Larantuka | NTT, IMC- Institusi kejaksaan dan oknum-oknumnya yang diduga melakukan penyimpangan terus mendapat sorotan masyarakat. Di Larantuka, misalnya, publik sedang terbelalak dengan kasus dugaan tindak pidana tentang kejahatan jabatan oleh dua oknum jaksa Kejari Larantuka, BD dan HR tengah menjadi Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada kasus Judi Bola Guling yang tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Larantuka, NTT.
Ket. Foto: Kordinator LBH Komnas PHD HAM NTT bersama Keluarga Terdakwa judi Bola guling.
Kasus tindak pidana tentang kejahatan jabatan yang dilakukan dua oknum jaksa BH dan HR Kejari Larantuka mendapat perhatian dari berbagai kalangan, dengan lamban dan kurang seriusnya dalam menangani dugaan Kasus ini, terlihat adanya upaya dari pihak Kejari Larantuka untuk menutup nutupi apa yang dilakukan oleh dua oknum anggotanya, hal ini pun sebagai bentuk ketidakjujuran pihak Kejari terhadap Publik.
Dalam pernyataanya Kasie Intel Salesius Guntur, SH kepada kami LBH KOMNAS PHD HAM NTT di Ruang kerja, selasa (19/12) silam mengatakan, "bahwa kedua JPU tersebut mengaku tidak pernah menerima sesuatu seperti yang diberitakan atau di beberkan oleh keempat istri dari 4 terdakwa itu, dan kami pun dari pihak Kejari Larantuka tidak ingin lebih jauh masuk ke ranah dugaan tersebut karena pernyataan dari kedua anggota kami sudah jelas, jika memang ada pembuktian maka silakan diproses lewat jalur yang telah disediakan."
Kordinator LBH Komnas PHD HAM NTT Nur Khalik Majid kepada IMC, Sabtu, 6/1/2018 menjelaskan, kedua oknum tersebut telah melakukan upaya tindak kejahatan jabatan sebagaimana dalam KUHAP Pasal 423 Seorang pejabat dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan menyalahgunakan kekuasaannya untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. (KUHP 36, 92, 335, 421 dan seterusnya, 424 dan seterusnya 437.
Unsur pidananya adalah keduanya telah diduga menggunakan kekuasan jabatan yang diberikan dan untuk kepentingan dirinya secara melawan hukum degan meminta ataupun mengarahkan orang untuk memberikan sesuatu sebagaimana dugaan penerimaan sejumlah uang sebesar Rp 25 juta Terhadap Istri terdakwa kasus judi bola guling untuk mengarahkan dan meringankan tuntutan tindak pidana kasus Judi Bola Guling agar tuntutan terdakwa tidak terlalu berat.
Nur Khalik Maiid juga menjelaskan, "dalam silatuhrahmi kami, Selasa (19/12/2017) di salah satu rumah istri terdakwa KASUS BOLA GULING Elisabeth Ose Keda, Menyatakan Bahwa“ Suami saya bilang, ade tolong cari uang lagi karena jaksa HD dan BD bilang, kasus ini tuntutan untuk kami bandar dan pemilik rumah sekitar 10 bulan. Menurut suami saya, mereka sudah sampaikan kalau ke-4 mereka hanya mampu menambah Rp.500.000 per orang, namun keduanya minta tambah lagi.
"Akhirnya saya kembali dan berkoordinasi dengan ketiga teman ini dan kami mengumpulkan Rp 5.000.000 serta menyerahkan kepada Jaksa Hendra dan Budi pada Minggu,12 Nopember 2017 di rujab mereka di depan Taman Kota itu,” tutur Elisabet Ose Keda.
Dalam dugan kasus pemerasan ini kami melihat ada dugaan keterlibatan Hakim yang menyidangkan kasus perkara judi bola guling, dalam peneriaman uang dari dugaan pemerasan oleh oknum Jaksa sebagaiman keterangan dari istri salah satu terdakwa kasus judi bola giling ini, ungkap Nurkhalik Majid.
"Karena dari pernyataan mereka bahwa 2 oknum Jaksa ini melakukan sebuah perincian pembagian uang yang di terimah dari istri istri terdakwa kasus judi bolah guling ini sebagian akan di berikan juga kepada Hakim, kami meminta agar pihak Pengadilan Negeri Larantuka mengklarifikasikan hal ini ke publik.
“Masa untuk hakim hanya dinilai dengan Rp 2.700.000 ? Kami bilang ke mereka, kalau uang ini pun kami pake pinjam dengan bunga. Kami sudah tidak mampu lagi menambahnya, karena pinjam pun orang yang punya duit tidak akan mempercayai dan memberikan pinjaman karena mereka tau suami kami sedang dalam penjara,” urai Anisa sembari menambahkan niat mereka bertemu dengan kedua jaksa tersebut berawal dari permintaan suami mereka, sedangkan mereka sendiri belum mengenal kedua oknum jaksa itu.
LBH KOMNAS PHD HAM INDONESIA WILAYAH NTT meminta agar pihak Kejati NTT mendalami dan mengusut perkara yang mencoreng citra korps Adhyaksa itu. Pendalaman tersebut sangat diperlukan untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam pusaran pemerasan itu. Siapa pun yang terlibat, dalam dugaan pemerasan yang dilakukan oleh 2 oknum jaksa baik maupun atasannya, harus ditindak dengan tegas. Jadi jika terbukti maka bukan hanya 2 oknum jaksa yang menjadi terduga yang dihukum, melainkan semua yang terlibat harus mendapat hukuman setimpal.
Nurkhalik juga mendesak agar mendalami kasus itu dan memeriksa semua orang di sekeliling baik rekan, atasan langsung, maupun. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Larantuka I Putu Gede Astawa "Sebagai pucuk pimpinan, perlu di periksa," tegasnya. (Emanuel Bataona).