Ketimpangan Ekonomi Indonesia, pertanda Gagalnya Jokowi

Ketimpangan Ekonomi Indonesia, pertanda Gagalnya Jokowi

Oleh : Akhmad Bumi, SH

Jakarta, IMC -  Catatan Prabowo dalam bukunya Paradoks Indonesia, Negara Kaya Raya, tetapi masih banyak rakyat hidup miskin, buku setebal 132 halaman terbit tahun 2017 ini mengulas tentang Indonesia, dengan tulisan yang cukup kritis dan menukik kedalam.

Menurut Prabowo, Indonesia negara kaya, tetapi masih banyak rakyat hidup miskin. Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang sangat besar. Namun, jika dulu kekayaan Indonesia hanya dinikmati oleh penjajah, sekarang kekayaan Indonesia hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Kita juga terancam selamanya hanya jadi negara berpenghasilan menengah karena strategi ekonomi kita saat ini gagal mengatasi middle income trap atau perangkap pendapatan menengah.

Di tahun 2016, hampir setengah kekayaan dikuasai oleh 1% populasi terkaya. Bagaimana ada Rp 11.000 triliun milik orang dan perusahaan Indonesia, jumlah yang 5x lebih banyak dari anggaran negara, parkir diluar negeri. Bagaimana 40% dari angkatan kerja hanya lulusan SD, dan 1 dari 3 anak Indonesia mengalami gagal tumbuh atau stunting. 

Demi mengatasi Paradoks Indonesia dan mencegah Tragedi Indonesia, buku Prabowo Subianto ini juga menjelaskan bagaimana setiap WNI dapat turut berperan menjawab tantangan sejarah, menjadikan Indonesia bangsa yang kuat, terhormat, adil dan makmur
Bangsa kelas atas yang disegani, bukan bangsa menengah apalagi kelas bawah yang seringkali dianggap remeh.

Dalam buku tsb, Prabowo mengutip Data Pusat Statistik (Susenas), 2015, dituliskan masih ada 29 juta orang Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan yang ditetapkan pemerintah. Ini mencakup 8,3% penduduk kota dan 14,2% penduduk desa. Prabowo juga menyebutkan data Bank Dunia, 2015 yang mencatat masih terdapat 68 juta orang Indonesia terancam miskin. 26,9% atau 68 juta orang Indonesia hidup kurang dari 50% diatas garis kemiskinan nasional (PPP US$ 1,30). Jika mereka mengalami masalah ekonomi, mereka bisa jatuh miskin dengan mudah. Dalam buku ini juga Prabowo mengutip Konsorsium Agraria, 2014, menuliskan rasio ketimpangan kepemilikan dan penguasaan tanah saat ini: 0.72, artinya 72% tanah dikuasai sekitar 2,5 juta orang saja.

Prabowo menawarkan untuk membangun kesadaran nasional, untuk menjawab tantangan demokrasi yang dikuasai pemodal, mencegah tragedi Indonesia dengan mewujudkan ekonomi konstitusi dan mewujudkan demokrasi rakyat. Setelah 70 tahun lebih merdeka, kita menuju negara gagal. Ekonomi kita sakit karena salah urus, Indonesia kaya akan SDA dan sumber daya manusia tapi rakyat Indonesia hidup dalam ketimpangan dan kemiskinan. Kondisi inilah disebut sebagai Pradoks Indonesia (Hlm. 13). Menurut Prabowo perlu membangun kesadaran bersama, membangun kesadaran nasional dan memilih untuk jadi pejuang politik tulis Prabowo (Hlm. 8).

Ekonomi Konstitusi

Untuk menjawab carut marut ekonomi bangsa dengan berbagai ketimpangan yang terjadi, Prabowo menawarkan kembali pada ekonomi konstitusi. Tentu yang dimaksud ekonomi konstitusi adalah kembali pada pasal 33 UUD 1945.

Pasal 33 sekalipun bukan mengatur tujuan menyelenggarakan negara, tapi merupakan amanat konstitusi yang harus dilaksanakan sebagai alat untuk menjalankan negara.

Dengan tidak menjalankan negara beradasarkan pasal-pasal konstitusi, diartikan negara telah diselewengkan dari konstitusi.

Prabowo mengajak kembali pada ekonomi konstitusi, tersirat makna, ada penyelewengan yang dijalankan, tidak sesuai konstitusi. Setidaknya demokrasi ekonomi sesuai pasal 33 UUD 1945 tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Masalah demokrasi ekonomi yang belum berjalan itu, sering kali diajukan pertanyaan tentang arti demokrasi yang didalam UUD 1945 disebut dengan kedaulatan rakyat. 

Demokrasi bagi kita telas jelas, bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat. Artinya, rakyat yang memerdekakan dirinya lalu membentuk republik ini. Rakyat pula yang memilih presiden dan pemerintahan. Kepada pemerintah, rakyat memberikan amanatnya untuk menjalankan negara berdasarkan ketentuan dalam konstitusi untuk mencapai kesejahteraan rakyat menuju masyarakat adil dan makmur.

Nah, kalau menurut rakyat presiden dan pemerintahannya tidak mampu menjalankan amanat tsb, maka rakyat pula berhak bersuara untuk menggantikan presiden dan pemerintahannya melalui pemilihan umum. Itulah demokrasi. Dan itu berlaku dimana-mana didunia ini bagi negara yang mengakui demokrasi. 

Pergantian presiden adalah wajar, tidak lain adalah untuk memperbaiki hasil kerja masa lalu (bukan untuk melestarikan kekuasaan), bahkan menjadi keharusan. Sebagaimana pasal 33 UUD 1945, demokrasi atau kedaulatan rakyat adalah juga alat menjalankan negara, bukan produk pemerintah.

Gerakan #2019GantiPresiden adalah gerakan rakyat. Rakyat menaruh kecurigaan kepada presiden, jangan-jangan presiden tidak mampu menjalankan amanat rakyat melalui konstitusi itu. Kecurigaan rakyat itu dibenarkan dalam sistem demokrasi. Wujud dari kecurigaan rakyat kemudian melahirkan gerakan #2019GantiPresiden. 

Gerakan tsb sah dan bahagian dari mekanisme kontrol agar perjalanan negara dalam mencapai tujuan kemerdekaan berlangsung dengan sebaik-baiknya sesuai kehendak rakyat.

Ketidakmampuan presiden dalam menjalankan demokrasi ekonomi untuk mewujud, bisa diketahui antara lain dari berfungsi atau tidaknya lembaga-lembaga atau unsur-unsur demokrasi tsb. Rakyat lebih dominan menyoroti presiden dan lembaga pemerintahnya (eksekutif) yang paling dominan menjalankan amanat-amanat konstitusi, ketimbang lembaga atau unsur demokrasi lain seperti lembaga legislatif, lembaga yudikatif dll.

Ketimpangan Ekonomi

Terkait ketimpangan ekonomi yang tidak sesuai pasal 33 UUD 1945 telah banyak pakar, para ekonom menulisnya. Ketimpangan yang mencolok adlh pada pelaksanaan pasal 33 UUD 1945. 

Pasal 33 menyatakan penolakan terhadap demokrasi ekonomi atas sistem kapitalis dari usaha perorangan atau sekelompok orang...cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi akan jatuh ke tangan orang seorang yang sedang menunggangi orang yang berkuasa dan akhirnya rakyat banyak ditindasnya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ditangan orang-seorang.

Melihat kembali cita-cita kedaulatan ekonomi sesuai doktrin pasal 33, maka jelas ketimpangan begitu dalam. Hampir seluruh kekayaan sumber daya alam dikuasai asing (korporasi), bukan hanya SDA tapi hampir seluruh hak-hak kepemilikan diambil alih oleh mereka, para korporasi dan group.  

Olehnya dalam buku Pradoks Indonesia tulisan Prabowo Subianto menyebutnya ketimpangan yang sangat jauh dan tidak sesuai dengan cita-cita kedaulatan ekonomi bangsa. Pasal 33 adalah pasal yang mencegah free fight liberalism, karena kepentingan rakyat banyak dirugikan bahkan ditindas dan kepentingan orang seorang yang "berkuasa" khusus bagi mereka yang memegang tampuk produksi. Dalam demokrasi ekonomi sesuai pasal 33 kemakmuran rakyatlah yang diutamakan, bukan orang seorang. 

Oleh sebab itu sistem demokrasi ekonomi, perekonomian disusun bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Negara menguasai sumber-sumber kemakmuran rakyat untuk dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Disini "kepemimpinan negara" diartikan dalam kaitannya untuk mencapai kedaulatan ekonomi rakyat. Dengan demikian peran presiden yang justru menjadi besar untuk disoroti kaitan dengan ketimpangan ekonomi.

Ketimpangan kemudian disoroti dalam gerakan #2019GantiPresiden. Karena dasar perekonomian Indonesia tidak semata-mata konsep ekonomi tapi juga konsep politik. Dengan kata lain Pancasila sebagai konsep politik mempunyai jangkauan luas yang meliputi politik perekonomian Indonesia.

Kenapa demokrasi ekonomi menjadi penting? Karena hanya demokrasi politik belum menyelamatkan rakyat. Selain demokrasi politik, harus ada demokrasi ekonomi. Nasionalisme Indonesia haruslah sosio - nasionalisme dan demokrasi Indonesia haruslah sosio - demokrasi. Didalam sosio - nasionalisme ada nasionalisme-politik dan nasionalisme - ekonomi. Dan didalam sosio - demokrasi ada demokrasi - politik dan demokrasi - ekonomi.

Olehnya konsep demokrasi ekonomi tidak dapat dilepaskan dari konsep demokrasi politik. Ketika terjadi ketimpangan ekonomi, melahirkan ketidakadilan dan penyelewengan dari pasal dan ayat konstitusi, maka gerakan politik dengan tagar #2019GantiPresiden adalah pilihan tepat dan konstitusional. 

Ketimpangan ekonomi terjadi oleh karena peran presiden tidak berfungsi sebagaimana seharusnya atau presiden tidak menjalankan amanat pasal 33 UUD 1945 secara baik dan benar. 

Pesan Prabowo-Sandi

Kembali pada buku Paradoks Indonesia tulisan Prabowo Subianto, Prabowo mengajak untuk kembali pada ekonomi konstitusi / demokrasi rakyat. Prabowo juga mengajak rakyat Indonesia tampil sebagai pejuang politik untuk merebut kedaulatan politik untuk menyelamatkan ekonomi negara. 

Disaat yang bersamaan Sandiaga Salahudin Uno menyerukan untuk memperbaiki daya beli masyarakat, stabilisasi harga-harga pangan yang bermuara pada kekuatan ekonomi Emak-emak, Sandiaga melancarkan sorotan dalam ekonomi rill yang dihadapi warga setiap hari di desa-desa, dikampung-kampung, dilorong-lorong, dikios-kios, dipasar-pasar tradisional. Apa artinya membanggakan ekonomi makro dengan mengandalkan pertumbuhan ekonomi, tapi disaat bersamaan pemerataan pendapatan atau ekonomi rill malah terjadi ketimpangan yang mencolok. 

Pesan-pesan Prabowo Subianto dalam bukunya Paradoks Indonesia dan pesan simbolis Sandiaga Uno disetiap kali kunjungan adalah kritik pada Presiden Jokowi yang gagal membangun sendi-sendi demokrasi ekonomi Indonesia, akibatnya negara kehilangan arah dalam mengendalikan ekonomi negara.

Pesan Prabowo dan Sandiaga Uno tersirat, dalam demokrasi ekonomi harus ada pembelaan negara dan atas nama negara terhadap kepentingan ekonomi rakyat banyak diatas kepentingan perorangan dan kelompok. Negara berperan untuk menegakkan keadilan dan perekonomian agar tidak ada penindasan atasnama rakyat banyak. 

Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dari sumber-sumber kemakmuran yang berada di bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Negara dengan segala perlengkapannya mempunyai kekuasaan untuk menjamin agar proses tersebut dapat berlangsung sebaik-baiknya. Ketimpangan ekonomi negara, bukti gagalnya Jokowi dalam menyelenggarakan negara sesuai amanat konstitusi.

Jakarta, 4 September 2019

*Akhmad Bumi*
Ketua Harian Rumah Pejuang Indonesia (RPI) / Alumni HMI

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال