lingkungan sekitar sebelum membangun menara " Kata Rahmat.
" Istri dan anak saya begitupun warga sekitar rutin ke ladang melewati jalan di lokasi menara tersebut, apa tanggung jawab perusahaan pemilik tower jika terjadi hal hal yang tidak di inginkan, hal ini perlu di tinjau ulang dan saya berharap pihak perusahaan mensosialisikan kembali secara langsung kepada warga." ( HS)