Polemik Lahan Warga Rantau Panjang Disikapi DPRK Aceh Tamiang Melalui Pansus
Aceh Tamiang, IMC - Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang melalui Panitia Khusus (Pansus) yang melibatkan unsur pimpinan dan Komisi I, melakukan peninjauan dan klarifikasi terkait dugaan sengketa lahan akibat pembangunan jalan dan normalisasi saluran yang menggunakan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kampung Rantau Panjang. Kegiatan proyek yang dilaksanakan oleh pihak desa ini dinilai terkesan memaksakan karena tidak didasari izin tertulis dari pemilik lahan.
Pansus dilaksanakan pada Rabu (22 Oktober 2025) dan dihadiri oleh Wakil Ketua I DPRK Aceh Tamiang, Syaiful Bahri, SH MH; Ketua Komisi I, Desi Amelia; Wakil Ketua Komisi I, M. Juanda; Sekretaris Komisi I, Tri Astuti SE; serta Anggota Komisi I, M. Luthfi Hidayat dan Era. Turut hadir perwakilan dari Kantor BPN, Kantor Camat Karang Baru, Datok Penghulu (Kepala Desa) beserta perangkat, dan masyarakat Kampung Rantau Panjang.
Dalam pantauan di lokasi, Husin (58), pemilik sawah yang dinormalisasi, mengungkapkan keberatannya dan menuntut ganti rugi. "Minta ganti rugi 20 juta dan alur akan ditutup kembali," tegas Husin.
Sementara itu, terkait kegiatan pengerasan jalan, pemilik lahan, Nurul Hidayah (45), menyatakan izin penggunaan lahan hanya sebatas jalan, namun menolak keras jika tanahnya dijadikan aset desa. "Kalau mau dipakai jalan tanah saya silakan, tapi saya tidak izinkan tanah saya dijadikan aset kampung, berdasarkan telah dilakukannya kegiatan proyek tersebut," jelasnya.
Datok Penghulu Kampung Rantau Panjang mengakui bahwa persetujuan dari pemilik lahan hanya sebatas lisan. "Secara lisan sudah ada persetujuan bang, tapi kalau secara tertulis tidak ada bang," ungkap Datok Penghulu saat diwawancarai.
Menanggapi permasalahan ini, Wakil Ketua I DPRK Aceh Tamiang, Syaiful Bahri, menekankan perlunya tanggung jawab pemerintah desa.
"Terkait kegiatan normalisasi yang dilakukan Kampung terhadap sawah masyarakat yang menimbulkan kerugian dari petani harus dilakukan pendataan secara akurat dan dimohon kepada pihak pemerintah kampung untuk mengganti kerugian tersebut," ujar Syaiful Bahri.
Terkait pengerasan jalan, ia menyarankan agar segera dilakukan koordinasi ulang dengan pemilik tanah guna menghindari konflik. Mengingat jalan tersebut sudah terlanjur keluar dari dokumen sertifikat pemilik, salah satu solusi yang disarankan oleh Wakil Ketua I DPRK adalah pembuatan pintu air atau Dam irigasi untuk kepentingan bersama.
Secara umum, publik menilai Pemerintah Kampung terlalu memaksakan pelaksanaan proyek ADD tanpa adanya pemberitahuan dan kejelasan status lahan sebelum kegiatan fisik dimulai, meskipun kegiatan tersebut merupakan permintaan masyarakat.
Pansus DPRK Aceh Tamiang mengimbau agar ke depannya Pemerintah Kampung tidak lagi melaksanakan kegiatan proyek fisik di lokasi mana pun sebelum status tanah atau lokasi proyek ADD tersebut dipastikan kejelasannya secara hukum dan persetujuan tertulis dari pemilik lahan.

