Ket Foto : Ketum PPWI Wilson Lalengke (Jas Biru) dan Presiden Jokowi (Kanan) |
Jakarta, IMC - Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia
(PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., MA., sangat menyayangkan tindakan kriminalisasi
atas hak memperoleh dan menyampaikan informasi bagi warga Negara yang
jelas-jelas dilindungi oleh undang-undang.
Hal ini disampaikan melalui WhatApp Messenger pribadinya kepada IndonesiaMediaCenter.com,
Selasa (02/05/2017). Pria yang telah menyelesaikan pendidikan
masternya di Birmingham University, England dan di Linkoping University, Swedia
ini mengatakan PPWI Nasional sangat menyesalkan upaya kriminalisasi
tersebut.
Terkait kasus pelaporan pimpinan LSM LembAHtari dan Gempur oleh Bupati Aceh Tamiang, sebagaimana berita yang ditayangkan oleh media online lintasatjeh.com, PPWI Nasional menyampaikan sikap sebagai berikut:
Terkait kasus pelaporan pimpinan LSM LembAHtari dan Gempur oleh Bupati Aceh Tamiang, sebagaimana berita yang ditayangkan oleh media online lintasatjeh.com, PPWI Nasional menyampaikan sikap sebagai berikut:
1. PPWI menolak keras
terhadap proses kriminalisasi pengelola ARAH, media publikasi internal LSM
LembAHtari dan LSM Gempur, oleh Polres Aceh Tamiang.
2. Polisi harus mampu bekerja secara profesional, yang salah satu
indikatornya adalah dapat mengungkap kebenaran dari sebuah informasi atau
laporan warga, sehingga ia bisa menentukan dengan tepat siapa yang benar dan
siapa yang salah.
3. Polisi tidak dibenarkan menjalankan tugas bagai robot, tanpa
menggunakan otaknya, tanpa berpikir, tanpa menganalisis masalah, dalam
menangani sebuah perkara. Polisi mesti meneliti dengan seksama setiap laporan
dan/atau pengaduan yg disampaikan oleh warga masyarakat ke kepolisian.
4. Adalah benar bahwa polisi tidak boleh menolak suatu pengaduan dari
warga yg disampaikan ke kantor polisi, baik di Polsek maupun Polres hingga ke
Polda dan Mabes Polri. Tetapi, setiap laporan harus ditelaah dengan baik,
teliti dan benar, sehingga polisi tidak menetapkan seseorang yang tidak bersalah
menjadi tersangka.
5. Kasus kriminalisasi wartawan, dan pewarta warga, banyak terjadi
karena ketidakmampuan oknum polisi melihat substansi persoalan yang diadukan
kepadanya. Secara umum, dasar aduan warga terkait pemberitaan adalah bahwa
warga tersebut merasa sakit hati, merasa dicemarkan nama baiknya, akibat
pemberitaan oleh wartawan atau pewarta warga (masyarakat biasa). Dalam
kasus-kasus seperti ini, polisi yang profesional seharusnya melihat substansi
persoalan, yakni apakah materi berita yang dianggap mencemarkan nama baik
sipelapor itu benar atau tidak benar, apakah sesuai data dan fakta atau
rekayasa belaka?
Jika ternyata
materi beritanya benar, sesuai fakta, didukung bukti-bukti valid, maka
sipelapor yg seharusnya diusut dan dipenjarakan, bukan sipenulis atau medianya
yang dikriminalisasi. Dengan cara kerja polisi profesional seperti itu maka
jargon "Wartawan Mitra Polri" benar-benar nyata adanya, bukan slogan
kosong belaka.
6. Terkait kasus pelaporan oleh oknum Bupati Aceh Tamiang terhadap
pewarta warga yang adalah pimpinan LSM LembAHtari dan LSM Gempur, atas nama
Sdr. Sayed Zainal dan Syahriel Nasir, PPWI Nasional mendesak Polri, baik Polres
Aceh Tamiang, Polda Aceh, maupun Mabes Polri agar meneliti apakah isi tulisan
laporan tahunan LSM LembAHtari tentang berbagai kasus yang melibatkan oknum
Bupati Aceh Tamiang itu benar, sesuai fakta, didukung data valid, atau tidak
benar dan rekayasa belaka??
7. Polisi tidak dibenarkan mempersoalkan media ARAH, sebagai wadah
publikasi internal LSM tersebut. Sesuai pasal 28F: "..., setiap orang
berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan *menyampaikan,
informasi menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.*"
Adalah sebuah
kesalahan besar, melanggar UUD 1945, yang tentunya dikategorikan pelanggaran
HAM, ketika polisi mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan informasi
tentang perilaku koruptif dan penyalahgunaan wewenang dari pejabat publik,
hanya karena ada laporan dari pejabat publik yang diberitakan itu. Justru
sebaliknya, pejabat yang bersangkutan yang harus diusut segera dan diajukan ke
meja hijau.
8. Kepada dewan pers, bekerjalah sesuai tugas pokoknya yg ditentukan
oleh UU, jangan menjadi alat kepentingan bagi pihak tertentu. Jika tidak
sanggup menjadi dewan yang mengayomi wartawan dan masyarakat pewarta, sebaiknya
ganti baju dan nama saja menjadi dewan pembela penguasa dan/atau pemilik uang.
Demikian untuk
diketahui, dimaklumi, dan dipublikasikan di media dan saluran yang tersedia.
Terimakasih. (Wilson-PPWI)
*Note:
pernyataan sikap ini dilindungi UUD NKRI 1945, pasal 28F: "Setiap orang
berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.*
Tags
Hukum & Kriminal