Opini: Kenaikan Gaji DPR: Saat yang Tidak Tepat di Tengah Rakyat Terhimpit



IMC Indonesia - Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia ke-80 seharusnya menjadi momentum refleksi bagi bangsa, terutama bagi para pemimpin dan wakil rakyat yang dipercaya mengemban amanah. Namun, kabar tentang kenaikan gaji anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hingga tembus Rp100 juta per bulan justru menghadirkan ironi di tengah kehidupan rakyat yang semakin berat.

Saya sangat menyayangkan keputusan menaikkan gaji anggota DPR di saat seperti ini. Bukan semata karena besaran angkanya, melainkan karena kondisi ekonomi rakyat yang sedang terhimpit. Kita tahu, lapangan kerja semakin sulit, badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih menghantui, harga kebutuhan pokok kian melambung, dan beban pajak terus membebani masyarakat kecil.

Di tengah realitas ini, kenaikan gaji DPR terasa seperti "pesta pora di atas penderitaan rakyat." Bayangkan, seorang anggota DPR digaji Rp3 juta per hari, setara dengan penghasilan seorang buruh UMR dalam sebulan. Kontras yang begitu tajam ini jelas melukai rasa keadilan sosial.

Kenaikan gaji pejabat, pada dasarnya, bukanlah sesuatu yang tabu. Namun, yang menjadi persoalan adalah waktu dan situasinya yang sangat tidak tepat. Seharusnya, sebelum memikirkan kesejahteraan pejabat, negara memastikan dulu kesejahteraan rakyat jelata: pendidikan 12 tahun tuntas, akses kesehatan merata, angka kemiskinan menurun, dan lapangan kerja tersedia luas. Jika rakyat sudah sejahtera, maka kenaikan gaji pejabat tidak akan menimbulkan kegaduhan.

Lebih jauh, kenaikan gaji DPR tanpa indikator kinerja yang jelas akan semakin memperlebar jurang ketidakpercayaan rakyat terhadap wakilnya. Rakyat akan bertanya: apa kontribusi nyata DPR terhadap kesejahteraan bangsa, sehingga mereka layak mendapatkan tambahan fasilitas dan gaji besar?

Sebagai bangsa yang merdeka 80 tahun lamanya, kita seharusnya berani mengedepankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya kenyamanan segelintir elite. Wakil rakyat harusnya menjadi teladan dalam hal kesederhanaan, empati, dan keberpihakan kepada rakyat. Bukan justru menjadi simbol ketidakadilan yang memicu rasa sakit hati masyarakat.

Saya percaya, jalan keluar terbaik adalah dengan menunda kenaikan gaji pejabat hingga kondisi ekonomi rakyat benar-benar pulih. Lebih dari itu, jika memang ada dana lebih, seharusnya dialokasikan untuk subsidi pendidikan, kesehatan, dan penciptaan lapangan kerja,  bukan menambah kenyamanan kursi kekuasaan.

Indonesia tidak akan pernah benar-benar merdeka jika keadilan sosial hanya menjadi jargon, sementara kebijakan justru berpihak pada mereka yang sudah berkelimpahan.( Rachman Salihul Hadi/IMC/Red.)

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال