Diduga Reklamasi Pantai Tak Berijin, Gugatan PMH Yentji Sunur Segera Disidangkan


Lembata | NTT, IMC - Sidang perkara Perbuatan Melawan Hukum antara Masyarakat Adat Dolu dan Eliyaser Yentji Sunur digelar pada Rabu, 30 Mei 2018. Hal itu sesuai relas panggilan sidang dari Pengadilan Negeri Lembata yang copiannya diterima media ini Kamis, (24/5/2018) yang ditandatangani Damianus Ruma, SH selaku juru sita Pengadilan Negeri Lembata dan Juprians Lamablawa, SH.,MH selaku kuasa dari Para Penggugat.

Dalam relas panggilan disebutkan memanggil Tergugat Eliyaser Yentji Sunur dan Para Penggugat masyarakat adat Dolu untuk menghadap sidang pada hari Rabu, tanggal 30 Mei 2018, pkl 09.00 wita di Pengadilan Negeri Lembata Jl Trans Atadei Lembata.

Sebelumnya masyarakat Adat Dolulolong yang diwakili kuasa hukum dari Kantor Hukum Akhmad Bumi & Rekan mendaftarkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Eliyaser Yentji Sunur di Pengadilan Negeri Lembata. Gugatan didaftarkan dengan register perkara Nomor; 8/Pdt.G/2018/PN/Lbt tgl 21 Mei 2018.

Gugatan PMH terkait pembangunan reklamasi pantai Balauring yang terletak di RT 05, Dusun Barat, desa Balauring dan pembukaan jalan wisata lintas lohu Balauring-Dolulolong.

Baca juga :

Copian gugatan yang diterima media ini dijelaskan pelaksanaan reklamasi tidak sesuai prosedur seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 122 tahun 2012 dan UU Nomor 1 tahun 2014. Tidak memiliki Amdal, tidak memiliki ijin lokasi, tidak memiliki ijin pelaksanaan reklamasi, dan tidak memiliki Perda tentang zonasi kawasan.

Selain reklamasi pantai Balauring, para penggugat juga menggugat pembukaan jalan wisata lintas lohu yang tidak disertai pembebasan lahan. Menurut para penggugat jalan wisata tsb melintasi diatas hak ulayat masyarakat adat Dolulolong. 

Dalam gugatan, para penggugat menyebutkan berita acara yang ditandatangani masyarakat Balauring dan Dolu tgl 16 Januari 2016 dan diketahui Kepala Desa Balauring dan Dolu yang turut diketahui pula oleh Camat Omesuri menyebutkan bahwa leu ote wata noq (red. kampung Dolu, pantai Balauring) merupakan hak Ulayat Dolu. Demikian juga berita acara pengakuan hak ulayat Dolu yang ditandatangani antara masyarakat dan pemerintah desa Hoelea I dan Dolulolong pada tgl 20 November 2011. Dan hak ulayat masih diakui oleh negara melalui UU sepanjang hak ulayat itu masih ada atau belum dilekati hak berupa hak milik dll.

Menurut para penggugat, baik reklamasi dan pembukaan jalan wisata lintas lohu melanggar peraturan perundang-undangan, olehnya tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Dan telah berakibat kerugian yang nyata baik masyarakat adat maupun bagi masyarakat sekitar.

"Asal tahu, perkara ini mendapat perhatian luas.  Direktur Direktorat Jendral Pengelolaan Ruang Laut Kementrian Kelautan dan Perikanan RI, Brahmantyo Santymurti Poerwadi, ST kepada media menjelaskan reklamasi harus dengan ijin lokasi, ijin pelaksanaan dan ijin lingkungan. Kami akan segera cek lapangan atas case ini," jelasnya.

Koesnadi, Asisten Staf Khusus Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI menjelaskan reklamasi pantai Balauring dapat dibatalkan jika tidak memiliki Amdal. 

Direktur Walhi Nasional, Yaya Nurhadiyati kepada media menjelaskan reklamasi pantai Balauring itu ilegal jika dilakukan dengan tidak memiliki Amdal.(red)

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال