Makassar, IMC - Bedah buku “Reformasi Kejaksaan dalam Sistem Hukum Nasional”
merupakan momentum tepat untuk menggaungkan kembali penguatan kejaksaan yang
selama ini seolah ditinggalkan.
Grand desain
pembaruan kejaksaan tidak hanya tanggung jawab Korps Adhyaksa. Melainkan juga
harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan segenap komponen masyarakat.
"Jangan
sekali-kali berpikir kita dapat berjalan sendiri-sendiri. Semua pihak harus
dilibatkan dalam upaya penguatan kejaksaan," kata Kepala Kejaksaan Tinggi
Sulawesi Selatan, Jan Samuel Maringka, dalam bedah buku "Reformasi
Kejaksaan Dalam Sistem Hukum Nasional" bekerja sama dengan Pusat Kajian
Kejaksaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Rabu (15/3).
Menurut
Kajati yang juga melauncing “Jaksa Sahabat Masyarakat” mengatakan, komitmen
seluruh bangsa lndonesia dalam upaya mewujudkan penguatan Kejaksaan secara
kelembagaan mutlak sangat diperlukan. Karena, tidak mungkin sebuah negara
berjalan tanpa ditopang oleh lembaga
penuntutan yang profesional dan independen.
Diingatkan Jan
Samuel, sikap apatis serta tidak acuh terhadap lembaga Kejaksaan, justru pada
akhirnya akan berdampak pada kemampuan bangsa Indonesia dalam membangun
ketahanan nasional dalam menghadapi berbagai permasalahan kebangsaan yang ada.
Sebaliknya,
sebagai salah satu pilar penegakan hukum, bangunan institusi Kejaksaan harus
didukung sebuah pondasi kuat yang memungkinkannya untuk dapat melaksanakan
tugas dan fungsi secara optimal serta bebas dari berbagai intervensi yang dapat
melemahkannya.
"Penguatan
kejaksaan menjadi penting guna menjamin penuntutan yang independen. Untuk
mendukung upaya tersebut juga dibutuhkan penguatan dalam sistem ketatanegaraan,"
kata pendiri grup The Procecutor’s
Alliance ( TPA ) di media sosial.
Hingga kini, kelembagaan kejaksaan sendiri tidak diatur di
dalam konstitusi sehingga masih berada di bawah bayang-bayang lembaga penegak
hukum yang lain. Padahal, hampir seluruh negara sudah mengatur kejaksaan di
dalam konstitusinya.
"Ada 120
negara yang mengatur kejaksaan dalam konstitusinya. Di ASEAN sendiri ada
sembilan negara mengatur tentang kejaksaan dalam konstitusi," ujarnya.
Menurut Jan,
saat ini juga masih ada Tumpang tindih kewenangan penyidikan. Setidaknya ada 80
UU tentang kewenangan PPNS. Oleh sebab itu juga harus diwujudkan single
prosecution system.
Di lingkup
eksternal dan ketatanegaraan sendiri pun masih menemui berbagai kendala. Di
antaranya belum adanya kesatuan pandangan di antara pimpinan nasional tentang
perlunya jaminan konstitusional terhadap kemandirian dan kedudukan kejaksaan.
Kepala
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan yang baru saja di lantik dalam beberapa waktu
juga akan meresmikan Perumahan “ Graha Adhyaksa”yang di peruntukan untuk warga
Kejaksaan di kota Makassar itu manambahkan,"Posisi kejaksaan dalam UUD
1945 menjadi tidak jelas jika dibandingkan dengan MA, Polri, dan KY," katanya,
Sekretaris
Komisi Kejaksaan RI, Barita Simanjuntak, mengakui, saat ini juga masih ada
aturan yang mengambil sebagian kewenangan jaksa. Posisi dan kedudukan jaksa
semakin terpinggirkan manakala ada kepentingan lain dalam upaya penegakkan
hukum di Indonesia.
"Tidak
samanya kedudukan aparat penegak hukum menyulitkan penuntutan jaksa. Padahal,
tugas hakim, kepolisian, dan kejaksaan memiliki kedudukan yang sama,"
ungkapnya.
Oleh sebab
itu, dalam rangka reformasi kejaksaan, harus dilakukan reformasi kelembagaan
penegakan hukum secara keseluruhan dan berkesinambungan. (Muzer/bs)