Kupang (NTT),IMC– Konflik tanah dan hutan adat Pubabu-Besipae dengan Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur hingga penggusuran 29 rumah milik warga Pubabu-Besipae memantik Komisi Nasional Hak Asasi Manusia turun ke Kupang dan melakukan investigasi langsung di Pubabu-Besipae dan bertemu dengan para pihak yang berkonflik.
Hasil investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia melahirkan Rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nomor 1.055/R-PMT/IX/2020 tanggal 3 September 2020 yang ditandatangani oleh Komisioner Beka Ulung Hapsara.
Rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ditujukan kepada Gubernur NTT, Kapolda NTT, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional NTT, Kepala Dinas Kehutanan NTT dan masyarakat adat Pubabu-Besipae.
Rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan tembusan kepada Ketua Komnas HAM RI, Mentri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Mentri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kapolri, Ketua DPRD NTT, Bupati Timor Tengah Selatan, Kapolres TTS, Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, Direktur Eksekutif Walhi.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memberikan Rekomendasi kepada Gubernur NTT antara lain; mengedepankan dan memberikan opsi-opsi penyelesaian konflik lahan Pubabu-Besipae berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Segera melakukan pengukuran ulang dan pendataan yang partisipatif dengan melibatkan keseluruhan masyarakat adat Pubabu-Besipae baik yang terdampak penggusuran, maupun tua-tua adat dan tokoh adat dan pihak lain terkait seperti KLHK dan BPN sehubungan dengan batas-batas wilayah pada sertifikat hak pakai Nomor 1 Tahun 2013.
Menyediakan ruang dialog dengan menetapkan zona damai diwilayah konflik dalam upaya penanganan permasalahan ini dengan memberikan ruang kepada pihak Gereja untuk memfasilitasi upaya mediasi.
Menjamin pemenuhan hak atas kebutuhan dasar masyarakat adat Pubabu-Besipae yg terdampak penggusuran berupa tempat tinggal sementara yg layak selama upaya penyelesaian konflik lahan dilakukan.
Pengembalian/penggantian barang-barang milik masyarakat yang diambil saat penggusuran, penyediaan makanan serta sumber pangan yang layak.
Menjamin hak atas rasa aman masyarakat adat Pubabu-Besipae dengan mengedepankn dialog partisipatif bersama seluruh elemen masyarakat adat Pubabu-Besipae serta menghindari pendekatan keamanan dalam penyelesaian konflik lahan di Pubabu-Besipae.
Menjamin terpenuhinya hak pendidikan dan kesehatan masyarakat adat Pubabu-Besipae. Melakukan pemulihan phisikologi masyarakat adat Pubabu-Besipae yang terdampak penggusuran dn berhadapan dengan aparat pengamanan terutama perempuan dan anak.
Adanya kontinuitas kegiatan pertanian, perkebunan, dan peternakan dilokasi hak pakai setelah trdapat kejelasan status terkait konflik lahan Pubabu-Besipae.
Rekomendasi kepada Kapolda NTT antara lain; menggunakan upaya persuasif, menjunjung HAM, dan menghindari penggunaan kekerasan dalam menjaga situasi yang kondusif dlm penanganan kasus konflik lahan di Pubabu-Besipae.
Memberikan akses kepada pendamping hukum maupun hak atas informasi terhadap proses penyelidikan dn penyidikan kasus yang melibatkan masyarakat adat Pubabu-Besipae.
Kepala Wilayah BPN NTT antara lain; memberikan opsi-opsi penanganan dan penyelesaian terkait konflik lahan di Pubabu-Besipae dan masyarakat adat lainnya dengan mengedepankan pendekatan dialog partisipatif berdasar pada prinsip-prinsip hak asasi manusia dan nilai kearifan lokal.
Kepala Dinas Kehutanan NTT antara lain; melakukan tinjauan terhadap aspek kehutanan diwilayah Pubabu-Besipae yang sedang berkonflik.
Kepada masyarakat adat Pubabu-Besipae antara lain; menjaga suasana kondusif dn mengedepankan dialog serta penyelesaian permasalahan secara kekeluargaan diantara masyarakat adat. Menggunakan upaya-upaya yang sesuai dengan ketentuan aturan dan perundang-undangan yang berlaku dalam memperjuangkan hak-haknya.
Komnas HAM RI mendorong para pihak untuk mematuhi dan menjalankan rekomendasi tersebut dalam rangka perlindungan dan pemenuhan hak yang dijamin dalam Pasal 9 ayat (3), Pasal 17, dan Pasal 36 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM serta memberikan perkembangan implementasi rekomendasi diatas dalam kurun waktu hingga dua bulan sejak rekomendasi ini dikeluarkan.(*/Red)
Tags
Hukum & Kriminal