200 Kilo Liter BBM Jenis Premium Hak Kab. Lembata, Menghilang !

Lembata, IMC - Suplay Bahan Bakar Minyak (BBM) di kabupaten Lembata sangat memprihatinkan. Antrian panjang tampak mengular di sepanjang jalan Trans Lembata.

Tampak antrian ke timur hingga depan kantor DPRD dan kantor Bupati Lembata dan ke barat, sampai di Rumah Jabatan Wakil Bupati dan Ketua DPRD Lembata. Hal ini disebabkan kuota BBM khusus premium di batasi angkutan oleh pihak Syahbandar Larantuka.

Menurut Ny. Nurhayati Amirudin (pemilik AMPS di Lembata) saat di hubungi media ini (Jumat, 30/3/2018) menjelaskan, jatah BBM di Lembata adalah premium 500 kilo liter per bulan, solar 200 kilo liter per bulan dan minyak tanah 175 kilo liter per bulan.

"Sekarang tiap hari kita hanya diberi ijin oleh syahbandar, bisa muat premium 10 kilo liter atau 10.000 liter. Kalau 10 kilo liter tiap hari maka 30 hari atau satu bulan hanya 300 kilo liter. Ada 200 kilo liter hak kabupaten Lembata yang hilang," ujar Nurhayati.

"Padahal dari 6 bulan sebelumnya tidak seperti ini, kami diberi ijin berlayar untuk muat 20 kilo liter per hari. Sebelumnya kami muat normal dengan armada yang sama, seperti biasa, dan kapasitas atau gudang tampung kami lebih dari cukup sesuai kuota," sambungnya.

Kepala Syahbandar Larantuka, Simon B. Baon kepada Pos Kupang (Senin, 19/2/2018) mengatakan, pihak syahbandar tidak memiliki otoritas membatasi kuota BBM ke Lembata.

"Armada yang ada tidak bisa memuat 20 ton tiap hari, kami hanya menjaga keselamatan pelayaran," jelas Simon.

Sementara Emanuel Belida Wahon, SH saat dihubungi secara terpisah menjelaskan, Pemerintah Lembata perlu mengawasi kuota BBM yang menjadi hak kabupaten Lembata.

"Ini BBM bersubsidi dan hal ini adalah hak masyarakat. Kalau dikurangi, yang sisa itu pertamina lepaskan ke siapa? Sementara itu adalah hak Lembata. Pemda dan DPRD perlu mengawasi!" Jelas Emanuel.

Menurutnya, Pemerintah Lembata juga perlu memikirkan depot Pertamina di Lembata, karena saat ini rutenya cukup panjang. Dari Pertamina ke Depot Maumere, berlanjut ke Larantuka dan menyebrang laut ke Lembata. Tiba di pelabuan muat lagi ke gudang milik APMS.

Pemda harus memikirkan bagaimana BBM itu dari Pertamina bisa langsung ke Lembata, tidak lagi menyinggahi Maumere dan Larantuka. Karena jarak menentukan harga tapi harga (HET) sudah ditentukan pemerintah.

"Pada masa Pejabat Bupati Piter Manuk di 2017, hal tersebut sudah dirintis dengan pihak swasta dan MoU dengan Pertamina, untuk muat BBM dari Pertamina langsung ke Lembata, dan memanfaatkan jober/tanki yang ada agar tidak menjadi besi tua. Dari jober tinggal diangkut ke SPBU, tidak lagi ke Larantuka, saat itu sudah ada perjanjian kerja sama tersebut. Tapi di masa Bupati Yance hal itu dibatalkan," jelasnya.

BBM sangatlah penting karena menyangkut kebutuhan dasar. Pemerintah harus sungguh-sungguh memperhatikan, lupakan dulu mimpi-mimpi lain, seperti membangun rumah makan terapung di Awololong seperti di  Ampera Palembang-Sungai Musi, karena hal itu bukan kebutuhan mendesak.

"Perbaiki dulu produktivitas masyarakat dan daya beli yang kuat, biar tidak rapuh. Kalau daya beli masyarakat bagus, jangankan rumah makan terapung di Awololong di teluk Lewoleba, rumah makan di laut lepas depan tanjung baja juga bisa. Pasti diminati masyarakat, karena daya beli masyarakat sudah bagus. Kalau dibuat hanya jadi tempat selfi atau foto-foto ya cukup di kuma resort," kritiknya.

"Selain itu, Pemerintah juga perlu mengawasi penjualan enceran BBM di lapangan, karena BBM merupakan kebutuhan dasar warga. Sekarang jual enceran di lapangan mulai dari 15ribu sampai 100ribu per liter," jelasnya.

Sementara Masludin Ladidi, SH selaku Kabid Advokasi LBH Sikap Lembata menyatakan, pihaknya saat ini membuka posko pengaduan masyarakat.

"Bagi masyarakat Lembata yang merasa dirugikan oleh tindakan Syahbandar Larantuka, Pertamina dan Pemda Lembata, silahkan mengadu, kita kaji sama-sama dan kita perjuangkan sama-sama tentang kelangkaan BBM di Lembata ini," tutup Masludin. (*)

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال