Ketika Putusan DKPP Berhadapan dengan Wewenang PTUN

 


Aceh Tamiang, IMC - Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang bersifat final dan mengikat tidak mengakhiri perjuangan hukum bagi penyelenggara pemilu yang diberhentikan. Sebuah alur hukum yang unik memungkinkan mereka untuk menggugat tindakan administratif yang menjadi turunan dari putusan DKPP tersebut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Hal ini didasarkan pada celah hukum di mana putusan DKPP yang memerintahkan pemberhentian harus ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Keputusan (SK) oleh lembaga terkait, seperti Presiden atau Komisi Pemilihan Umum (KPU). SK inilah yang menjadi objek gugatan, bukan putusan DKPP itu sendiri.

Kronologi Alur Hukum yang bisa diambil dalam Putusan DKPP. Seorang penyelenggara pemilu diadili oleh DKPP dan dijatuhi sanksi berat berupa pemberhentian tetap karena dinilai melanggar kode etik. Putusan ini wajib dilaksanakan oleh lembaga terkait. Tindak Lanjut Administratif: Untuk melaksanakan putusan DKPP, lembaga berwenang (misalnya Presiden atau KPU) akan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Pemberhentian. SK inilah yang dianggap sebagai Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Gugatan di PTUN: Pihak yang diberhentikan tidak menggugat putusan DKPP, melainkan SK Pemberhentian yang dikeluarkan oleh Presiden atau KPU. Gugatan ini berfokus pada kecacatan hukum dalam penerbitan SK tersebut, misalnya apakah prosedur yang digunakan sudah benar atau apakah SK tersebut melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik. Potensi Kemenangan: Jika PTUN mengabulkan gugatan, maka SK Pemberhentian tersebut dibatalkan. Konsekuensinya, status penyelenggara pemilu yang diberhentikan dapat dipulihkan. Namun, putusan PTUN ini tidak secara langsung membatalkan putusan DKPP, melainkan hanya membatalkan tindakan administratif yang menjadi turunannya.

Praktik hukum ini pernah terjadi pada kasus mantan anggota KPU RI, Evi Novida Ginting Manik. Meskipun DKPP telah memutuskan untuk memberhentikannya, Evi menggugat Keputusan Presiden (Keppres) tentang pemberhentiannya di PTUN. Gugatannya dikabulkan oleh PTUN Jakarta, yang membatalkan Keppres tersebut dan memerintahkan Presiden untuk memulihkan posisinya.

Alur hukum ini menunjukkan bahwa meskipun putusan DKPP final, masih ada jalan untuk menguji keabsahan tindakan administratif yang menjadi akibat dari putusan tersebut.

Dengan demikian, meskipun putusan DKPP dan PTUN memiliki landasan hukum yang kuat, persinggungan kewenangan antara keduanya merupakan persoalan serius yang membutuhkan penyesuaian regulasi agar dapat menciptakan kepastian hukum dalam proses Pemilu di Indonesia.

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال