Opini oleh: Muslim Arbi – Direktur Gerakan Perubahan, Koordinator Indonesia Bersatu, dan Ketum TPUA
Pertanyaan mendasar muncul: apakah mungkin seorang advokat
yang sedang menjalankan tugas membela kliennya justru dikriminalkan?
Prof. Eggi Sudjana, Damai Hari Lubis SH, dan Kurnia Tri
Rohyani SH adalah kuasa hukum penulis (Muslim Arbi) bersama rekan-rekan ketika
menggugat perkara dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo di PN Jakarta Pusat.
Selain mereka, juga ada advokat lain yang diberi kuasa, yakni Azam Khan SH dan
Juju Purwanto SH.
Padahal, Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Pasal 16 dengan
jelas menyatakan advokat tidak dapat digugat secara perdata maupun pidana atas
tindakan dalam rangka membela kliennya. Hal serupa ditegaskan dalam UU
Perlindungan Saksi dan Korban Pasal 10, yang melindungi pelapor, saksi, dan
korban dari laporan balik.
Karena itu, aneh bila Presiden Jokowi melaporkan kasus
fitnah atau pencemaran nama baik (Pasal 310–311 KUHP) terhadap Eggi Sudjana
dkk. Apalagi, laporan delik aduan seharusnya menyebut nama pihak yang dituduh
menghina. Jika nama-nama tidak dicantumkan, laporan tersebut berpotensi cacat
hukum dan bisa dianggap batal demi hukum. Dalam kondisi ini, polisi pun
semestinya tidak memiliki dasar untuk memprosesnya.
Pertanyaan publik pun muncul: mengapa Polda Metro tetap
memanggil Eggi Sudjana dan tim kuasa hukumnya yang sejatinya sedang menjalankan
tugas profesinya? Bukankah advokat memiliki kedudukan setara dengan hakim,
jaksa, dan polisi dalam sistem penegakan hukum?
Pemanggilan dan pemeriksaan terhadap advokat atas tindakan
profesinya bisa dipandang sebagai pelanggaran terhadap UU Advokat dan
berpotensi merusak citra kepolisian sendiri. Bila polisi yang seharusnya
menegakkan hukum justru melanggar hukum, bagaimana publik bisa mempercayainya?
Karena itu, sebaiknya Polda Metro Jaya membatalkan
pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Prof. Eggi Sudjana dkk. Jika tidak,
tindakan ini akan menimbulkan kegaduhan hukum, mencederai demokrasi, bahkan
bisa menjadi tanggung jawab Kapolri untuk dievaluasi Presiden.