Jakarta, IMC- Jaksa Agung RI Burhanuddin melakukan pertemuan dengan Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) yang dihadiri oleh Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia Steve Scott, Minister Counsellor Politics Adrian Lochrin, Counsellor Politics Julian Bowen, Unit Manager Justice & Democratic Governance Ade Ganie, Ketua Tim AIPJ2 Craig Ewers, dan Manager AIPJ2 Judhi Kristantini.
Jaksa Agung Burhanuddin didampingi Wakil Jaksa Agung Dr. Sunarta, Jaksa Agung Muda Pembinaan Bambang Sugeng Rukmono, Jaksa Agung Muda Intelijen Amir Yanto, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana, Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI Tony T. Spontana, Kepala Pusat Penerangan Hukum Ketut Sumedana, dan Asisten Umum Jaksa Agung Kuntadi menerima kunjungan delegasi AIPJ2 di ruang kerjanya di gedung Menara Kartika, Rabu ( 15/6/2022 ).
Dalam
kesempatan ini, Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia Steve Scott
menyampaikan apresiasi kepada Kejaksaan Republik Indonesia dalam penegakan hukum
yang dilakukan termasuk upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Wakil Duta
Besar Australia untuk Indonesia juga mengatakan bahwa Kejaksaan Republik
Indonesia banyak mengalami kemajuan pesat saat dirinya terakhir mengunjungi
institusi ini pada tahun 2017 lalu.
Selanjutnya,
Jaksa Agung RI mengucapkan terima kasih atas kunjungan Australia Indonesia
Partnership for Justice 2 (AIPJ2) yang dipimpin oleh Wakil Duta Besar Australia
untuk Indonesia Steve Scott.
Jaksa
Agung RI menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada AIPJ2 atas kerja sama
yang sudah terjalin selama ini serta dukungan pendanaan yang diberikan.
“ Saya berharap
agar kerja sama ini terus berlangsung demi meningkatkan upaya penegakan hukum,”
ujar Burhanuddin.
Burhanuddin
mengatakan hal yang menjadi pembahasan mengenai rencana kerja sama antara
Kejaksaan RI dan AIPJ2 meliputi aspek pengembangan kebijakan, perbaikan sistem,
dan pengembangan kapasitas (transparansi dan akuntabilitas melalui kegiatan
asesmen risiko korupsi dan implementasi rekomendasi, peningkatan akses keadilan
bagi perempuan, anak, dan penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum,
perbaikan sistem penuntutan hukum pidana melalui penguatan dominus litis di Kejaksaan, dan perbaikan sistem penuntutan hukum
pidana melalui implementasi keadilan restoratif), dan aspek komunikasi
(penjangkauan) publik untuk penguatan kapasitas Pusat Penerangan Hukum.
Selain
itu, dipandang perlu adanya penjajakan dari Kejaksaan Republik Indonesia
terkait beberapa lingkup kerja sama meliputi pengembangan kebijakan (penajaman
tugas dan fungsi, pengelompokan tugas-tugas yang koheren, eliminasi tugas yang
tumpang tindih, dan modernisasi kantor), perbaikan sistem (pembuatan SOP Tata
Cara Penggeledahan dan Penyitaan Barang Bukti Elektronik dan SOP Tata Cara
Penyitaan Aset Kripto), serta pengembangan kapasitas untuk memaksimalkan
penggunaan barang bukti elektronik dalam penanganan tindak pidana korupsi yang
dilakukan melalui diklat berbasis kompetensi dan pengembangan laboratorium digital
forensic yang terakreditasi sesuai standar ISO/IEC 17025.
Hal
tersebut dilakukan mengingat di tengah pesatnya perkembangan era revolusi
industri keempat yang di satu sisi telah membawa manfaat besar di dalam
kehidupan manusia, namun pada sisi lain juga diyakini memiliki ekses negatif,
salah satunya dapat dilihat dari perkembangan modus kejahatan yang semakin
canggih, kompleks, dan beragam. Kondisi tersebut menuntut adanya suatu
transformasi di dalam tubuh lembaga penegak hukum, mulai dari kebijakan, sistem,
maupun sumber daya manusia.
Selanjutnya,
dibahas juga mengenai pembaharuan terhadap Nota Kesepahaman antara Kejaksaan
Agung dan Departemen Kejaksaan Agung Pemerintah Australia, dimana sebelumnya
telah dilakukan penandatanganan pada 3 Februari 2017 lalu dan sudah berakhir
pada 2 Februari 2022.
Adapun
nota kesepahaman ini ditujukan untuk mempromosikan dan mengembangkan kerja sama
hukum yang saling menguntungkan dalam rangka meningkatkan respon penegak hukum
terhadap ancaman kejahatan terorisme dan kejahatan lintas negara lainnya.(
Muzer/ Rls )