GURU TIDAK BOLEH MENYAMPAIKAN PANDANGAN POLITIK DAN PILIHAN POLITIKNYA PADA ANAK DIDIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN


Jakarta,IMC-Kasus  guru agama berinisial N di salah satu SMA Negeri di DKI Jakarta yang diduga menyampaikan pandangan politiknya, dan ujaran kebencian terhadap capres tertentu di ruang kelas, menjadi viral, baik di dunia maya maupun di media massa. N dituduh salah satu orangtua murid tidak bersikap netral karena menyampaikan pandangan politiknya untuk mempengaruhi peserta didiknya memilih calon tertentu.

Guru N kemudian dilaporkan oleh orangtua siswa  kepada kepala sekolah, karena telah mengumpulkan peserta didiknya di masjid sekolah saat pembelajaran pendidikan agama Islam.
"Modusnya, N memutarkan  video gempa di Palu, Sulawesi Tengah dalam proses pembelajarannya saat membahas materi sholat jenazah. N dituduh menyebut banyak korban gempa dan Tsunami yang meninggal akibat Jokowi,"kata Retno Komisaris bidang Pendidikan pada KPAI dalam keterangan tertulis yang  di terima redaksi,di Jakarta,Minggu ( 14/10/18 ) malam.
Dalam hal ini,tambahnya, N dituduh telah mempengaruhi para siswanya untuk tidak memilih salah satu capres dengan cara menanamkan kebencian pada capres tersebut.

Kasus serupa juga diterima KPAI dari  orangtua siswa pada salah satu SD swasta di Bekasi (Jawa Barat), diduga seorang guru yang baru dilantik sebagai Kepala Sekolah memulai pidato pertamanya saat upacara dengan ajakan jangan memilih capres tertentu dihadapan pendidik dan peserta didik sekolah tersebut,  padahal yang bersangkutan kepala sekolah jenjang SD (Sekolah Dasar).  Anak usia SD jelas belum memiliki hak pilih dalam pemilu, lalu untuk apa mempengaruhi memilih calon tertentu dihadapan anak-anak SD?

KPAI juga menerima laporan seorang guru yang mengirimkan screen shoot percakapan grup para guru di sekolahnya (SMA Negeri), dimana  yang bersangkutan kebetulan juga masuk ke dalam grup tersebut. Para guru dalam grup  tersebut hampir setiap  hari mengirimkan berbagai postingan dan berbagai link berita yang menyudutkan penguasa, bahkan kerap mengarah pada ujaran kebencian terhadap capres tertentu. Karena ujaran kebencian di posting hampir setiap hari oleh para anggota grup secara bergantian, maka si pelapor menjadi khawatir jika pandangan politik dan kebencian para guru tersebut berpotensi akan di sampaikan juga ke ruang-ruang kelas saat mereka mengajar.

Beberapa kasus tersebut menunjukkan bahwa sebagian pendidik kerap lupa kalau pada posisinya sebagai guru haruslah netral. “Guru seharusnya tidak membawa pandangan politiknya ke dalam kelas, apalagi jika dibumbui dengan ujaran kebencian pada calon tertentu. Guru harus memberikan contoh sikap dan perilaku yang baik kepada murid-muridnya karena dia adalah model yang ditiru oleh peserta didiknya,”ujar Retno Listyarti, Komisioner KPAI bidang Pendidikan.

KPAI PENGAWASAN KE SEKOLAH TEMPAT GURU N MENGAJAR

Pada kamis (11/10), KPAI mengunjungi SMA Negeri tempat Guru N mengajar pendidikan agama Islam. KPAI diterima oleh Kepala Sekolah dan sempat berbincang dengan beberapa guru. Kepala Sekolah sangat kooperatif dalam memberikan keterangan dan klarifikasi, bahkan KPAI pun diberikan salinan dokumen pendukung terkait kasus guru N.

Kepala Sekolah menyampaikan kronologis kejadian ketika pertama kali menerima laporan melalui aplikasi SMS pada Kamis (4/10) dari salah satu orangtua siswa untuk kepala sekolah agar membina salah satu guru agamanya karena diduga telah melakukan pelanggaran dengan menggiring opini peserta dalam hal pilihan politik. Kepala sekolah langsung menjawab sms tersebut dengan berjanji akan menindaklanjuti dan melakukan pembinaan terhadap guru N.

Kepala Sekolah beserta para wakil kemudian melakukan wawancara secara acak kepada 5 siswa yang diajar oleh guru N untuk menggali informasi kebenaran dari laporan yang diteriama Kepala Sekolah. Hasilnya, 1 (satu) dari 5 (anak) mengakui bahwa guru N terkadang bicara politik saat menyampaikan pembelajaran dan mengarahkan siswa untuk memilih capres tertentu.

Masih menurut keterangan siswa, guru N pada awal Oktober 2018 membahas tentang bencana Gempa dan Tsunami di Palu dan Donggala dengan menampilkan video, dan guru N menyatakan bahwa banyaknya tempat pelacuran, perjudian dan tempat maksiat lainnya menjadi pemicu terjadinya bencana alam di Palu dan Donggala.

Pada Senin (8/10)  Kepala Sekolah memanggil sekaligus melakukan pembinaan terhadap guru N. Kepala Sekolah meminta klarifikasi atas pengaduan orangtua siswa dan membacakan sanksi bagi PNS yang tidak netral dalam Pemilu sebagaimana diatur dalam PP No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS. “Sampai disini, Kepala Sekolah sudah melaksanakan tugas dan fungsinya (tusi) yaitu pembinaan terhadap bawahannya langsung,” kata Retno.

Retno menambahkan,” Kepala Sekolah juga sebelum kejadian yang menghebohkan ini, sempat melakukan supervisi langsung ke kelas guru N saat mengajar dan saat itu tidak menemukan keganjilan dalam menyampaikan pembelajaran, bahkan Kepala Sekolah sempat memuji guru N karena kreatif menggunakan media pembelajaran dalam menyampaikan materi”.

Guru N juga sudah dimintai keterangan dan pembinaan dari Kepala Seksi PTK dan Kepla Seksi Dikmen Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Selatan pada Selasa (9/10) didampingi oleh Kepala Sekolah. Guru N kemudian membuat pernyataan di atas materai 6000 dan menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh pihak.

Tertanggal 10 Oktober 2018,  Kepala Sekolah mengeluarkan Surat Keputusan bernomor 28/tahun 2018 tentang Penonaktifan Sementara Tugas Mengajar di Dalam kelas atas nama N K, guru Agama Islam di SMAN 87 Jakarta, karena kondisi psikis dan tekanan atas kasus yang dialaminya, sekaligus untuk menciptakan situasi dan kondisi yang lebih kondusif di sekolah.

Menurut pengamatan kepala sekolah dan beberapa rekan guru di sekolah tersebut, penampilan dan perilaku guru N sehari-hari di sekolah biasa saja, dan tidak pernah menunjukkan sikap politik secara terbuka kepada rekan-rekan mengajarnya. Oleh karena itu, kepala sekolah dan para guru agak kaget menerima laporan dari orangtua terkait pandangan politik guru N yang disampaikan ke peserta didik.

Pada hari KPAI pengawasan ke sekolah, sejumlah siswa kelas XII melakukan aksi damai untuk menyampaikan dukungan terhadap guru N selama 30 menit. Aksi para siswa ditutup dengan menyanyikan lagu  hymne Guru. Siswa menyertakan spanduk yang diperkirakan ditulis dengan pilox berisi “Save Guru Nelty” dan “Fitnah Lebih Kejam Daripada Pembunuhan”.

Usai aksi, spanduk dilipat kembali oleh para siswa dan diserahkan kepada satpam, kemudian 3 perwakilan siswa menghadap kepala sekolah untuk menyampaikan tujuan aksi damai mereka. Kepala sekolah dan jajarannya kooperatif dalam menyikapi aksi dan menerima perwakilan para siswa tersebut. Aksi berjalan tertib, para siswa kembali masuk kelas dan melanjutkan pembelajaran hingga jam pulang sekolah.

REKOMENDASI

1.    KPAI mendorong kepala-kepala Dinas Pendidikan di berbagai daerah untuk mengingatkan kepala-kepala sekolah dan para pendidik maupun tenaga kependidikan untuk bersikap netral dalam Pemilu 2019, baik Pemilu Legislatif  (PILEG) maupun PILPRES. Terutama para pendidik dan tenaga kependidikan yang berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil).

2.    KPAI mendorong para guru, baik guru PNS maupun Non PNS untuk mematuhi ketentuan bahwa lembaga pendidikan (baca sekolah) haruslah bersih atau steril dari kepentingan politik dan politik praktis. Anak-anak harus dilindungi dari pengaruh buruk berupa ujaran kebencian. Anak-anak seharusnya dipertontonkan demokrasi yang terbuka, jujur dan menghargai HAM siapapun.  Guru sangat strategis dalam memperkuat demokrasi dan nilai-nilai kemanusian.

3.    KPAI mengapresiasi Kepala SMAN 87 Jakarta dan Sudin Dikmen Wilayah I Jakarta Selatan yang sudah menjalankan tusinya dan dengan cepat menangani kasus ini,  memproses  dan membina guru N.

4.    Sebagai pembelajaran bagi para pendidik di Indonesia, KPAI mendorong Dinas Pendidikan Provinsi  DKI Jakarta untuk memproses kasus guru N dengan tetap memberikan kesempatan kepada guru N  menyampaikan klarifikasi dan pembelaan diri (sebagaimana di atur dalam UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen), sebelum dijatuhi sanksi sesuai ketentuan PP No. 53 tahun 2010. Praduga tak bersalah tetap harus dikedepankan. Nantinya dari hasil pemeriksaan,  jika terbukti bersalah maka penegakan aturan tentu harus dilaksanakan. ( Rls/Zer )

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال