Jakarta – Publik kembali digegerkan dengan munculnya gugatan perdata terkait
ijazah SMA milik Wakil Presiden di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat (PN Jakpus). Gugatan dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst itu
tercatat dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) sejak Jumat, 29
Agustus 2025, dan dijadwalkan mulai disidangkan pada Senin, 8 September 2025.
Gugatan tersebut diajukan oleh advokat HM
Subhan, SH, MH, dari kantor hukum “Subhan Palal dan Rekan” yang beralamat di
Duri Kepa, Jakarta Barat. Ia menuntut perbuatan melawan hukum (PMH) terkait
dugaan ketidaksesuaian ijazah Wakil Presiden dengan ketentuan
UU Pemilu No. 7 Tahun 2017 Pasal 169 huruf r dan Peraturan KPU No. 19 Tahun
2023.
“Nilai gugatannya fantastis, yakni Rp125 triliun, yang disebut akan
disumbangkan kepada masyarakat apabila dikabulkan,” ujar gugatan tersebut.
Isu ini mempersoalkan riwayat pendidikan Wakil Presiden yang dinilai simpang siur. Data menyebutkan ia menempuh SD dan SMP di
Solo, namun rekam jejak SMA berbeda-beda. Ada yang mencatat di Orchid Park
Secondary School, Singapura, ada pula yang menyebut SMA Santo Yosef Solo sebelum
pindah ke SMK Kristen Solo.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pernah
menerbitkan Surat Penyetaraan No. 9149/D.DI/KS/2019 yang menyebut pendidikan di
UTS Insearch, Sydney, Australia, setara dengan SMK bidang akuntansi dan
keuangan di Indonesia. Namun, surat itu baru keluar 13 tahun setelah masa
sekolah berakhir.
Sementara, ijazah sarjana yang diperoleh dari Management Development
Institute of Singapore (MDIS) dan University of Bradford, Inggris, hanya
mendapat predikat second class honours second
division atau setara IPK 2,3.
Selain itu, penyetaraan ijazah luar negeri
milik Wakil Presiden baru diterbitkan pada 2019, bersamaan
dengan surat penyetaraan dari UTS Insearch yang hanya setara SMK. Hal ini
menimbulkan tanda tanya terkait keabsahan dokumen pendidikan yang bersangkutan.
Gugatan Subhan ini menjadi sorotan publik
karena menyangkut syarat pendidikan minimal calon presiden dan wakil presiden.
Pasalnya, peraturan mensyaratkan ijazah SMA atau sederajat yang sah dan diakui.
PN Jakpus kini ditunggu langkahnya, apakah
akan berani memutus perkara tersebut atau justru menyatakan gugatan tidak dapat
diterima sebagaimana kasus serupa sebelumnya. Publik menilai, sidang ini bisa
menjadi momentum bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menunjukkan
komitmennya terhadap prinsip kesetaraan hukum (equality before the law).