Jakarta, IMC - Selama ini
sektor pertanian selalu menjadi sektor nomor dua dari sektor lain, padahal mayoritas
penduduk Indonesia adalah petani.
Jika sektor
pertanian menjadi sektor nomor dua dari sektor lain, maka akan berdampak pada
kelangsungan hidup petani di desa-desa.
Para petani
masih hidup miskin dalam catatan statistik, hasil produksi mereka selain tidak
cukup untuk bertahan hidup dalam setahun, juga hasil produksi mereka dijual
dengan harga yang relatif murah. Padahal dalam cita-cita pembangunan,
kesejahteraan umum mines kesejahteraan petani adalah keliru.
Sejahtera
berarti membentuk manusia berkualitas. Salah satu syarat manusia berkualitas
adalah produktivitas rakyat berlangsung berkelanjutan.
Pembangunan
sesungguhnya bukan sekedar permainan angka-angka nilai produksi dibagi dengan
jumlah penduduk lalu melahirkan kesimpulan yang simplisit sifatnya. Tapi
pembangunan adalah cita-cita, kehendak besar, dibarengi tata nilai, bersandar
pada hati nurani, ada keberanian politik untuk mewujudkan angka-angka yang
lebih baik.
Dengan
demikian transformasi daerah pertanian tidak boleh diartikan secara sempit dan
membuat dikotomi antar sektor. Diperlukan membuat pengembangan agro industri
atau industri pedesaan agar menghilangkan dikotomi antar sektor yang selama ini
terjadi.
Ini sangat
tergantung dari kebenaran kebijakan dan konsep pembangunan. Kesejahteraan harus
diterjemahkan secara tuntas, lengkap dan komprehensif, tidak parsial. Karena
hal itu pula yang membuahkan keberhasilan.
Kalau petani di desa, sepanjang hari membanting tulang di sawah
dan ladang untuk memenuhi isi perut seluruh rakyat Indonesia, tetapi mereka
tetap miskin sepanjang tahun, berarti ada sesuatu yang salah dalam kebijakan
disektor pertanian.
Bagaimana
mengatasi fenomena itu? Hemat penulis, ada dua pendekatan :
Pendekatan
pertama, perlu dilakukan industrialisasi sektor pertanian. Pertama, para petani
harus diberikan aset dan peralatan yang cukup untuk meningkatkan
produktivitasnya, sehingga petani tidak perlu menguras tenaganya sepanjang
hari, ini yang disebut modernisasi.
Kedua, perlu membawa modal, ilmu pengetahuan dan tenaga terdidik
masuk desa. Karena selain lahan, air dan bibit sebagai syarat pokok, petani
perlu ditunjang dengan input (sarana produksi pertanian), ilmu pengetahuan dan
manajmen menjadi syarat tambahan pemberdayaan petani.
Perlu didorong sektor industri yang menguasai input-input berupa
pupuk, obat, sarana bertani, juga termasuk sektor industri yang menguasai
alat-alat produksi pasca panen, seperti alat penggilangan, mesin pengolahan,
dll. Industri sarana produksi dan industri lanjutan pasca panen merupakan sub
sistem yang bekerjasama atas dasar mengatur siklus kelangsungan petani dengan
sub sistem produksi.
Pendekatan
kedua, melalui subsidi atau subsidi harga. Dimana-mana didunia ini, dikenal
subsidi untuk petani. Subsidi pupuk, obat sampai pada subsidi alat-alat
produksi dan subsidi harga. Subsidi adalah salah satu solusi second best untuk
mendekati keadaan pasar yang lebih baik bagi petani.
Pemerintah
perlu membeli dengan harga mahal hasil produksi petani didesa. Sekalipun
dilempar kembali kepasar dengan harga murah, karena beras dan jagung adalah
basic need. Hal ini untuk mendekati pemerataan pendapatan bagi petani.
Pendekatan pertama diatas lebih bersifat dinamis karena
meningkatkan kemandirian petani melalui pemerataan aset dan alat-alat produksi,
ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan pendekatan kedua lebih bersifat
statis.
Pemerintah
perlu mendorong penanaman modal lebih banyak kedaerah pertanian dan pedesaan.
Penanaman modal sebaiknya dilakukan oleh petani itu sendiri. Olehnya kemampuan
mereka perlu dibimbing tenaga terdidik, demikian juga lembaga keuangan baik
bank maupun non bank perlu didorong. Petani didesa perlu diberdayakan untuk
mampu mengelolah kredit investasi. Olehnya sebelum petani mengelolah sendiri,
perlu ada pendampingan sampai pada tahapan-tahapan tertentu, transformasi ilmu
pengetahuan dan ketrampilan.
Berbagai
proses produksi industri agro dan industri pedesaan perlu diperkenalkan kepada
petani. Dengan usaha-usaha yang mereka investasikan dan jalankan sendiri itu,
maka nilai tambah juga akan dinikmati sendiri oleh petani.
Swasembada
pangan bukan sekedar swasembada beras. Kalau hanya swasembada beras
(berasnisasi) maka jagung, kacang, kedelai, daging, susu, ayam, ikan, sayur
mayur dan buah-buahan dikorbankan. Apalah artinya intensifitas khusus kalau
tidak ada ekstensifikasi yang berarti dari pemerintah. Apa artinya swasembada
beras kalau tidak ada swasembada pangan yang lebih luas.
Untuk
mewujudkan cita-cita petani masa depan sebagaimana disebutkan diatas, maka
pemerintah melalui Mentri Pertanian RI meluncurkan program gerakan pemuda tani
Indonesia (Gempita). Mengolah lahan yang belum eksis selama ini, dengan model
pemberdayaan petani melalui bantuan alat-alat pertanian dan modal dengan melibatkan
pemuda sebagai ujung tombak serta balai pengkajian, pengolahan dan riset
pertanian untuk memberikan ilmu pengetahuan. Untuk mewujudkan program Mentri
Pertanian tersebut, membutuhkan tekhnis pelaksanaan terutama kordinasi lintas
sektor, keterpaduan dalam perencanaan agar dapat menolong bargaining power para
petani didesa, hal ini terkait mikro ekonomi yang endingnya adalah
mensejahterakan petani selain bicara makro ekonomi yang lebih luas.
Kesejahteraan
petani adalah kesejahteraan bangsa dan negara.
Penulis : Akhmad Bumi
(Penulis adalah Penasehat Gempita Propinsi NTT)