PT Nusra Membangun Perkasa Keluarkan Teguran II ke PT. Bank NTT



NTT, IMC - PT. Nusra Membangun Perkasa keluarkan teguran ke II ke PT. Bank NTT Cabang Oelamasi. Teguran terkait Akte Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dari Suventy Mooy selaku pemilik sertifikat hak milik No. 1676 an Suvenry Mooy kepada PT. Bank NTT selaku penerika hak tanggungan. 

Suventy Mooy yang juga selaku Komisaris PT. Nusra Membangun Perkasa tidak pernah ketemu Notaris Alfrids Yutzon Sikky, SH., M.Kn pada tanggal 12 Maret 2018 untuk menghadap Notaris dan membuat APHT. Suventy Mooy juga tidak pernah memberikan kuasa kepada siapapun termasuk ke Notaris untuk membuat APHT. 

Pinjaman itu dari Bram Lamawato pribadi ke Bank NTT, kalau pinjaman dari PT. Inna Bangun Perkasa, komisaris wajib tahu, ini komisaris tidak tahu sampai ada pencairan dan penggunaan uang. Komisaris harus tandatangan surat-surat pinjaman, surat pencairan dari rekening PT. Inna Bangun Perkasa, ini tidak ada. Hal itu dikatakan Sandro H. Tulle selaku Manejer Umum PT. Nusra Membangun Perkasa pada Selasa, 17/4/2018 di Kupang. 


Kepala Bank NTT Cabang Oelamasi, Jhon Sine kepada wartawan pada Kamis (12/4) di kantor Cabang Bank NTT Oelamasi, saat ditanya enggan memberikan komentar lebih jauh. Sine mengatakan pinjaman tersebut dari PT Inna Bangun Perkasa, bukan dari Bram Lamawato pribadi, jelasnya. Sine juga menunjukan dokumen-dokumen antara lain akte pemberian hak tanggungan (APHT) Nomor 17/2018 tgl 12 Maret 2018 dari Suventy Mooy kepada PT Bank NTT Oelamasi, Sertifikat Hak Tanggungan yang terbit tgl 26 Maret 2018. 

Bisri Fansuri LN, SH selaku kuasa hukum PT Nusra Membangun Perkasa dari kantor hukum Akhmad Bumi & Rekan saat dikonfirmasi di Kupang (Selasa, 17/4) tentang surat teguran II membenarkan adanya surat teguran II. 

"Kami sudah keluarkan surat teguran II kepada PT Bank NTT dan Notaris Alfrids Yutzon Sikky, SH., M. Kn kemarin hari Senin (16/4) terkait proyek properti Tarus Permai yang dibangun PT. Nusra Membangun Perkasa dan milik klien kami," jelas Bisri. 

Bisri menjelaskan proyek perumahan Tarus Permai dibangun oleh PT Nusra Membangun Perkasa, bukan oleh PT Inna Bangun Perkasa. 

"Ya kita lihat di legal proyeknya, ijin-ijin property Tarus Permai semua atas nama PT Nusra Membangun Perkasa, bukan atas nama PT Inna Bangun Perkasa. Legal proyek dan legal perusahaan ada semua, lengkap. Kita sudah periksa dan mengambil keterangan dari PT Nusra Membangun Perkasa dan kita uji dengan dokumen yang yang mereka miliki," jelas Bisri. 

Klien kami, lanjut Bisri, Suventy Mooy selaku Komisaris PT Inna Bangun Perkasa dan komisaris PT Nusra Membangun Perkasa. Klien kami tidak pernah berikan kuasa ke Bram Lamawato untuk meminjam di Bank NTT atas nama PT Inna Bangun Perkasa. 

Yang ada itu kesepakatan antara Bram Lamawato dan klien kami tentang penggunaan uang pinjaman dari Bank NTT, tapi bukan surat kuasa pinjaman. Bram selaku Direktur PT Inna Bangun Perkasa. 

"Saat pencairan tahap I senilai Rp 300.000.000, Bram tidak menggunakan uang tsb untuk proyek perumahan Tarus Permai, tapi gunakan diproyek Bram ditempat lain. Menurut keterangan klien kami, pencairan tahap II senilai Rp 350.000.000, dan Rp 100.000.000 diberikan dipemilik tanah sesuai yang tertera dalam akta jual beli (AJB) dan Rp 250.000.000 tidak diketahui dimana, klien kami tidak tahu," ungkapnya. 

"Klien kami komisaris PT Inna, jika pinjaman itu dari PT Inna Bangun Perkasa maka klien kami selaku komisaris wajib tahu seluruh perbuatan hukum direksi. Klien kami tidak pernah tahu menahu baik pinjaman, uang masuk dan keluar dari pinjaman Bank NTT. PT Inna memiliki rekening di dua Bank yakni Bank NTT dan Bank BTN, dua orang tandatangan dalam buku bank yakni Bram Lamawato dan Suventy Mooy. Malah yang tandatangan spesimen pencairan sesuai penjelasan klien kami itu istrinya Bram. Itu artinya pinjaman tsb dari Bram pribadi, bukan PT Inna. Istri Bram tidak ada nama dalam PT Inna," jelasnya. 

"Uang sudah keluar dari Bank NTT kepada Bram, tapi tidak menggunakan uang tsb untuk proyek pembangunan perumahan. Klien kami selaku komisaris PT Inna putuskan mengalihkan proyek tsb ke PT Nusra sejak Agustus 2017 dan Bank NTT tahu itu karena atas sepengetahuan bank. Proyek perumahan Tarus Permai dibangun mulai pembersihan lahan sampai sekarang mau selesai dan siap akad dengan konsumen dibiayai oleh PT Nusra. Semua pendanaan dari klien kami PT Nusra. Tiba-tiba bank NTT pada April mengambil alih dan mengalihkan ke Bram atau PT Inna. Padahal legal proyek sampai hari ini satupun belum ada dari PT Inna. Yang ada dari PT Nusra termasuk pengajuan KPR ke bank NTT menggunakan PT Nusra, bukan PT Inna," jelas Bisri. 

"Dasar apa Bank NTT ambil alih dan memberikan ke PT Inna? Legal proyek tidak ada, dan proyek tsb sudah dialihkan dari PT Inna ke PT Nusra dan bank NTT mengetahui sejak dari Agustus 2017," urainya. 

Bisri menambahkan, "kami juga persoalkan APHT yang dibuat pada tgl 12 Maret 2018 oleh Notaris Sikky. Klien kami tidak tahu menahu. Identitas klien kami dalam akta pemberian hak tanggungan (APHT) salah. NIK Suventy Mooy dalam APHT tertulis 5314015801830002dan beralamat di RT/RW 005/003 desa Oelunggu, Kecamatan Lobain, kabupaten Rote Ndao. Sementara NIK klien kami 53140158018330002, alamat RT 015 RW 006 kelurahan Tarus, Kecamatan Kupang Tengah, kabupaten Kupang dan berlaku sejak tgl 26 Februari 2018. Demikian juga identitas Sandro H. Tulle dalam APHT salah, tidak sesuai dengan identitas yang berlaku."

Bisri menjelaskan pemberian hak tanggungan wajib memenuhi syarat spesialitas yang meliputi identitas pemberi dan penerima hak tanggungan, domisili para pemegang dan pemberi hak tanggungan, penunjukan secara jelas utang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan, nilai tanggungan dan uraian secara jelas mengenai obyek hak tanggungan. Dan para pihak wajib hadir sendiri tanpa diwakili, kalaupun ada kuasa perlu dibuat dalam bentuk akta kuasa, bukan surat kuasa dibawah tangan.

Jika APHT dibuat atau memberi keterangan dengan tidak benar, dengan tidak membaca dihadapan para penghadap dan sekurang-kurangnya dihadiri dua saksi, ditandatangani pada saat itu juga oleh para pihak, maka akta tsb batal demi hukum dan notaris dapat dituntut ganti rugi, hal itu sesuai UU No 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. 

Bisri menjelaskan Notaris bisa diberhentikan dengan tidak hormat jika ditemukan pelanggaran berat berupa pemufakatan jahat yang berakibat sengketa atau konflik pertanahan atau memberikan keterangan tidak benar dalam akte sesuai UU Jabatan Notaris dan PP Nomor 37 tahun 1999 tentang Peraturan Jabatan PPAT jo Peraturan Kepala BPN No 1 tahun 2006. Juga bisa dikenakan pasal 263 KUHP tentang membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat dipidana 6 tahun.

"Dalam waktu dekat kami akan proses hukum. Kami ajukan notaris ke dewan etik, melapor pidana dan gugatan perbuatan melawan hukum kepada para pihak"," ungkapnya.

Sementara Notaris Alfrids Yutzon Sikky, SH, M. Kn saat dihubungi wartawan via tlp seluler pada Kamis (12/4) menjawab lagi berada di luar kantor. (*)

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال