Jakarta, IMC-
Kejaksaan Republik Indonesia berhasil melakukan ekstradisi (penyerahan)
Termohon Ekstradisi Robert Horvath yang merupakan Warga Negara Asing (
WNA ) asal Hongaria terlibat dalam kasus kejahatan kepada Pemerintah Hongaria.
Pelaksanaan
ekstradisi ini sebagai tindak
lanjut dari Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor:
1/Pid.C-Ekstradisi/2022/PN.Jkt.Sel tanggal 17 Januari 2022.
Terhadap Termohon Ekstradisi atas nama Robert
Horvath yang selanjutnya Pemerintah Republik Indonesia menindaklanjuti
Keputusan Presiden Nomor 7
Tahun 2022 dengan menyerahkan dan mengabulkan permohonan ekstradisi dari
Pemerintah Hongaria untuk Warga Negara Hongaria tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum ( Kapuspenkum ) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangannya, Jumat ( 5/8/2022 ) menyampaikan bahwa Termohon Ekstradisi Robert Horvath telah dinyatakan bersalah di Negara asalnya di Hongaria melalui putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
“ Berdasarkan District Court of Tatabanya
No: 5.B.770/2011/2, tanggal 11 November 2011 yang kemudian 15 diubah dengan
Putusan District Court of Tatabanya Nomor: 1.Bf.467/2011/8, tanggal 8 Mei 2012 dengan putusan pidana penjara selama
2 (dua) tahun. District Court of Tatabanya
14.B.635/2012/8, tanggal 11 Juni 2013 yang kemudian diubah dengan Putusan District
Court of Tatabanya No 2Bf.280/2013/6, tanggal 21 November 2013 dengan putusan pidana penjara selama
2 (dua) tahun,” ujar Ketut Sumedana.
Atas dasar putusan Pengadilan di
Hongaria, Red Notice serta permohonan ekstradisi dari Pemerintah
Hongaria, Kejaksaan sebagai pemegang kewenangan dalam melaksanakan persidangan
ekstradisi mengajukan berkas perkara ekstradisi ke pengadilan dan melakukan
persidangan dengan menganalisa berkas perkara, menghadirkan saksi-saksi terkait
dan melakukan pembuktian sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 32 huruf b
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi.
Dalam proses persidangan ekstradisi,
dapat dibuktikan hasil analisa dan kesesuaian alat bukti, barang bukti, serta
dokumen-dokumen yang disampaikan oleh Pemerintah Hongaria.
Di Indonesia, perbuatan
Robert Horvath tercantum dalam nomor urut 20, lampiran
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1979 tentang
Ekstradisi, mengenai pencurian, perampokan dan percobaan pencurian.
Perbuatannya merupakan kejahatan
yang dapat diekstradisikan menurut Pasal 4 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1979 tentang Ekstradisi yang mana hal ini telah memenuhi prinsip ekstradisi yaitu dual criminality.
“ Berdasarkan pertimbangan di atas Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan sependapat dan mengeluarkan Penetapan Nomor
1/Pid.C-Ekstradisi/2022/PN.Jkt.Sel tanggal 17 Januari 2022,” kata Ketut.
Adapun
dalam proses ekstradisi Kapuspenkum menjelaskan bahwa sebelum terbitnya Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2022, Jaksa melaksanakan serangkaian
tahapan penanganan ekstradisi seorang Termohon Ekstradisi berkewarganegaraan
Hongaria dan kemudian melaksanakan eksekusi penetapan terhadap warga negara
Hongaria.
Sebelumnya,
permohonan resmi permintaan ekstradisi Pemerintah Hongaria kepada Pemerintah
Indonesia pertama kali disampaikan pada tanggal 15 Mei 2017 kemudian tanggal 31
Oktober 2018 dan 28 Juli 2019. Kemudian ditindaklanjuti oleh Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia (HAM) dengan menyampaikan permohonan ekstradisi tersebut ke
Kejaksaan RI dan Kepolisian RI melalui surat Nomor : M.HH.AH.12.07-101 tanggal
6 Agustus 2019.
Atas dasar tersebut, dilakukan penahanan ekstradisi dengan jenis
penahanan Rutan di Rutan Polda Metro Jaya yang dilaksanakan oleh Kepolisian
Daerah Metro Jaya sejak tanggal 03 April 2021 sampai dengan 22 April 2021, lalu dilanjutkan penahanan oleh Kejaksaan
RI sejak tanggal 22 April 2021 sampai dengan kemarin untuk dilaksanakan
penyerahan ekstradisi hari ini.
Setelah berhasilnya pelaksanaan penyerahan, diharapkan Termohon
Ekstradisi secara aman dapat kembali ke negaranya untuk menjalankan hukuman
pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.
“ Proses ekstradisi ini merupakan suatu bentuk keberhasilan dalam
penegakan hukum dimana “Tidak ada tempat yang aman untuk bersembunyi bagi
pelaku pidana” atau “No Safe Haven For Criminals” tandasnya. ( Muzer )