Lewat IMCS, NTT Dijadikan Model Toleransi Dunia




NTT, IMC- Mahasiswa Katolik Dunia yang tergabung dalam International Movement Catholic Student (IMCS)melakukan kunjungan ke NTT  guna membahas berbagai isu yang saat ini sedang menjadi perhatian dunia.

Adapun isu yang dibahas  diantaranya kerukunan (kebhinekaan), kemanusiaan yang mencakup social justice (keadilan sosial) dan human trafficking(perdagangan manusia) dan masalah ekologis.

Pada kegiatan kali ini, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St. Thomas Aquinas ditetapkan sebagai tuan rumah. Sementara panitianya merupakan gabungaan antara Pengurus Pusat PMKRI dan PMKRI se – NTT yang terdiri dari regio Timor dan Flores.

Demikian disampaikan Presiden IMCS, Edward dalam jumpa pers pada Kamis (06/07/2017) di Papa Jhon’s Hotel, Oebufu Kota Kupang.

“Kita akan focus membahas berbagai persoalan kemanusiaan seperti socialjusticie, human trafficking dan ekologis yang saat ini menjadi perhatian serius masyarakat dunia” kata pemuda asal Togo ini.

Selain Edward, Stefani perwakilan mahasiswa katolik dari Belgia menegaskan bahwa untuk menyelesaikan berbagai macam isu yang menjerat masalah kemanusiaan ini tidak cukup untuk berharap kepada pemerintah, tetapi butuh keterlibatan seluruh masyarakat dan organisasi kemasyarakatan juga mahasiswa.

“Kita tak bias berharap sepenuhnya kepada pemerintah, pemerintah tidak mempunyai kemampuan yang cukup dalam menyelesaikan semua masalah” terang gadis cantik yang doyan terhadap kopi asli Flores ini.

Peran NTT

Sementara Ketua Pengurus Pusat PMKRI Angelo Wake Kako, mengatakan bahwa kegiatan seperti ini biasa dilakukan oleh IMCS di berbagai negara sebelumnya, dan kali ini  di Indonesia dan NTT menjadi pilihan.

Angelo menjelaskan NTT dipilih setelah PP PMKRI sebagai bagian dari IMCS melakukan negosiasi kepada kumpulan organisasi mahasiswa katolik yang berpusat di Paris ini agar kegiatan kali ini dilakukan di Indonesia.

Selain itu isu keadilan social dan perdagangan manusia yang saat ini merajalela di NTT menjadi salah satu pertimbangan.

Pertimbangan lain kata Angelo,  di tingkat Internasional Indonesia sedang mengalami krisis kepercayaan, setelah merebaknya berbagai aksi teror dan kekerasan yang berlatarkan SARA, (Suku, Agama, Ras dan Golongan).

Sementara jauh berabad-abad sebelumnya Indonesia diakui dunia sebagai negara yang paling harmonis, yang hidup rukun di antara umat yang berbeda suku, agama, ras dan antar golongan. NTT dikenal sebagai model bagaimana hidup rukun, harmonis dalam bermasyarakat yang majemuk.

“Yaa ini pertimbangan kami terutama dalam konteks inter religious dialog, dimana Jakarta dalam konteks Indonesia sudah tidak lagi mencerminkan Indonesia is land of harmoni. Dan kesempatan ini adalah momentum yang paling tepat untuk secara cepat melakukan compaignIndonesia sebagai Land of harmoni” tegasnya.

Oleh karena itu, dengan kehidupan orang NTT yang dikenal harmonis ini perlu didorong agar dalam kegiatan ini dapat menjadi momentum mengkampanyekan Indonesia sebagai negara, tempat yang aman, damai dan harmonis dalam kehidupan beraneka ragam.

“NTT harus segera mewakili Indonesia untuk mengkampanyekan Indonesia sebagai land of harmoni ke tingkat internasional, ketika Jakarta sudah tidak lagi mencerminkan Indonesia kita, Indonesia yang beraneka ragam” katanya.

Angelo meyakini bahwa kehadiran mahasiswa katolik dari berbagai negara ini akan berperan penting dalam menghapus image, stigma Indonesia sebagai negara yang anti keragaman dengan menyaksikan berbagai kegiatan yang nanti akan dilakukan di Flores seperti Larantuka, Maumere dan Ende dengan melibatkan berbagai masyarakat yang terdiri dari bermacam-macam agama.

Sementara itu, ketua panitia, Egidius Atok menyampaikan bahwa kegiatan ini akan diikuti oleh 50 orang peserta yang terdiri dari 38 mahasiswa asing yang mewakili 32 negara di dunia dan 18 peserta local.

Berbagai kegiatan yang dilakukan menurut Egi, adalah acara jamuan makan malam Bersama Pemerintah provinsi NTT dan perwakilan seluruh OMK dan KMK se-kota Kupang di Restoran Nelayan (6/7/2017).

Selanjutnya seluruh peserta melakukan penerbangan ke Larantuka, Kabupaten Flores Timur pada Jumat (7/7/2017) untuk mempersiapkan kegiatan seminar human trafficking di Maumere dengan menghadiri LSM Internasional dari Malaysia yang selama ini aktif mengadvokasi TKI dan TKW asal NTT yang kerap menjadi korban kekerasan d Malaysia.

 

Kegiatan ini akan berakhir Labuan Bajo pada (17/7/2017). Di sana peserta akan dibawa ke sejumlah taman wisata seperti Komodo, Pulau Padar dan sejumlah tempat lainnya. (Emanuel Bataona)

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال