Mengenal Gaharu, Pohon Termahal di Dunia


Jakarta, IMC - Pohon Gaharu (Aqualaria spp) merupakan jenis kayu keras yang sangat mudah untuk dibudidayakan di daerah tropis seperti Indonesia. Gaharu tidak memerlukan tempat berkembangbiak secara khusus. Oleh sebab itu kayu gaharu bisa hidup di berbagai tempat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Kayu gaharu diekspor ke berbagai negara seperti Saudi Arabia, Kuwait, Yaman, United Emirat, Turki, Singapura, Jepang, China, dan Amerika Serikat. Di sana kayu gaharu dijadikan bahan baku untuk industri kosmetik, wewangian, obat-obatan, hingga menjadi hio (dupa wewangian) dan aneka kerajinan.

Gaharu merupakan tumbuhan dari jenis pohon yang termahal di dunia, adanya resin atau gupal yang terkandung di dalam pohon gaharu inilah yang menjadikan pohon ini sangat mahal harganya. Resin atau gupal terbentuk karena terjadinya infeksi sejenis jamur parasit (yang disebut kapang) dari anggota kelas Ascomycetes.

Terdapat 20 species gaharu yang tersebar di Asia seperti China, Asia Tenggara, hingga India. Di Indonesia sendiri sedikitnya terdapat 6 species pohon gaharu, namun yang paling terkenal adalah species Aquilaria malaccensis.

Di pasaran dalam negeri, kualitas gaharu dikelompokkan menjadi 6 kelas mutu, yaitu Super (Super King, Super, Super AB), Tanggung, Kacangan (Kacangan A, B, dan C), Teri (Teri A, B, C, Teri Kulit A, B), Kemedangan (A, B, C) dan Suloan. Klasifikasi mutu tersebut berbeda dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang membagi mutu gaharu menjadi 3 yaitu Klas Gubal, Kemedangan, dan Klas Abu. Perbedaan klasifikasi tersebut sering merugikan pencari gaharu karena tidak didasari dengan kriteria yang jelas.

Kualitas terbaik gaharu di Indonesia berasal dari hutan Kalimantan Timur yang bisa terjual hingga Rp150 juta per kilogram. Biasanya berasal dari alam yang masing jarang tersentuh manusia, berumur ratusan tahun dan terinfeksi secara alami di hutan belantara seperti Papua, Sulawesi dan Kalimantan. Di China jenis kayu tersebut bisa mencapai hingga Rp.400 juta per kilogram, sedangkan di kawasan Timur Tengah harganya bisa mencapai Rp.300 juta per kilogram.

Mahalnya kayu gaharu berdampak pada terancamnya kelestarian pohon gaharu di habitat aslinya. Ini terjadi karena tidak sedikit masyarakat yang memilih menebang gaharu dari alam ketimbang membudidayakannya. CITES (Convention On International Trade In Endangered Species Of Wild Fauna And Flora) mengatur ketat perdagangan kayu ini dengan memberlakukan kuota di masing-masing negara, hal ini untuk mempertahankan kelestariannya di alam karena keberadaannya yang hampir punah.

Memang pembudidayaan gaharu membutuhkan waktu yang lama, dan untuk menghasilkan gaharu yang mengandung resin (gupal) tidaklah mudah. Jauh lebih mudah melakukan pemburuan dan penebangan kayu gaharu langsung dari hutan. Menanam gaharu membutuhkan kesabaran ekstra. Apalagi jika petani memilih menanam dari bibit, harus rajin melakukan pengecekan secara berkala, serta mengenali penyakit yang kemungkinan menyerang sehingga mengakibatkan gubal tidak terbentuk dengan sempurna.


Pembudidayaan Gaharu

A. Hal yang perlu diperhatikan dalam menanam pohon gaharu:

Tanah. Petani tidak perlu bingung mengenai struktur tanah untuk menanam pohon Gaharu karena pohon ini bersifat tidak memilih tanah (0 - 1200 M dpl),  yang terpenting tanah tidak terendam air seperti sawah atau rawa.

Pola Tanam Pohon Gaharu.

- Pola Tanam Monokultur. Satu areal lahan perkebunan khusus ditanami Pohon Gaharu. Jarak tanam yang dapat digunakan antar pohon boleh 1m x 1m, 2m x 2m, 3m x 3m (menyesuaikan lahan yang ada). Setelah bibit ditanam perlu perawatan ekstra selama 6 - 12 bulan karena pohon ini adalah jenis yang perlu naungan/teduhan (40%-60% cahaya). Hindari cahaya matahari langsung mulai pukul 10.00 s.d 15.00.

- Pola Tanam Tumpang Sari. Yakni menanam pohon gaharu di sela-sela tanaman lainnya. Penanaman Tumpang Sari bersama dengan pohon sawit, karet, sengon, jabon, mahoni, dapat juga ditanam bersama tanaman pertanian lainnya seperti cabai, buah-buahan, tomat, singkong, jagung, dll. Pohon Gaharu dapat pula ditanam disekeliling pekarangan rumah, Masjid, Sekolahan, Perkantoran atau disekeliling kolam ikan dan peternakan. Dengan cara ini disela-sela lahan yang kosong dapat kita manfaatkan semaksimal mungkin sambil menunggu 5-6 tahun untuk panen Gaharu

B. Cara menanam gaharu:

- Buat lubang untuk menanam bibit gaharu dengan ukuran 40cm x  40cm x  40cm.

- Isi   lubang dengan pupuk kandang atau kompos sebanyak 2 sampai 5 kg dicampur dengan tanah.

- Diamkan selama 2 sampai 4 minggu baru kemudian bibit siap untuk ditanam

C. Cara Menginokulasi Pohon Gaharu.

- Inokulasi perlu dilakukan guna mempercepat tumbuhnya Gubal, yakni pada saat pohon gaharu berumur rata – rata minimal tiga tahun, atau diameter batang mencapai 10 – 15 cm. Hasil terbaik untuk mendapatkan resin gaharu yaitu dengan melakukan penyuntikan teknik spiral, bahan dan alat yang dibutuhkan adalah :

* Bor kayu dengan ukuran minimal 10 mm, sesuai dengan diameter batang semakin besar diameternya maka ukuran bor semakin besar, ukuran bor yang biasa digunakan berukuran 13 mm.

* Genset kapasitas 450 watt atau 900 watt dan alat bor listrik.

* Spidol permanent sebagai penanda titik bor.

* Alat ukur meteran untuk mengukur keliling batang dan jarak titik bor satu dengan lainnya.

* Pinset dan suntikan sesuai ukuran bor.

* Alkohol 70 % untuk sterilkan alat dan lubang hasil bor kayu.

* Masker, gunting serta kapas.

* Lilin lunak, plester atau lakban, untuk menutup lubang bor.

* Sarung tangan karet dan Inokulan Gaharu.

- Proses pengerjaannya dengan mengikuti prosedur dibawah ini :

* Ukur titik pengeboran awal 1 meter dari permukaan tanah. Beri tanda dengan spidol. Kemudian buat lagi titik pengeboran diatasnya dengan mengeser kearah horizontal sejauh 15 cm dan vertical 15 cm. Dengan cara yang sama, buatlah titik berikutnya hingga membentuk garis spiral apabila dihubungkan.

* Ukur lingkaran batang untuk mendapatkan diameter batang. Misalkan lingkaran batang 60 cm, hitung diameternya dengan rumus : Keliling Lingkaran = diameter x 3,14. Contoh 60 cm = diameter x 3,14 berarti diameter batang = 60 cm : 3,14 = 19,11 cm.

* Buat lubang sedalam 1/3 diameter batang, pada titik pengeboran yang sudah ditandai dengan spidol. Contoh : Kedalaman lubang bor = diameter batang : 1/3 = 19,11 : 1/3 = 6,4 cm.

* Bersihkan lubang bor dengan kapas yang sudah dibasuh dengan alcohol.

* Masukkan inokulan dengan pinset kedalam suntikan yang ujungnya sudah dipotong, kemudian masukkan inokulan kedalam lubang sampai penuh.

* Tutup lubang yang telah terisi penuh inokulan dengan lilin agar tak terkontaminasi oleh mikroba lain. Untuk mencegah air merembes, permukaan lilin ditutup kembali dengan plester atau lakban.

* Cek keberhasilan penyuntikan setelah 3 bulan, caranya buka plester dan lilin kemudian kupas sedikit kulit batang, jika batang tampak berwarna coklat kehitam hitaman berarti penyuntikan berhasil. Tutup kembali lubang dengan lilin dan plester.

Tujuh bulan setelah penyuntikan, ambil sampel dengan mengebor lubang baru 5 cm diatas lubang sebelumnya. Jika serbuk hasil bor sudah hitam atau wangi atau sesuai dengan ciri-ciri yang diinginkan, maka pohon sudah dapat dipanen. Jika belum sesuai tutup kembali lubang dengan lilin. Tanda hasil mulai maksimal yakni jika daun gaharu sudah mengering 50 %, hal ini biasanya terjadi pada 1,5 tahun sampai 2 tahun setelah penyuntikan, tergantung dari besarnya diameter batang. Semakin besar diameter batang maka proses mengeringnya daun semakin lama.


Kendala Budidaya Gaharu

Pada umumnya ada 4 faktor kendala utama dalam budidaya gaharu:

1.Mahalnya harga inokulan atau aerokulan.

Harga inokulan atau aerokulan di pasaran berkisar antara Rp.500.000 s.d Rp.1.200.000 per liternya. Satu liter hanya cukup untuk 4-6 batang pohon, tergantung besarnya pohon. Bahkan, sejenis inokulan cair keluaran Sabah, Malaysia, direkomendasikan dengan dosis 2 liter perpohonnya. Padahal mereka menjual inokulan produk mereka dengan harga RM300 atau sekitar satu juta rupiah perliternya!

2. Sulitnya melakukan proses inokulasi.

Mengebor ratusan titik pada pohon yang berdiri tegak, lalu menyuntikkan beberapa tetes inokulan ke dalam tiap lubang, kemudian menutupnya kembali dengan lilin malam, bukanlah pekerjaan yang mudah. Resikonyapun cukup tinggi. Selain itu, seluruh peralatan harus dijaga agar tetap steril, hal ini untuk mencegah masuknya benih penyakit yang tak dikehendaki pada pelukaan pohon. Biasanya tehnisi menggunakan alkohol 70% pada peralatan dan pada lubang yang baru terbentuk.

3. Tingkat keberhasilan yang tidak dapat diprediksi.

Tak jarang juga proses inokulasi yang memakan biaya, tenaga dan waktu yang tidak sedikit itu pada akhirnya mengalami kegagalan.

Penyebabnya antara lain :

- Jenis isolat tidak sesuai. Hal ini terjadi karena ada sekitar 27 jenis pohon penghasil gaharu, dan masing-masing menghendaki isolat yang berbeda. Jenis gaharu yang paling mudah diinokulasi dan paling tinggi tingkat keberhasilannya adalah “Aquilaria malaccensis”. Namun harga jual gubalnya hanya sekitar Rp5 juta/kg.

- Terjadi pembusukan pada batang pohon yang dibor. Pembusukan dapat disebabkan karena peralatan yang kurang steril atau bisa juga karena lubang bor kemasukan air. Karena itu proses inokulasi dianjurkan dilakukan di musim kemarau.

- Terjadinya restorasi. Gubal dan kamedangan (bagian pohon penghasil gaharu) terbentuk kembali menjadi kayu. Penyebabnya adalah isolat yang diterapkan, kalah oleh resin yang dikeluarkan oleh pohon gaharu. Resin/serum yang dikeluarkan oleh pohon gaharu, bertujuan untuk mengobati luka dan mengatasi serangan isolat yang terjadi. Ciri inokulasi yang berhasil adalah: daun sebagian tampak layu setelah 3 bulan diinokulasi, lalu pulih kembali.

Jika tidak pulih, maka pohon akan mati dan ini berarti gubal belum terbentuk sempurna. Gubal mulai sempurna dalam masa tiga tahun sesudah inokulasi. Jika begini, maka petani hanya akan mendapatkan kamedangan, yang harga jualnya sekitar Rp.200.000-Rp.500.000 per kg. Pohon mati bisa disebabkan karena lubang terlalu banyak atau dosis isolat terlalu tinggi, atau bisa juga dikarenakan pelapukan akibat tehnik bor yang salah. Ketika mengebor, usahakan agar inti pohon tidak terkena mata bor. Lubang bor yang terlalu banyak dan rapat juga akan membuat pohon mudah patah ketika ada angin kencang.

4. Tidak Jelasnya Pemasaran Gubal Gaharu.

Gubal gaharu merupakan barang langka yang mahal dan diburu pembeli, baik pembeli dari dalam negeri maupun dari luar negeri, namun umumnya mereka tidak mau bermain secara terbuka, harga dan grade biasanya ditetapkan semata-mata berdasarkan kesepakatan. Tentu saja ini membuka peluang permainan yang sangat besar. Petani yang tidak memahami grade dan harga, bisa menjadi pihak yang sangat dirugikan. Hal ini dapat diminimalisir dengan melakukan kerjasama dengan pihak ASGARIN (Asosiasi Gaharu Indonesia),  yakni sebuah wadah professional yang membantu petani dan pedagang gaharu di Indonesia.

(Dikutip dari berbagai sumber)

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال