Wujud Kerukunan Umat Islam dan Katolik Gotong Royong Perbaiki Mesjid di Flores Timur



Flotim, IMC- Riuh gemuruh  bertalu-talu di pucuk kuba Masjid. Antrian bunyi alat-alat tukang melenting di dinding bukit Hoga. Gerombolan suara berirama sorak dan sukacita bersahut-sahutan di atap dan pelataran Masjid. Material berjatuhan dari atap Masjid dan saling menindih semakin menambah ramai suasana kebersamaan umat Katolik dan umat Islam yang sedang bergotong-royong memperbaiki atap Masjid Nurul IKhsan Horinara, Desa Horinara, Kecamatan Kelubagolit, Pulau Adonara Kabupaten Flores Timur (Flotim) Sabtu (15/7/2017)

Keringat yang melumuri tubuh di siang bolong seolah tak digubris. Aura ceria terbersit pada wajah anak-anak, orang muda dan orang tua. Material atap Masjid yang dibongkar digotong bersama-sama sambil disisipselipkan senda gurau ala orang kampung. Material yang semuka tampak berantakan dapat ditata dengan baik dan cepat berkat kesigapan semangat gotong-royong yang tak kenal ruang dan waktu.



Ibu-Ibu Dasa Wisma tak ketinggalan semangat, Bersama sumringah yang melejit pada wajah bersahaja, mereka menyuguhkan minuman dan makanan, Sajian alakadarnya dari Ibu-Ibu Dasa Wisma berupa makanan lokal berbumbu gotong-royong dari resep toleransi turut menjadi menu bergizi yang melanggengkan kehidupan. Saat santap siang, Kepala Desa Horinara, Kahidir Kopong menyampaikan apresiasinya yang tinggi terhadap segenap warga masyarakat atas keikutsertaan yang luar biasa pada kerja bakti desa ini. Gotong-royong dan toleransi antar umat beragama ini adalah warisan leluhur. Kita mesti menggemburkan semangat ini di tengah kehidupan bernegara dan bergama yang sudah mulai melupakan gotong-royong dan toleransi, ucap Kahidir yang juga menjadi salah satu pengurus Masjid Nurul Ikhsan Horinara.


Pada saat santai, Paskalis Lamapaha menyeletuk, gotong-royong dan toleransi tidak sebatas slogan untuk gagah-gagahan melainkan merupakan sebuah tindakan yang menyata. Sebagai orang muda, kita berkewajiban untuk merawat semangat gorong-royong dan toleransi yang sudah diteladani para pendahulu kita. Saat kita mengacuhkan gotong-royong dan toleransi, kita sedang bersikap apatis terhadap wasiat nenek moyang ini. Pada kesempatan yang sama, Ama Barra mengatakan, "gotong-royong noo toleransi ne tite tabe belajar hala. Nenek moyang rabe genanet ke, peli oneket kae". (kita tidak perlu belajar tentang gotong-royong dan toleransi. Kedua hal ini sudah diwariskan oleh nenek moyang sehingga benih itu sesungguhnya telah bersetubuh dengan kita). Oleh karena itu, semangat hidup bergotong-royong dan bertoleransi hendaknya kita hayati dengan penuh kesadaran bukan sebuah perilaku latah semata.
(Emanuel Bataona)

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال