AQUA dan Misteri “Mata Air Pegunungan” Ketika Iklan Menciptakan Kenangan, Bukan Kenyataan
Oleh: Rachman Salihul Hadi
Dosen, Praktisi Komunikasi dan Humas
Selama bertahun-tahun, jutaan konsumen Indonesia meneguk botol AQUA sambil membayangkan air yang terlahir di lereng pegunungan: jernih, mengalir dari batu, dan murni tanpa campur tangan, lalu dikemas langsung dari sumber alam yang suci. Kenangan itu dijual dalam kemasan plastik dan dalam berbagai iklan yang berhasil menanamkan citra pegunungan ke dalam imajinasi publik.
Namun inspeksi mendadak ke pabrik AQUA di Subang mengungkap sesuatu yang membuat kenangan itu retak: sumber air yang dipakai perusahaan ternyata diambil dari sumur bor dalam, bukan aliran mata air permukaan seperti yang banyak orang bayangkan, pengeboran ke kedalaman sekitar 60–140 meter. Temuan ini memantik pertanyaan sederhana namun tajam: apakah konsumen dibentuk untuk percaya pada narasi pemasaran yang tak sesuai realitas?
Perusahaan (Danone-AQUA) membalas dengan penjelasan teknis: air berasal dari akuifer dalam yang menurut mereka adalah bagian dari sistem hidrogeologi pegunungan, terlindungi oleh lapisan penutup sehingga bebas dari kontaminasi dan aman untuk dikonsumsi. Klaim itu menegaskan bahwa metode pengambilan air tidak mengurangi kualitasnya; ia hanya berbeda secara teknis dari bayangan publik. Dengan kata lain: secara ilmiah mereka berdalih aman, tapi secara komunikatif masalahnya nyata.
Ada dua isu etis yang harus kita sorot. Pertama, transparansi: konsumen berhak tahu asal air yang mereka bayar dengan harga premium. Jika iklan membiarkan impresi “mata air pegunungan” tanpa konteks, itu menimbulkan ekspektasi yang menyesatkan. Kedua, dampak lingkungan dan sosial: pengeboran di daerah pegunungan, walau ke akuifer dalam, bukan tanpa risiko, terutama jika dilakukan dalam skala besar dan tanpa kajian lingkungan yang terbuka bagi publik. Para pemangku kepentingan berhak meminta audit dampak dan izin yang jelas.
Apakah ini otomatis “pembohongan publik”? Istilah itu berat, tapi dari sisi perlindungan konsumen, kita cukup melihat akibat klaim pemasaran yang menimbulkan kesalahan persepsi. Jika iklan atau kemasan secara substansial memberi gambaran berbeda dari kenyataan operasional, itu termasuk kategori iklan menyesatkan dan pantas ditinjau oleh otoritas terkait. Banyak kelompok masyarakat dan pengamat kini menuntut klarifikasi dan pengawasan dari BPOM serta Kementerian Perdagangan.
Perusahaan besar boleh punya pertimbangan teknis dan ilmiah untuk memilih sumber air, tetapi reputasi dibangun pada kejujuran komunikasi. Jika citra “pegunungan murni” dibiarkan tanpa konteks, hak konsumen untuk informasi yang jujur akan tergerus, dan ketika kepercayaan runtuh, yang tersisa bukan hanya kritik, tetapi juga tuntutan regulasi dan boikot. AQUA harus memilih: memperjelas, atau menanggung biaya krisis kepercayaan.
Fakta penting sebagai rujukan
1. Inspeksi lapangan menunjukkan sumber air AQUA di lokasi tertentu diambil dari sumur bor dalam, bukan aliran mata air permukaan.
2. Kedalaman pengambilan disebut berada di kisaran 60–140 meter (akuifer dalam).
3. Danone/AQUA menyatakan sumber tersebut adalah akuifer dalam yang terlindungi dan telah melalui kajian teknis; perusahaan mengklaim kualitasnya terjaga.
4. Publik dan beberapa organisasi menilai klaim pemasaran bertentangan dengan fakta dan menuntut klarifikasi serta pengawasan regulator.
5. Video inspeksi dan pernyataan Gubernur dalam kunjungan tersebar luas sehingga isu ini viral di media sosial.
