Tingkatkan Kualitas Jaksa, Badiklat Kejaksaan-ECPAT Gelar Pelatihan Penuntutan TP Mempekerjakan Anak dan Eksploitasi Ekonomi secara Profesional dan Proporsional. |
Jakarta,IMC- Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan RI bekerjasama dengan ECPAT Indonesia menggelar Pendidikan dan Pelatihan Penuntutan Bagi Pelaku Tindak Pidana Mempekerjakan Anak dan Eksploitasi Ekonomi, Diklat yang dilaksanakan mulai tanggal 3 Mei hingga 15 Mei 2024 dibuka secara resmi oleh Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Fungsional (Kapus DTF) Dr. Heri Jerman, SH.MH.
Diklat yang berlangsung
selama 3 hari di Kampus A Badiklat Kejaksaan RI Ragunan diikuti oleh para Jaksa
yang berasal dari Kejaksaan Negeri seluruh Indonesia.
Dalam sambutannya Kapusdiklat Teknis dan Fungsional mengatakan,pada
era globalisasi bentuk tindak pidana yang mengancam anak semakin beragam baik
secara langsung maupun melalui media elektronik yang bertujuan untuk
mengkomersilkan tenaga kerja anak.
“ Bentuk tindak pidana anak seperti pengekploitasi, mempekerjakan
anak untuk mencari dan menambah keuntungan bagi yang mempekerjakannya salah
satu tujuannya adalah untuk menunjang ekonomi,” ujarnya.
Namun kata Heri Jerman, Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah pekerja anak yang tinggi. Banyaknya pekerja anak merupakan dampak dari berbagai persoalan sosial yang terjadi. Salah satu faktor utama yang mendorong banyak anak untuk masuk dalam dunia kerja adalah dipengaruhi oleh masalah ekonomi keluarga. Anak-anak diharuskan untuk membantu keuangan keluarga, bahkan ada yang menjadi tulang punggung keluarga dan pendidikan yang rendah serta kesejahteraan sosial yang belum memadai.
Hal itu lanjutnya, berdasarkan data dari kemenakertrans yang dikeluarkan
oleh badan pusat statistik (bps) Bahwa pada tahun 2009 mengungkapkan bahwa
jumlah anak di indonesia dengan kelompok umur 17 tahun sebesar 58,8 juta anak,
dengan 4,05 juta anak atau 6,9 persen di antaranya dianggap sebagai anak– anak
yang bekerja.
Diperkirakan dari jumlah total tersebut, sejumlah 1,76 juta anak
atau 43,3 persen adalah pekerja anak. Keadaan yang paling mengejutkan adalah
bahwa 20,7 persennya anak-anak tersebut bekerja pada bentuk–bentuk pekerjaan
terburuk.
“ Anak-anak dalam kategori tersebut secara umum mengalami putus
sekolah dan hidup terlantar, serta bekerja pada berbagai jenis pekerjaan,
seperti pertanian, perkebunan, perikanan, dan di jalanan. Pekerja anak
cenderung bekerja dalam waktu yang cukup lama dan berada pada pekerjaan yang
eksploitatif,” ungkapnya.
Meskipun belum terdapat data yang menyeluruh, anak yang bekerja
pada pekerjaan terburuk telah ditemukan pada jenis pekerjaan di bidang
prostitusi, dilibatkan dalam perdagangan narkoba, di bidang pertambangan,
perikanan laut dalam dan pekerjaan sektor rumah tangga, serta dipekerjakan
dalam bidang konstruksi bangunan dan jalan.
“ Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan
hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara,” tegasnya.
Dikatakan bahwa dalam konstitusi indonesia, anak memiliki peran
strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak
atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Heri Jerman menyebut, berdasarkan hasil pengawasan KPAI sejak bulan januari sampai dengan april 2021, angka TPPO
dan eksploitasi melalui prostitusi pada anak belum menunjukkan penurunan. Dari 35
kasus yang dimonitor, 83% merupakan kasus prostitusi, 11% eksploitasi ekonomi
dan 6% perdagangan anak. Dari kasus-kasus tersebut jumlah korban mencapai 234
anak. Selain itu kasus pekerja anak di pabrik hingga penjualan bayi.
“ Dengan iadanya ifenomena iini itentu idiperlukan
perlindungan ihukum iterhadap
ianak. I perhatian
bagi pekerja anak tampak belum begitu besar dan solutif,” bebernya.
Padahal anak adalah amanah tuhan yang harus dilindungi, dijamin
hak-haknya, sehingga tumbuh menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, dan bermasa
depan cerah serta berhak mendapatkan perlindungan khusus, terutama pelindungan
hukum dalam sistem peradilan.
Badan Diklat Kejaksaan yang mempunyai tugas dan
wewenang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Salah satu upaya dan peran penting yang
dilaksanakan adalah dengan meningkatkan kualitas aparat kejaksaan yang mumpuni
dalam melaksanakan tugas penuntutan terhadap tindak pidana mempekerjakan anak
dan eksploitasi ekonomi secara profesional dan proporsional
Sekretaris Pertama Urusan Politik
dan Pendidikan di Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, Sam Perkins
menyampaikan upaya mengentaskan perbudakan modern atau modern slavery¸
merupakan suatu isu prioritas bagi Pemerintah Inggris Raya, termasuk
Kementerian Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunannya (FCDO).
Perbudakan modern yang juga
mencakup bentuk pekerjaan terburuk untuk anak serta tindakan-tindakan yang
dipidana dalam UU Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia
adalah suatu permasalahan global yang perlu diatasi melalui kerjasama antar
negara.
“ Dalam konteks ini lah kami
dengan senang hati mendukung kegiatan ECPAT Indonesia dan Badiklat Kejaksaan
Republik Indonesia dalam melakukan pelatihan Penuntutan Bagi Pelaku Tindak
Pidana Mempekerjakan Anak dan Eksploitasi Ekonomi ini,” ujar Sam Perkins.
“ Kami berharap agar pelatihan ini
dapat mencapai tujuan awal yang disepakati ECPAT Indonesia dan Badiklat
Kejaksaan Republik Indonesia, yakni untuk memperkuat kapasitas kejaksaan dalam melakukan penuntututan terhadap TPPO
yang melibatkan pekerja anak dengan cara yang efektif, termasuk dalam menjamin
pemenuhan hak-hak korbannya,” imbuhnya.
Menurutnya peningkatan kemampuan
jaksa dalam penegakan hukum TPPO, termasuk yang berkaitan dengan pekerjaan
terburuk untuk anak, telah terbukti menjadi salah satu unsur kunci dalam
memerangi perbudakan modern di berbagai konteks. Penegakan hukum yang menjamin
hak korban juga menjadi penting bukan saja karena hal itulah yang seharusnya
terjadi untuk memenuhi rasa keadilan, tapi juga agar orang dapat merasa aman
dalam melaporkan eksploitasi yang dialaminya.
Meningkatkan kemampuan Jaksa dalam
melakukan penuntutan TPPO, termasuk yang berkaitan dengan pekerjaan terburuk
untuk anak, penting dalam memastikan rantai pasokan yang bersih dari perbudakan
modern. “ Oleh karena itu kami sangat menghargai fokus ECPAT Indonesia dan
Kejaksaan Republik Indonesia dalam memprioritaskan wilayah-wilayah produksi
komoditas yang dapat masuk dalam rantai pasokan global,”tandasnya.
Mengakhiri sambutanya Sam
menyampaikan harapan agar pelatihan ini dapat berjalan dengan sukses dan modul
yang ada akan terus digunakan guna menghasilkan lebih banyak Jaksa yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan penegakan hukum dalam isu yang penting
ini.
Turut hadir dalam pembukaan Diklat Dr.
Ahmad Sofian, S.H.,M.A (Koordinator Nasional ECPAT Indonesia), Eric (Perwakilan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI), Bagus Kuncoro dan
Ibu Lailiyatun Nusro (Perwakilan Kementerian Ketenagakerjaan RI) dan Kepala
Bidang Penyelenggara pada Pusdiklat Teknis dan Fungsional Frits Nalle.(Muzer)