Jakarta, IMC – Dalam rangka
memperingati Hari Kanker Sedunia yang diperingati setiap 4 Februari,
AstraZeneca Indonesia melanjutkan komitmennya untuk terus meningkatkan
kepedulian masyarakat terhadap kanker paru dengan memberikan akses untuk
mendeteksi kanker paru, dan meningkatkan kapabilitas ahli pulmonologi dan
patologi di Indonesia.
Hal tersebut dibahas dalam “Media Health Forum” yang
diselenggarakan di Bebek Bengil, Gondangdia, Menteng - Jakarta Pusat (Selasa,
6/2/2018). Tema yang diangkat yakni “Meningkatkan Kepedulian Masyarakat dan
Akses Terapi Kanker Paru di Indonesia”.
Dalam forum ini, para ahli memaparkan mengenai
evolusi kanker paru. Para peserta juga berkesempatan untuk mengenal tentang
gaya hidup sehat CERDIK (Cek rutin kesehatan, Enyahkan asap rokok, Rajin
olahraga, Diet seimbang, Istirahat cukup dan Kelola stress).
“Media Health Forum” menghadirkan beberapa
narasumber, antara lain:
-
dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati, MM (Direktur Pengendalian Penyakit Tidak
Menular, Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes
RI)
-
dr. Elisna Syahruddin, PhD (Perwakilan PDPI / RSUP Persahabatan Jakarta)
-
Aryanti Baramuli (Pendiri Cancer Information Support Center / CISC)
-
Dr. Andi Marsali (Head of Medical Deptartemen PT Astra Zeneca Indonesia)
-
Rizman Abudaeri (Pimpinan PT Astra Zeneca Indonesia)
Acara ini bekerja sama dengan Kemenkes RI, Persatuan
Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information Support Center (CISC) sebagai
kelanjutan inisiasi program “Healthy Lung”, yang baru-baru ini diluncurkan.
Selain
itu, bertepatan dengan penyelenggaraan forum, diperkenalkan pula sebuah portal
informasi yaitu www.lvngwithindonesia.com
yang akan memberikan informasi terbaru terhadap pasien kanker paru, keluarga
atau relatif terdekat tentang penyakit tersebut.
Kanker Paru Penyebab Kematian Tertinggi
di Indonesia
Sebanyak 20 persen pasien kanker di Indonesia
merupakan pasien dengan kanker paru, sehingga menjadikan kanker paru sebagai
penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Umumnya, kanker paru disebabkan
oleh beberapa faktor seperti perubahan genetik atau gaya hidup yang tidak
sehat. Kanker paru juga merupakan salah satu penyakit yang membutuhkan
penanganan medis secara intensif.
“AstraZeneca memiliki tujuan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat, dengan tidak hanya mengimplementasikan sains yang
inovatif kepada pasien dengan penemuan obat-obatan baru, namun juga melalui
komitmen kami pada keberlanjutan yang menjadi bagian dari DNA kami. Kami
memiliki tujuan yang sama dengan para mitra kami, yaitu membangun kemitraan
yang kuat guna meningkatkan kemampuan kesehatan,” ujar Rizman
Abudaeri, Pimpinan PT AstraZeneca Indonesia.
Kanker paru-paru merupakan penyebab utama kematian
terkait penyakit kanker di seluruh dunia. Studi Globocan International Agency
for Research on Cancer (IARC) yang terakhir menyebutkan, terdapat 14,1 juta
kasus baru kanker dengan jumlah kematian sebesar 8,2 juta.
Ditambah lagi, studi dari Globocan (IARC) menemukan
bahwa penyakit kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada
penduduk pria (30%) dan penyebab kematian kedua akibat kanker pada penduduk
wanita (11.1%). Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar 2013, menyebut prevalensi
kanker untuk semua kelompok umur di Indonesia 1,4 per mil atau 347.392 orang.
Secara umum, tingkat kesadaran masyarakat Indonesia
mengenai penyakit kanker paru masih sangat rendah, dan beberapa dari pasien
kanker paru mengalami kesalahan diagnosa yang sering divonis menderita TB.
Oleh karenanya, banyak pasien dengan kanker paru
terlambat terdiagnosa terhadap penyakit mereka. Hal tersebut dapat
berkontribusi untuk mendiagnosa stadium lanjut dan kelangsungan hidup jangka
panjang yang tidak berkualitas.
Sebuah studi di RS. Moewardi, Surakarta, menunjukkan
bahwa 28,7% pasien kanker paru mengalami
kesalahan diagnosa dengan TB pulmonary dan memiliki sejarah pengobatan anti-TB,
di mana 73,4% dari pasien tersebut telah menjalani pengobatan anti-TB selama
lebih dari 1 bulan, namun hanya 2,5% yang terdiagnosis ganda menderita kanker
paru dengan TB pulmonary.
Menanggapi hal tersebut, dr. Niken Wastu Palupi, MKM (Kepala Subdirektorat Penyakit Kanker
dan Kelainan Darah, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular,
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI) mengatakan, melihat
fenomena keterlambatan diagnosa ini, diperlukan adanya kesadaran masyarakat untuk
menyadari gejala sejak dini, dan berkonsultasi kepada tenaga medis untuk
meningkatkan keberhasilan proses penyembuhan.
“Ditambah lagi, langkah pengendalian penyakit kanker
paru di Indonesia memerlukan adanya sinergi kerjasama yang baik dari seluruh
lapisan masyarakat,” ujar dr. Niken.
“Beberapa
inisiatif pun sudah dilakukan baik dari kami selaku pemerintah maupun pihak
swasta, tenaga medis dan organisasi pasien. Kami telah melakukan berbagai upaya
guna menghambat hal tersebut, seperti upaya penyuluhan dan promosi kesehatan, serta
mensosialisasikan gaya hidup sehat CERDIK (Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan
asap rokok, Rajin Aktivitas fisik, Diet gizi seimbang, Istirahat cukup dan
Kelola stress),” imbuhnya.
Dengan mempertimbangkan perkembangan manajemen
kanker paru sejak 2016, PT AstraZeneca Indonesia telah bekerja sama dengan
perusahaan diagnostik (Qiagen) untuk mengembangkan sejumlah lab EGFR di
Indonesia.
Tahun lalu, AstraZeneca Indonesia juga bermitra
dengan perusahaan diagnostik lainnya, yakni "Bio-Rad", untuk menyediakan teknologi
paling sensitive dalam mendeteksi mutase T790M bagi Indonesia (digitak PCSR),
serta bermitra dengan Prodia Lab untuk pemeriksaan; mutase ini akan membantu
pasien untuk menjadi resisten terhadapn pengobatan EGFR-TKI pertama dan kedua.
”Sejak 2014, AstraZeneca terus mendukung penyediaan
2.000 – 3.000 tes diagnostik EFGR secara gratis, baik bagi pasien pribadi
maupun BPJS setiap tahunnya, di mana mulai 2018 kami akan memanfaatkan dukungan
bagi tes diagnostik untuk T790M, dan menyediakan tes ct-DNA inovatif guna
melengkapi tes biopsy,” ungkap Andi
Marsali (Medical Director PT AstraZeneca Indonesia).
“Kami juga bekerja sama dengan asosiasi medis untuk
meningkatkan kapabilitas diagnosis bagi ahli patologi anatomi dan pulmonologi,”
lanjut Andi Marsali.
Menambahkan dari sisi medis, dr. Elisna Syahruddin, PhD, Sp.P(K), (Perwakilan PDPI dan RSUP
Persahabatan) menyatakan, saat ini perkembangan medis sedang dalam era
personalized medicine, terapi yang diberikan ke pasien harus sesuai dengan
targetnya (targeted therapy).
Menurut dr.
Elisna, personalized medicine dan targeted therapy memerlukan biomarker
untuk menentukan pasien yang tepat bagi terapi tersebut. Biomarker EGFR
(epidermal growth factor receptor) digunakan untuk mengidentifikasi pasien
kanker paru, khususnya jenis adenokarsinoma bukan sel kecil, dimana di populasi
Asia angka kejadian mutasi EGFR ini sebesar 40-60%.
“Meskipun kanker paru merupakan salah satu momok
permasalahan di Indonesia, pasien dengan kanker paru masih memiliki peluang
terhadap pengobatan sehingga meningkatkan kualitas hidup,” tuturnya.
“Penatalaksanaan kanker paru disesuaikan dengan
stadium kanker/kondisi pasien, antara lain seperti operasi bedah, radioterapi,
kemoterapi, imunoterapi, dan terapi yang ditargetkan (targeted therapy),” ujar
dr. Elisna yang juga merupakan Staff Departemen Pulmonologi dan Kedokteran
Respirasi FK Universitas Indonesia.
Pasien Kanker paru yang sudah menjalani terapi lini
pertama dengan EGFR TKI generasi 1 dan 2, biasanya pada 8 sampai dengan 14
bulan akan mengalami perburukan5. Dan 2 dari 3 pasien yang mengalami perburukan
tersebut akan mendapatkan mutasi sekunder yaitu T790M6.
Di Indonesia, sebelumnya terapi untuk kanker paru
dengan mutase T790M itu tidak ada, namun saat ini terapi untuk mutasi T790M
yakni generasi ketiga Epidermal Growth Factor Receptor - Tirosine Kinase
Inhibitor (TKI) telah disetujui oleh BPOM, suatu pengobatan yang menargetkan
terapi pengobatan kanker untuk Non-Small Cell Lung Cancer dengan mutasi T790M
pada pasien. Oleh karenanya pengobatan ini dapat menjadi harapan baru bagi para
pasien.
Sebagai penggiat yang juga merupakan ketua umum
Cancer Information Support Center (CISC), Aryanti
Baramuli menyatakan, salah satu hal yang paling dibutuhkan oleh para pasien
kanker adalah dukungan dari lingkungan sekitarnya.
“Situasi seperti ini bisa mempengaruhi tingkat
motivasi para penderita kanker untuk melakukan proses pemulihan. Sehingga
menurut kami, upaya bersama oleh seluruh pihak sangat dibutuhkan menuju penanggulangan
kanker yang efektif, dalam membantu pasien kanker paru di Indonesia dalam
meningkatkan harapan dan semangat untuk terus menjalani hidup bersama kanker,” ulas Aryanti.
Rizman Abudaeri menambahkan, sebagai mitra Kemenkes,
AstraZeneca Indonesia bersama asosiasi tenaga kesehatan, organisasi pasien dan
LSM telah meluncurkan program “Healthy Lung” pada tahun lalu, untuk memastikan
pasien penyakit paru mendapatkan akses terapi yang dibutuhkan.
“Selain itu, kami meluncurkan Lvngwithindonesia.com,
sebuah situs yang memuat informasi terbaru tentang penyakit kanker paru bagi
para pasien, keluarga dan kerabat terdekat. Kami berharap upaya-upaya tersebut
dapat membantu bagi pasien, dengan aspirasi memperbaiki pengobatan pasien
kanker paru di Indonesia”, ungkap Rizman.
Lvngwithindonesia.com telah terlebih dahulu
diperkenalkan kepada para pasien sejak November lalu, sebagai sumber informasi
bagi para pasien, pengasuh, di mana situs ini didominasi oleh cerita pribadi
dari para penderita kanker paru, sehingga mereka dapat saling memotivasi dan
menginspirasi satu sama lain.
Dengan mengusung tema “Untuk Saling Berkomunikasi
dan Terhubung”, situs ini juga bertujuan untuk mendorong kerabat, keluarga,
serta para keluarga atau kerabat terdekat pasien, agar mereka dapat menjadi
sistem pendukung bagi komunitasnya.