![]() |
Riyadin Setiabudi, Anak Desa yang Kini Nahkodai Empat Perusahaan |
Jakarta, IMC — Siapa yang mengira, tangan yang dulu menggenggam pel dan
ember kini justru menandatangani kontrak bernilai fantastis. Dialah Riyadin
Setiabudi, lelaki sederhana asal Bumiayu, Kabupaten Brebes, yang
memulai hidup dari lantai dapur dan kini berdiri di pucuk empat perusahaan
lintas sektor—katering, laundry, energi, dan teknologi.
Dikenal sebagai cah ndeso,
istilah khas Jawa yang merujuk pada “anak kampung”, Riyadin Setiabudi adalah
potret nyata bahwa kesuksesan bisa tumbuh dari tanah yang paling sederhana.
“Saya ini orang kampung biasa. Tapi
dari kecil sudah diajari satu hal: kerja keras itu nggak bisa ditawar,” ujarnya
pelan.
Awal
yang Sederhana
Lahir dari keluarga petani, Riyadin
tak punya banyak pilihan selepas lulus dari SMEA Slawi. Uang untuk
kuliah tak ada. Maka ia pun memutuskan merantau ke Tangerang, mengambil
pekerjaan apapun demi membantu ekonomi orang tua.
Kesempatan pertama datang sebagai cleaning
service di sebuah perusahaan katering yang melayani sekolah penerbangan di
Curug. Tugasnya membersihkan dapur, mencuci toilet, merapikan peralatan
masak—semua dilakukan sejak subuh, dengan tangan yang kasar tapi niat yang
halus.
“Saya mulai dari nol. Setiap hari
kerja fisik. Tapi sambil kerja, saya belajar. Saya amati alur kerja, catat pola
manajemen stok, dan lihat bagaimana klien dilayani. Diam-diam saya belajar jadi
manajer,” kenangnya sambil tersenyum.
Kerja kerasnya tak sia-sia. Perlahan, Riyadin dipercaya naik menjadi manajer operasional. Tapi mimpi besarnya tak berhenti di sana. Ia ingin punya usaha sendiri.
![]() |
Karyawan PT Adidev Putra Perkasa saat melayani Jamaah Haji di Indramayu pada musim Haji 2025 |
Dari
Nol, Benar-Benar Nol
Tahun 2015, Riyadin mengambil
keputusan berani: keluar dari zona aman dan membuka usaha katering sendiri.
Tanpa modal. Tanpa jaringan besar. Hanya dengan satu bekal: kepercayaan.
“Saya nekat daftar tender di
Badiklat Kejaksaan RI. Pas menang, saya belum punya apa-apa. Tapi karena
reputasi saya baik, investor datang sendiri. Dari situ, roda mulai berputar,”
ujarnya.
Setahun kemudian, ia sudah bisa
menjalankan proyek secara mandiri. Nama usahanya mulai dikenal. Pelayanan bersih,
makanan enak, tepat waktu, dan yang paling penting—jujur.
Membangun
di Atas Nilai, Bukan Sekadar Untung
Perjalanan Riyadin terus menanjak.
Ia mulai dipercaya instansi besar seperti Mahkamah Agung, Kementerian
Imipas dan Kemenag, hingga penyediaan konsumsi jemaah haji pada musim
haji di Tahun 2025 di Indramayu. Di saat banyak pengusaha mencari margin,
Riyadin justru mencari berkah.
“Dari usaha katering, kita bisa
kasih makan orang, bisa bantu pekerja, bisa bantu keluarga mereka juga. Untung
itu penting, tapi manfaat itu lebih utama.”
Kini, ia menjabat sebagai Presiden
Komisaris di empat perusahaan:
1.
PT Adidev
Putra Perkasa – Jasa Katering
2.
PT Yozaumi
Internusa Pratama – Katering Komersial
3.
PT Biruwangi – Jasa Laundry Profesional
4.
PT Abipraya
Jaya Ekspansi – Energi Terbarukan dan Solusi
Teknologi
Lewat Abipraya, ia mulai
bermain di sektor panel surya dan solusi teknologi efisien,
sebagai bentuk kontribusinya terhadap masa depan energi bersih di Indonesia.
Salma
di Seragam, Salma di Hati
Jika Anda datang ke dapur katering
Riyadin, Anda akan menemukan satu nama yang menempel di seragam para staf: Salma
Catering. Bukan nama perusahaan, bukan pula singkatan korporat. Itu adalah
nama putri tercinta, Salma—sebuah pengingat bagi Riyadin bahwa setiap
kerja keras ini bermuara pada satu hal: keluarga.
“Salma itu doa. Dari memberi makan orang lain, saya ingin memberi harapan. Bisnis ini bukan cuma cari untung, tapi juga cari berkah.”
Salma Catering PT Adidev Putra Perkasa di Badiklat Kejaksaan RI |
Konsisten
Menjaga Rasa, Menjaga Reputasi
Bagi Riyadin, bisnis katering bukan
cuma soal rasa. Tapi juga soal tanggung jawab, terutama saat melayani peserta
diklat di instansi seperti Badiklat Kejaksaan RI, yang aktivitasnya
berlangsung dari pagi hingga malam.
“Saya ingin makanan yang kami
sajikan jadi sumber tenaga dan semangat peserta diklat. Standar gizi, rasa, dan
kebersihan nggak boleh ditawar. Karena itu bagian dari pelayanan publik juga,”
jelasnya.
Tak heran jika kini perusahaannya
dipercaya menangani ratusan porsi konsumsi harian di lembaga-lembaga strategis.
Cerita
Bumiayu: Negeri Ayu, Negeri Harapan
Meski kini tinggal di Jakarta,
Riyadin tak pernah lupa Bumiayu—kota kecil di selatan Brebes yang punya kisah
menarik di masa lalu. Konon, pada tahun 1677, Adipati Anom yang kelak
menjadi Sunan Amangkurat II singgah di kawasan ini saat melarikan diri
ke Tegal. Ia terpikat keindahan alam dan paras ayu penduduknya. Maka tempat itu
pun dijuluki Buminé Wong Ayu—negeri orang-orang cantik. Jadilah Bumiayu.
Kini, Bumiayu tak hanya dikenal
karena sejarah kerajaan atau pelawak nasional Parto Patrio. Tapi juga karena
Riyadin Setiabudi—anak kampung yang membuktikan bahwa dari desa, seseorang bisa
menjangkau dunia.
“Saya ingin anak-anak muda tahu,
kamu boleh berasal dari desa kecil, tapi jangan pernah punya mimpi yang kecil.”
Epilog:
Dari Ember ke Eksponensial
Kisah Riyadin bukan kisah
keberuntungan. Tapi kisah ketekunan. Ia bukan hanya membangun bisnis, tapi
membangun harapan. Ia bukan hanya menciptakan keuntungan, tapi juga membuka
jalan bagi ratusan orang untuk tumbuh bersamanya.
Dari lantai dapur yang licin hingga
ruang rapat yang elegan, Riyadin membuktikan bahwa semua orang bisa naik
kelas—asal punya keberanian untuk memulai dan hati yang tulus untuk
melayani. (Muzer)