Jan Maringka Minta JPU Lengkapi Berkas, Pembacaan Eksepsi Terdakwa H. Halim Ditunda
![]() |
| Sidang H. Halim: PH Soroti Dakwaan Tak Didukung Berkas, Hakim Perintahkan Jaksa Lengkapi |
Palembang, IMC – Sidang lanjutan perkara dengan
terdakwa H. Halim (88 tahun) di Pengadilan Tipikor
Palembang kembali digelar pada Kamis (11/12/2025). Dalam persidangan tersebut,
tim penasihat hukum terdakwa yang dipimpin Dr. Jan
Maringka meminta majelis hakim memerintahkan Jaksa Penuntut
Umum (JPU) untuk melengkapi berkas perkara
sebelum memasuki agenda pembacaan eksepsi.
Jan Maringka menyampaikan bahwa setelah mempelajari surat dakwaan,
timnya menemukan banyak poin yang tidak didukung oleh dokumen maupun alat bukti
dalam berkas perkara. Karena itu, pihaknya meminta waktu tambahan serta
kelengkapan berkas agar dapat memberikan jawaban secara tepat dan proporsional.
“Setelah kami mempelajari isi dakwaan, banyak hal yang tidak
ditemukan dalam berkas perkara. Kami memerlukan berkas yang lengkap untuk
menjawab hal-hal yang bersifat imajiner dan asumtif seperti ini, tanpa dukungan
BAP saksi maupun tersangka,” ujar Jan Maringka dalam keterangan tertulis yang
diterima media.
Ia menambahkan, sejumlah peristiwa
yang menjadi dasar dakwaan terjadi 20–30 tahun
lalu, sehingga secara teori hukum seharusnya telah memenuhi
unsur daluarsa penuntutan. Selain itu, kebijakan masa
lalu yang berkaitan dengan program seperti Prona,
PIR, dan berbagai skema perkebunan, menurutnya
tidak dapat dilepaskan dari konteks regulasi pada zamannya. Bahkan kini
terdapat omnibus law yang membentuk kerangka hukum baru di
sektor perkebunan.
Jan menegaskan bahwa seluruh
argumentasi tersebut sedang disusun secara sistematis sebagai bahan
pertimbangan untuk majelis hakim, agar persidangan tidak dilanjutkan tanpa
kelengkapan berkas perkara yang memadai.
“Pada usia 88 tahun, H. Halim
masih harus menjalani persidangan atas perkara-perkara yang imajiner dan
dicari-cari oleh JPU Kejari Muba,” ucapnya.
Menurutnya, perkara pokok terkait pembebasan lahan untuk proyek Jalan Tol Palembang–Jambi
yang seharusnya dapat diselesaikan melalui mekanisme konsinyasi,
justru berubah menjadi perkara korupsi. Ia juga menyoroti metode perhitungan
kerugian negara yang disebutnya bersandar pada asumsi keuntungan kotor (illegal
gain) tahun 2020–2025 berdasarkan taksiran KJPP yang kemudian diaminkan oleh
BPKP Sumsel.
“Jika auditor pemerintah dapat
didikte dengan metode menghitung kerugian negara melalui taksiran seperti
proses lelang atau appraisal, maka lahirlah perkara korupsi dengan asumsi semu
seperti ini. Padahal Putusan MK jelas melarang perhitungan kerugian negara
berbasis asumsi. Kerugian negara harus nyata, bukan estimasi,” tegasnya.
Jan Maringka mengaku prihatin dengan apa yang disebutnya sebagai
rekayasa dalam perkara ini, serta berharap majelis hakim dapat melihat
persoalan secara jernih tanpa tekanan pihak mana pun.
“Semoga majelis hakim dapat
menegakkan kebenaran dan keadilan dengan hati nurani,” tambahnya.
Sidang akan dilanjutkan minggu
depan dengan agenda pembacaan
eksepsi dari pihak terdakwa. (Rls/Mr)
