Aceh Tamiang, IMC - Berdasarkan pengumuman yang dikeluarkan Oleh komisi I DPRK Aceh Tamiang Nomor: 11/Pansel-KlP ATAM/2023 tanggaĺ 14 juli 2023,Masukkah dalam Unsur Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen?.
Menjadi polemik di kalangan masyarakat karena pengumuman tersebut memakai stempel Ketua DPRK tanpa sepengetahuan Pimpinan dan tidak sesuai dengan pasal 99 ayat 4 semua jenis rapat dilakukan di gedung DPRK kecuali dalam kebutuhan tertentu atau darurat,Rapat DPRK dapat di laksanakan di tempat lain yaitu ditentukan oleh pimpinan DPRK.Selasa (18/7/23)
Menurut pakar hukum R. Soesilo mengatakan dalam Pasal 391 dan 263 RKUHP,Setiap orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp2 miliar.[1]
Setiap orang yang menggunakan surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana dengan pidana yang sama dengan ayat (1).
Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
(2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian. (K.U.H.P. 35, 52, 64-2, 276, 277, 416, 417, 486).
Apa saja unsur-unsur dalam pasal di atas? Haruskah ada unsur kerugian yang nyata dan benar-benar ada seperti yang Anda tanyakan? Untuk menjawabnya, kami mengacu pada pendapat R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal.
R. Soesilo mengatakan bahwa bentuk-bentuk pemalsuan surat itu dilakukan dengan cara (hal 195-196):
1. Membuat surat palsu yaitu membuat isinya bukan semestinya (tidak benar).
2. Memalsu surat yaitu mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu.
3. Memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.Penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak. Misalnya foto dalam ijazah sekolah.
Untuk dapat dihukum dengan Pasal 263 KUHP, menurut R. Soesilo (hal. 196) perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur berikut ini:
Pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan.
Penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup.
Yang diartikan kerugian di sini tidak saja hanya meliputi kerugian materiil, akan tetapi juga kerugian di lapangan masyarakat, kesusilaan, kehormatan, dan sebagainya (imateriil).
Yang dihukum menurut pasal ini tidak saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu. “Sengaja” maksudnya orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu, tidak dihukum.
Dari poin kedua di atas dapat kita ketahui bahwa kerugian itu tidak perlu benar-benar ada. Hal ini dilihat dari kata “dapat” pada pasal tersebut. Baru kemungkinan saja akan ada kerugian, pelaku dapat dihukum atas dasar pemalsuan surat. Kerugian di sini tidak hanya berupa kerugian materiil, tetapi juga mencakup kerugian imateriil.
Kerugian materiil adalah kerugian bersifat fisik/kebendaan. Jadi dengan kata lain kerugian materil yaitu kerugian yang bisa dihitung dengan uang, kerugian kekayaan yang biasanya berbentuk uang, mencakup kerugian yang diderita dan sudah nyata-nyata ia derita.
Sedangkan kerugian immateriil yaitu kerugian yang tidak bisa dinilai dalam jumlah yang pasti. Dalam beberapa putusan pengadilan dalam perkara perdata, hakim dalam pertimbangannya menjelaskan bahwa kerugian imateril didasarkan pada kehilangan kenikmatan hidup. Misalnya rasa ketakutan, kehilangan kesenangan atau cacat anggota tubuh, dan kehilangan kesusilaan atau kehormatan sebagaimana yang dijelaskan R. Soesilo di atas.
Contoh Kasus yaitu .pemalsuan surat yang telah diputus oleh Putusan PN Mamuju No. 283/Pid.B/2011/PN.MU, disebutkan:
Dakwaan kesatu yaitu Pasal 263 ayat (1) KUHP, unsur-unsurnya adalah sebagai berikut (hal. 9-11). Barang siapa di sini menunjukkan kepada orang atau subjek hukum yang melakukan tindak pidana.
Membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal Tanda tangan saksi dipalsukan pada selembar Surat Pernyataan dan Surat Rekapitulasi Anggaran tahun 2010. Hal tersebut diperkuat oleh keterangan terdakwa yang menyatakan bahwa pada tanggal 19 November 2010, terdakwa memalsukan tanda tangan saksi.
Pemalsuan tanda tangan terhadap suatu surat tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan pemalsuan surat. Surat tersebut diperuntukkan sebagai bukti kelengkapan dokumen dalam pencairan dana pembinaan bagi partai poilitik.
Dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu.
Berdasarkan keterangan terdakwa, surat itu memang telah dipakai untuk mencairkan dana bantuan bagi partai politik.
Jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan Kerugian, Atas surat tersebut, dana bantuan untuk pembinaan partai politik sebesar Rp12.424.000 telah dicairkan. Namun dana bantuan tersebut tidak dapat terlaksana sebagaimana mestinya karena digunakan oleh terdakwa untuk kepentingan pribadinya, sehingga perbuatan terdakwa tersebut telah mengakibatkan kerugian bagi partai politik.
Selanjutnya, majelis mempertimbangkan dakwaan kedua yaitu Pasal 263 ayat (2) KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut (hal. 11-12).
Barang Siapa, Menimbang bahwa unsur ini telah dipertimbangkan dalam dakwaan kesatu di atas dan dinyatakan telah terbukti, dengan demikian unsur ini pun telah terpenuhi menurut hukum.
Dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah Sejati dan Terdakwa mengetahui bahwa surat yang dipergunakannya sebagai kelengkapan berkas untuk pencairan dana bantuan partai politik adalah surat palsu, dengan demikian unsur ini telah terpenuhi menurut hukum.
Jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan Kerugian maka Perbuatan terdakwa memakai surat palsu tersebut sebagaimana yang telah dipertimbangkan di atas pada saat mempertimbangkan unsur keempat dari dakwaan kesatu dinyatakan telah terbukti, maka secara mutatis mutandis pertimbangan tersebut diambil alih dalam mempertimbangkan unsur ini, sehingga unsur ini pun dinyatakan telah terpenuhi menurut hukum.
Majelis Hakim dalam amar putusannya kemudian menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat dan menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan dan menjatuhkan pidana penjara selama 4 bulan (hal. 13).