![]() |
DPP Presidium PNI bersama Senyap 08 menggelar acara Dialog
Kebangsaan dengan tema 'Arti Penting Keluruskan Historiografi Sejarah
Kebangsaan' dengan menghadirkan Peneliti Batara R Hutagalung dan Prof Dr Thomas
Suyatno SE MM, Kamis, 29 Mei 2025. (Foto: Dok. PNI) |
Jakarta, IMC – Peringatan hari lahir ke-108 Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikusumo menjadi momen penting untuk merefleksikan kembali sejarah nasional.
Dalam rangka itu, Presidium Persatuan Nusantara Indonesia (PNI) bersama
organisasi masyarakat Senyap 08 menggelar Dialog Kebangsaan bertajuk “Arti
Penting Meluruskan Historiografi Sejarah Kebangsaan” di Resto Manado
Ramampa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Kamis (29/5/2025).Ketua Umum Presidium PNI, Dr. Jan S. Maringka, SH, MH.
Acara ini menghadirkan dua
narasumber utama: Peneliti Senior Batara Hutagalung serta Nehemia Lawalata,
mantan sekretaris pribadi Prof. Soemitro. Hadir pula mewakili keluarga besar
almarhum, Prof. Thomas Sujatno, SE, MM. Mereka disambut langsung oleh Ketua
Umum Presidium PNI, Dr. Jan S. Maringka, SH, MH.
Dalam sambutannya, Jan Maringka
menyoroti pentingnya pelurusan sejarah bangsa yang selama ini kerap ditulis
dari sudut pandang kekuasaan.
"Seringkali history menjadi dua hal—sejarah dan cerita dari sang pemenang. Oleh karena itu, penulisan ulang sejarah menjadi penting untuk mengungkap sisi-sisi yang tersembunyi dari catatan penguasa politik," ujar mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksaan Agung RI periode 2017–2020 itu.
Jan menambahkan bahwa momentum 80
tahun kemerdekaan Indonesia adalah saat yang tepat untuk menata kembali
historiografi nasional menuju visi Indonesia Emas 2045. Menurutnya,
penulisan sejarah yang lebih objektif akan membangkitkan rasa percaya diri dan
kebanggaan bangsa.
“Dialog ini sangat relevan dengan
konteks kebangsaan kita hari ini. Di tengah keragaman narasi sejarah, kita
perlu menyatukan pemahaman yang jujur dan adil tentang perjalanan bangsa,”
tegasnya.
Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo,
lanjut Jan, merupakan salah satu tokoh intelektual dan ekonom terkemuka yang
telah memberikan kontribusi besar dalam pembangunan Indonesia. Oleh karena itu,
ia menilai sudah selayaknya jika Prof. Soemitro diusulkan sebagai Pahlawan
Nasional.
Dialog ini juga dihadiri oleh
perwakilan dari Dewan Pimpinan Pusat Presidium PNI serta jajaran pengurus
Senyap 08. Keberadaan tokoh-tokoh ini memperkuat diskusi mengenai pentingnya
penulisan sejarah yang netral dan tidak berpihak.
“Kita ingin agar sejarah bangsa ini
ditulis secara objektif, bukan berdasarkan kepentingan tertentu. Ini penting
untuk membentuk karakter bangsa yang kuat dan identitas nasional yang utuh,”
tutur Jan yang juga dikenal sebagai penulis buku-buku hukum.
Sebagai penutup, seluruh peserta
dialog sepakat mengusulkan agar almarhum Prof. Soemitro Djojohadikusumo
diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Usulan ini dinilai sebagai bentuk apresiasi
atas dedikasi dan kontribusinya, baik dalam perjuangan kemerdekaan maupun dalam
pembangunan pascakemerdekaan.
“Prof. Soemitro telah banyak
memberikan sumbangsih dalam membentuk fondasi ekonomi bangsa dan mencetak
generasi muda yang berintegritas. Ini saatnya kita menghormati jasanya melalui
pengakuan formal sebagai Pahlawan Nasional,” kata Jan.
Ia juga menegaskan bahwa pelurusan
historiografi bukan hanya soal penghormatan terhadap tokoh bangsa, melainkan
juga sebagai bentuk tanggung jawab moral kepada generasi penerus.
“Anak-anak muda kita harus paham
sejarah dan menghargai jasa para pahlawan. Baik yang berjuang sebelum kemerdekaan,
maupun mereka yang berkontribusi besar setelahnya,” pungkasnya. (Muzer/Red)