Guru Besar IPB University: Lebih dari 60 Persen Nelayan Indonesia Tidak Punya “SIM” Mengemudikan Kapal

 


Jakarta, IMC-
Sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang besar bagi ekonomi nasional. Peluang produksi hasil tangkapnya meningkat, dari angka 7,19 persen (6,54 juta ton) pada tahun 2016, naik mencapai 7,7 juta ton pada tahun 2020.


“Yang jadi masalah, saat ini ada beberapa alat tangkap yang ramah lingkungan dan tidak ramah lingkungan. Selain itu, kadang muncul penilaian bahwa perikanan tangkap itu tidak ramah lingkungan. Tapi hingga saat ini belum ada alat tangkap lain yang ramah lingkungan,” ujar Prof Mohammad Imron, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University saat Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah, (8/12/2022).

“Misal cantrang, jaman Menteri Susi dilarang. Kemudian dibolehkan lagi oleh Prabowo, tapi sekarang dilarang lagi. Oleh karena itu pengembangan alat penangkapan ikan yang efektif dan ramah lingkungan sangat dibutuhkan saat ini. Alat tangkap yang efektif belum tentu ramah lingkungan begitu juga sebaliknya,” imbuhnya.

Menurutnya, solusi alat tangkap yang dikatakan tidak ramah lingkungan dapat tetap dioperasikan dengan memperbaiki konstruksi atau metodenya. Contohnya penggunaan alat tangkap trammel net yang merupakan hasil modifikasi dan digunakan untuk mengganti alat tangkap trawl yang dilarang dioperasikan.

“Sebenarnya cantrang juga tetap dapat dioperasikan jika ada perbaikan terhadap konstruksi dan metodenya. Cantrang dapat dimodifikasi sebagai pencegahan tertangkapnya spesies yang dilindungi,” jelasnya.

Pada sisi sumberdaya manusianya, lanjutnya, awak kapal penangkap ikan harus dibekali dengan beberapa keahlian (skill). Perikanan tangkap Indonesia dikategorikan masih tradisional karena masih didominasi oleh nelayan kecil.

“Maka perlu kita dorong supaya para nelayan bisa menangkap ke wilayah yang lebih jauh dari pantai karena potensi sumberdaya di lepas pantai atau di lautan belum banyak dimanfaatkan. Banyak nelayan asing yang masuk ke wilayah perairan kita, itu yang membuat pencurian ikan. Karena luasnya wilayah perairan kita, kadang tidak terawasi. Ini tantangan yg perlu diatasi sehingga kedepan bisa lebih baik lagi,” jelasnya.

Ia menjelaskan, yang perlu dilakukan untuk nelayan Indonesia adalah meningkatkan keahlian dan keterampilan mereka dalam menangkap ikan. Lebih dari 60 persen nelayan belum tersertifikasi, baik untuk keahliannya maupun keterampilannya.  Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan (ANKAPIN) dan Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan (ATKAPIN) itu seharusnya mereka miliki.

“Sertifikat ini semacam “SIM” di lautan, karena ini bisa mencirikan bahwa nelayan bisa mengemudikan kapal. Meskipun banyak awak kapal penangkap ikan yang belum memiliki sertifikat kompetensi kepelautan, namun mereka tetap mendapatkan surat izin berlayar dari syahbandar. Dampaknya adalah para awak kapal tidak mendapatkan upah dan fasilitas sesuai kompetensi,” lanjutnya.

Oleh karena itu, tambahnya, sudah menjadi tuntutan zaman untuk menjadikan SDM perikanan tangkap unggul sehingga terwujudnya keberlanjutan. (Zul/ Red)

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال