NTT Kembangkan Suami Siaga


Tangisan di “Lima Oktober 2011” 
Pada tahun 2000 Desa persiapan Waiterang dikukuhkan menjadi desa definitive yang sebelumnya berada dibawah desa Egon. Desa Waiterang terdiri dari 17 TR dan 6 RW yang menyebar di 3 dusun yakni dusun Watubala, dusun Wodong dan dusun Waihekang. Jumlah penduduk  di tahun 2016 sebanyak 1.947 jiwa yang terdiri dari 498 kk yang umumnya berprofesi sebagai petani.

Lebih dari satu dekade setelah resmi menjadi sebuah desa definitive, Desa Waiterang dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang berlatarbelakang Filsafat. Tepatnya di hari ABRI tanggal 05 Oktober 2011 Bapak I. Selvesman, S.Fils resmi dilantik menjadi Kepala Desa Waiterang periode 2011 – 2017. Saat itu sang Kepala Desa yang sebelumnya adalah Ketua BPD Desa Waiterang ini menyampaikan pidato pertama sebagai seorang pemimpin wilayah di depan lebih dari seribu hadirin. Suasana mulai terasa haru saat sang Kepala Desa terdiam dan meneteskan air mata. Dalam benaknya sang “juragan” mengatakan, Saya tamatan Filsafat, mantan biara - harus menjadi Kepala Desa, bagimana nantinya saya menakodai Desa Waiterang ini. Lalu saat melanjutkan pidatonya sang Kepala Desa mengatakan, tangisan ini untuk membangun Desa Waiterang. Mari kita sama-sama bergandengan tangan membangun desa Waiterang untuk menjadi desa yang lebih sejahterah dan bermatabat.  

Bersama pergantian hari dan bulan, sang Kepala Desa terus belajar dan belajar. Dia juga ingin belajar tentang Desa Siaga karena sang kepala Desa belum memahami tentang bagaimana mengelolah Desa (Siaga). Pada suatu ketika Kepala Desa memperoleh informasi tentang Desa Siaga. Dari sedikit informasi itu, dia terus berupa mendalami informasi tentang Desa Siaga dari berbagai pihak dan literatur. Akhirnya tiba pada waktunya yakni pada bulan Mei 2012, pihak Desa Waiterang mengadakan kegiatan Penguatan Kapasitas Kader Posyandu. Saat itu Kepala desa dan juga peserta lainnya sangat antusias materi tentang desa siaga. Mereka merasa penting untuk pengembangan desa siaga demi mencapai visi Desa Waiterang yakni Bersama Membangun Menuju Wairterang Sehat, Aman, Dan Sejahtera.


Segera setelah kegiatan pelatihan tersebut, Kepala Desa dan perangkat desa mulai melakukan diskusi informal (beberapa kali) dengan masyarakat tentang pengembangan Desa Siaga Waiterang. Niat baik itu akhirnya terwujud dengan terbentuknya kepengurusan desa siaga dalam suatu musyawarah desa Waiterang pada awal bulan Juli 2012. Saat itu para pengurus desa siaga belum memahami secara persis tentang peran dan tugasnya. Tepat pada tanggal 12-13 Juli 2012 dilakukan kegiatan Pelatihan pembentukan jejaring desa siaga yang dilaksanakan oleh BPM Sikka atas dukungan dana AIPMNH. Kegiatan pelatihan tersebut melibatkan semua semua pengurus Desa Siaga Waiterang yang telah dibentuk terdahulu. Selama 2 hari kegiatan itulah para peserta yang nota bene adalah pengurus desa siaga mendalami tentang peran dan tugasnya masing-masing.

Pada hari terakhir pelatihan tepatnya pada sesi terakhir dilakukan Pelantikan dan atau pembacaan Peraturan Desa No. 14 tahun 2012 tentang Susunan Kepengurusan Desa Siaga  Desa Waiterang Periode 2012 -2015. Perdes tersebut  sebagai bukti dokumen pengukuhan Pengurus Desa Siaga Waiterang serta secara resmi terbentuknya Desa Siaga Waiterang. Dalam dokumen tersebut dicantumkan ada 6 jejaring lengkap dengan nama anggota pengurusnya serta tugas dan tanggunjawab masing-masing. Ke-enam jejaring tersdebut adalah : Jejaring Notofikasi, Jejaring Donor Darah, Jejaring Keluarga Berencana/KB & Kesehatan Reproduksi, Jejaring Dana, Jejaring Transportasi & Komunikasi  serta Jejaring ASI Eksklusif

Suami  Siaga versus  “Megu Mora Me’en” 
Masyarakat di Desa Waiterang mengakui peran suami dan-atau bapak menjadi sangat dominan dalam mengambil setiap keputusan, baik itu keputusan dalam kontek hubungan dengan luar keluarga maupun internal keluarga itu sendiri. Dengan demikian bapak/suami sering bahkan selalu mengabaikan semua masukan dari sang istri dan-atau ibu sebagai kepala rumah tangga. Peran istri atau ibu akan menjadi begitu sangat lemah dalam setiap keputusan keluarga. Hanya sekedar  contoh bila sang ibu hamil sudah menyisikan sebagaian dana untuk keperluan menyambut “kedatangan” sang bayi, tanpa diskusi dengan sang istri dan-atau ibu (hamil), sang suami “memerintahkan” untuk mengambil sejumlah dana (uang) untuk memenuhi keinginannya. 

Dari kenyataan ketidakseimbangan inilah kepala Desa Waiterang Bapak I. Selvesman, S.Fils bersama tim pengurus Desa Siaga mulai melakukan kunjungan rumah pada setiap Ibu Hamil dan juga suami di desa Waiterang. Kunjugan rumah ini dilakukan setiap minggu bagi 5-7 keluarga ibu hamil.
Saat kunjungan rumah dibicarakan tentang  masa depan bayi yang akan dilahirkan dan kesejahteraan keluarga. Namun focus dari semua pembicaraan adalah bagimana suami mengekspresikan dan-atau wujudkan rasa sayangnya pada anak “megu mora me’en” yang sedang dikandung oleh ibu/istri.  Disini team “mengajak” para suami untuk berperan aktif  dalam menyambut sang bayi.   Kesiap-siagaan suami bukan hanya pada memenuhi kebutuhan material sang ibu dan bayi tetapi juga mendampingi dan merawat sang ibu selama masa kehamilan sampai melahirkan.
Hasilnya bahwa para suami selalu aktif mendampingi  istri (hamil) untuk melakukan pemeriksaan di Posyandu dan polindes. Keaktifan para suami dari ibu hamil dibuktikan dengan absensi/daftar kehadiran mereka disetiap kegiatan hari posyandu. Selain itu para suami juga selalu melakukan komunikasi yang intensif  dengan kader posyandu dan semua pengurus desa siaga tentang perkembangan istri/ibu (hamil). Hasil lainnya bahwa sejak dibentuknya desa siaga sampai saat ini belum terjadi kasus kematian ibu dan bayi di Desa Waiterang.
Berkantor di Posyandu dan “Regu Reong”.

Untuk menyiapkan warga desa menuju desa siaga yang sehat dan bermatabat peran serta semua eleman masyarakat menjadi sangat penting. Kepala Desa Waiterang menjadi figure yang sangat berperan untuk menyiapkan warga desanya. Dengan demikian Kepala Desa sebagai penanggungjawab  utama pengembangan Desa Siaga Waiterang setiap hari dan setiap kesempatan selalu melakukan kegiatan “turun  lapangan”. Bahkan pada saat hari kegiatan posyandu semua aparat desa berkantor di Posyandu untuk memudahkan pelayanan.  Itu berarti selama sebulan “pemindahan aktivitas kantor desa” ke posyandu dilakukan sebanyak 4 kali.

Dapat ditegaskan pada saat kepala desa dan aparanya “berkantor” di Posyandu, seluruh kebutuhan pelayanan yang berhubungan dengan desa dilakukan di posyandu. Itu berarti warga desa dengan sendirinya akan berada di posyandu untuk mengikuti kegiatan posyandu. Saat itu juga suami diwajibkan untuk mendampingi istri/ibu hamil hadir saat kegiatan posyandu. Selain itu semua warga yang ada dusun (wilayah posyandu) diwajibkan hadir mengikuti kegiatan posyandu agar ibu dan anak merasa didukung dan diperhatikan. Menurut kepala desa kehadiran suami dan warga di posyandu adalah bentuk dari rasa kasih sayang pada anak “megu mora me’en”.  

Untuk menghadirkan warga ke posyandu yang saat itu juga berfungsi sebagai kantor desa,  dibutuhkan figure/tokoh yang memiliki “wibawa dan pengaruh kuat” serta memiliki kemapuan “Rego Reong”  (mengajak). Hanya dengan kata ”mai sai” warga desa terhipnotis untuk datang ke posyandu untuk mengikuti kegiatan.  Figur/tokoh masyarakat itu adalah “pemimpin spiritual” yang “diakui” sertai “disegani” di dusun bersangkutan. Itu berarti masing-masing dusun memiliki figur/tokoh sendiri-sendiri.

Regulasi Desa : Edukasi yang Bermatabat

Di Desa Waiterang ada sejumlah regulasi yang telah dihasilkan dan ditetapkan. Dalam hubungan dengan kesehatan ibu dan anak sudah ada Peraturan Desa/Perdes No.14 tahun 2012 tentang Kepengurusan Desa Siaga Waiterang. Ada juga Perdes No.05 tahun 2013 tentang Kesehatan Ibu dan Bayi Baru lahir. Kedua regulasi tersebut  lahir dalam suatu proses yang sangat panjang dan melibatkan semua komponen dalam masyarakat Desa Waiterang. Tujuan utama kedua regulasi ini hanya sebagai bingkai dan rel untuk mengatur semua warga desa Waiterang agar berpartisipasi aktif dalam  mengembangkan program kesehatan ibu dan bayi baru lahir .

Dalam Peraturan Desa tentang KIBBLA dilengkapi dengan pasal larangan dan sanksi. Larangan dan sanksi dalam Perdes tersebut bukan untuk membatasi ruang gerak  warga dan menghukum masyarakat. Larangan dan sanksi tersebut sebagai proses edukasi bagi warga untuk terlibat aktif  dalam upaya penyelamatan ibu dan bayi baru lahir. Larangan dan Sanksi dalam Perdes  KIBBLA   tersebut sebagai berikut :  
Larangan :
·         Ibu Hamil dilarang untuk :
ü  Melakukan pemeriksaan kehamilan pada dukun
ü  Melakukan tindakan pengguguran kandungan
ü  Melahirkan di rumah dengan pertolongan dukun
·         Ibu menyusui dilarang memberikan makanan tambahan kepada bayi sebelum berusia 6 bulan
·         Suami,Keluaga,dan  Masyarakat dilarang menghalangi ibu untuk melakukan tindakan memperoleh pelayanan kesehatan .
Sanksi
·         Bagi ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan pada usia kehamilan di atas 3 (tiga) bulan di sarana kesehatan akan dikenakan sanksi berupa denda  sebesar Rp.250.000,-
·         Bagi ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan lanjutan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.100.000.- per bulan
·         Bagi ibu yang melahirkan di rumah akan diberikan sanksi berupa denda sebesar Rp.500.000.-
·         Bagi  balita yang tidak hadir di Posyandu akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.5.000/ bulan
·         Yang melakukan pengguguran kandungan  diserahkan ke pihak berwajib
·         Apabila dukun membantu persalinan di rumah akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar  Rp.1.000.000.-
·         Bagi Suami, Keluarga, Masyarakat yang melarang  ibu hamil, ibu melahirkan, ibu menyusui dan bayi balita ke fasilitas kesehatan, dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp. 500.000.-
·         Bagi Suami, Keluarga, yang tidak mengantar ibu hamil, ibu melahirkan, ibu menyusui, dan bayi balita, ke fasilitas kesehatan, dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.500.000.-

Selain larangan dan sanksi bagi Ibu hamil, Suami dan keluarga ibu hamil,  juga  dicantumkan secara jelas sanksi bagi Aparat Desa, Kepala Dusun dan Ketua RT; dimana ketentuan sanksinya ditetapkan dengan surat Keputusan Kepala Desa. Kutipan sanksi sebagai berikut “ Bagi Para Aparat Desa  Kepala Dusun dan  ketua RT yang melanggar ketentuan peraturan desa ini dan atau  tetapi belum melaksanakan sanksi secara penuh sesuai pelanggarannya  maka Kepala Desa dapat menyatakan bahwa Kepala Dusun dan Ketua RT yang bersangkutan untuk sementara kehilangan hak-hak istimewahnya yang telah diberikan oleh Pemerintah Desa Wairterang sesuai jabatannya.”

Data Desa : Information for All

Sejak terbentuknya, Desa siaga Waiterang memiliki 6 Jejaring yakni Jejaring Notifikasi, Jejaring Donor Darah, Jejaring KB dan Kesehatan Reproduksi, Jejaring Dana, Jejaring Transportasi dan Komunikasi serta Jejaring ASI Eksklusif. Setiap jejaring dilengkapi dengan ketua dan anggota. Rekrutman anggota Jejaring dilakukan secara bersama dalam suatu musyawara desa yang dipimpin oleh Kepala Desa. Anggota jejaring merupakan keterwakilan dari 3 dusun serta para kader posyadu.

Hasil kunjungan lapangan menunjukan bahwa semua anggota Jejaring berperan aktif dan bertanggunjawab terhadap tugasnya masing-masing. Hal ini terbukti semua jejaring selalu mengupdate data yang dikumpulkan dari semua dusun. Semua data “ditransfer” pada papan sistim siaga yang ada di Kantor Desa. Papan sistim siaga bukan hanya berada di kantor desa, melainkan juga berada di 4 posyandu yakni posyandu Mamai, posyandu Mawar, posyandu Waihekang dan Posyandu Bao Blutuk

Dengan demikian baik warga desa Waiterang, maupun warga lainnya yang datang dari luar desa dapat dengan mudah “mengakses”  informasi tentang Desa Siaga dan Sistim penyelamatan Ibu dan Bayi baru lahir  di desa Waiterang. Itu berarti, hanya melalui data pada papan sistim siaga masyarakat mendapat informasi tentang kesehatan ibu dan bayi. Dengan demikian tak disadari bahwa papan sistim siaga tersebut dapat memotivasi warga untuk selalu siaga untuk menyelamatkan ibu dan bayi.   (lambert d. purek)

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال