Ketua Komnas Perlindungan Anak Angkat Bicara atas Lambannya Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Anak Di Bogor




Jakarta, IMC - Peningkatan proses lidik ke sidik oleh Polresta Bogor atas kasus kejahatan seksual  yang menimpa QZA (5) murid taman kanak-kanak (TK) di Bogor yang diduga dilakukan oleh S alias Udin guru TKnya pada bulan Mei 2017 dan sudah memasuki tahap mengirimkan SPDP kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) patutlah diapreasiasi dan segera  dinyatakan  lengkap (P21) untuk segera menyerahkan tersangka untuk ditahan dan dimulainya pemeriksaan perkara di pengadilan. 

Namun sayangnya, bila merujuk pada Undang-Undang 
Republik Indonesia No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang mengatur tentang batasan waktu pemeriksaan perkara pidana anak, dengan tidak mengurangi rasa hormat terhadap kerja keras yang telah dilakukan penyidik bahwa tahapan proses lidik ke sidik yang dilakukan Penyidik Unit PPA Polresta Bogor Kota atas kasus ini sangatlah terbilang lamban.

Tahapan proses penyidikan belum sensitif  pada anak sekalipun telah mendapatkan bukti dan keterangan dari berbagai saksi dan ahli lainnya, namun karena belum mendapat persesuaian dari bukti-bukti hukum yang didapat maka kasus kekerasan seksual terhadap anak belum dapat dinyatakan lengkap untuk diajukan kepada Jaksa. 

Jika merujuk pada waktu kejadiaan perkara kekerasan seksual yang terjadi diawal bulan Mei hingga sekarang sudah memasuki pertengahan bulan Agustus, proses penyidikan ini juga belum lengkap dapat dikategorikan bahwa penyidik telah mengabaikan ketentuan dari UU SPPA.

Oleh sebab itu, guna keadilan bagi korban serta demi kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of the child) Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) sebagai lembaga pelaksana tugas dan fungsi keorganisasian dari Perkumpulan lembaga Perlindungan Anak (LPA) Pusat yang memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia, selain menghormati kerja keras penyidik, terdorong pula untuk mendesak penyidik Unit PPA Polresta Bogor Kota agar segera mentuntaskan penyidikannya dan menyerahkan berkas perkara kepada JPU untuj diteruskan ke pengadilan.

Untuk pemantauan dan pengawalan serta kontrol terhadap proses penanganan hukum yang diajukan Polresta Bogor Kota atas perkara kekerasan seksual terhadap anak ini, Komnas Anak juga akan menerjunkan Quick Investigator Voluntary Komnas Anak Tim Jawa Barat untuk menyiapkan langkah-langkah hukum serta mengorganisir konferensi pers dengan melibatkan elemen masyarakat Bogor termasuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Bogor Raya yang menaruh pembelaan terhadap kasus ini.

Demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Jakarta (21/8/17).

"Disamping itu, untuk meminta kepedulian dan tanggung jawab sosial pemerintah kota atas maraknya peristiwa kekerasan seksual di wilayah hukum Bogor, serta meminta pertanggung jawaban pemerintah kota Bogor atas predikat Kota Layak Anak yang diberikan pemerintah, Komnas Perlindungan Anak bersama elemen masyarakat dan pegiat perlindungan anak di Kota Bogor dalam waktu yang tidak terlalu lama akan mengagendakan bertemu Walikota Bogor dan jajarannya yang membidanginya," tambah Arist.

lebih jauh, Arist menyampaikan, pihaknya mengingatkan bahwa pada awal Mei korban mengalami kekerasan seksual yang diduga dilakukan berkali-kali oleh tersangka S alias Udin guru TK korban dengan cara mencolok kemaluan korban dengan menggunakan jari di sekolah TK di Bogor hingga kemaluan korban mengeluarkan darah dan menurut hasil visum rumah sakit secara intensif ditemukan lecet dimuka vagina korban setelah kemasukan benda tumpul. 

Dari kronologi kekerasan seksual yang menimpa murid TK ini, perbuatan S alias Udin adalah perbuatan yang tidak bisa diterima akal sehat manusia apalagi S adalah guru yang seharus melindungi anak dan sudah selayaknyalah terduga pelaku dihukum dengan seadil-adilnya.

Demi keadilan hukum bagi korban dan keluarganya, Komnas Perlindungan Anak mendorong penyidik Unit PPA Polresta Bogor Kota untuk menerapkan ketentuan pasal 81  ayat 1, 3 dan ayat 4 UU RI No. 27 Tahun 2016 tentang Pengesahan PP Pengganti Undang-Undang (PERPU) No. 01 Tahun 2016 tentang perubagan kedua UU RI No. 23 Tahun 2002 junto pasal 76 UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak dengan ancaman pidana mininal 10 tahun dan maksimal 20 tahun bahkan dapat ditambahkan dengan hukuman tambahan pidana seumur hidup.

"Disamping itu pula, Komnas Anak menghimbau kepada ibu dan keluarga korban harus waspada terhadap tawaran orang  untuk ikut membantu penanganan perkara yang sedang ditangani Polresta Bogor dan serahkan sajalah sepenuhnya proses hukumnya kepada pihak kepolisian," pungkasnya.

Laporan: Denni France
Editor : Ifud

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال