Jaksa Agung RI, Burhanuddin
Jakarta, IMC- Jaksa
Agung RI Burhanuddin didampingi Wakil Jaksa Agung RI Dr. Sunarta, Para Jaksa
Agung Muda, Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI menghadiri Acara
Launching Rumah Restorative Justice secara serentak di 9 (sembilan) wilayah
Kejaksaan Tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia secara virtual, Rabu (
16/3/2022 )
Ke 9
Kejaksaan Tinggi yakni Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Kejaksaan Tinggi Aceh, Kejaksaan
Tinggi Sulawesi Selatan, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat, Kejaksaan Tinggi Jawa
Barat, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Kejaksaan
Tinggi Kepulauan Riau, dan Kejaksaan Tinggi Banten.
Hadir
dalam acara ini yaitu Ketua Komisi Kejaksaan RI Dr. Barita Simanjuntak, S.H.
M.H. CfrA, Para Kepala Kejaksaan Tinggi beserta jajaran, Para Kepala Kejaksaan Negeri
setempat beserta jajaran, Para Gubernur berserta jajaran Forkompimda, Para
Bupati dan Walikota berserta jajaran Forkompimda, Para Aparat Pemerintah Daerah
setempat, Para Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, dan Civitas Akademisi
setempat.
Jaksa
Agung Burhanuddin atas nama pribadi dan selaku pimpinan insititusi,
menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya, kepada seluruh
pihak yang terlibat dalam kegiatan ini, yang telah bekerja keras dan penuh
dedikasi dalam menyelenggarakan kegiatan ini.
Jaksa
Agung juga menyambut baik diselenggarakannya acara ini, karena kegiatan ini
merupakan sebuah manifestasi bukti keseriusan bersama dalam menjalankan salah
satu fokus pembangunan hukum di Indonesia, yaitu berkaitan dengan implementasi restorative
justice sebagaimana yang diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2020-2024, dimana Arah Kebijakan dan Strategi Bagian Penegakan
Hukum Nasional ditujukan pada perbaikan sistem hukum pidana dan perdata, yang
strateginya secara spesifik berkaitan dengan penerapan keadilan restoratif.
“Tidak
dipungkiri lagi Keadilan Restoratif telah menjadi salah satu alternatif
penyelesaian perkara pidana, dimana hal yang menjadi pembeda dari penyelesaian
perkara ini adalah adanya pemulihan keadaan kembali pada keadaan sebelum
terjadinya tindak pidana, sehingga melalui konsep penyelesaian keadilan
restoratif ini maka kehidupan harmonis di lingkungan masyarakat dapat pulih
kembali. Konsep keadilan restoratif merupakan suatu konsekuensi logis dari asas
ultimum remedium yaitu pidana merupakan jalan terakhir dan sebagai
pengejawantahan asas keadilan, proporsionalitas serta asas cepat, sederhana dan
biaya ringan, oleh karena itu penghentian penuntutan berdasarkan keadilan
restoratif dilaksanakan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap
kepentingan korban dan kepentingan hukum lain,” ujar Jaksa Agung.
Jaksa
Agung mengatakan, konsep keadilan restoratif utamanya ditujukan untuk
memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat, sehingga Jaksa sebagai
penegak hukum dan pemegang asas dominus litis, dalam rangka pelaksanaan
tugas penegakan hukum dan keadilan harus lebih mengutamakan perdamaian dan
pemulihan pada keadaan semula, bukan lagi menitikberatkan pada pemberian sanksi
pidana berupa perampasan kemerdekaan seseorang.
Perdamaian
melalui pendekatan keadilan restoratif merupakan perdamaian hakiki yang menjadi
tujuan utama dalam hukum adat, sehingga sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa
Indonesia yang sangat mengutamakan kedamaian, harmoni dan keseimbangan kosmis.
Lebih lanjut pada hakikatnya keadilan restoratif selaras dengan nilai-nilai Pancasila
khususnya Sila Kedua yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan untuk diperlakukan
sama dimuka hukum dan juga merupakan cerminan dari Sila Keempat dimana
nilai-nilai keadilan diperoleh melalui musyawarah untuk mufakat dalam penyelesaian
masalah.
Mengingat
proses pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif
membutuhkan nilai-nilai keadilan dan kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang
di masyarakat setempat, maka dalam hal ini Kejaksaan memandang diperlukan suatu
ruang guna dapat menghadirkan Jaksa lebih dekat ditengah-tengah masyarakat
untuk dapat bertemu dan menyerap aspirasi secara langsung dari tokoh agama,
tokoh adat dan tokoh masyarakat, guna menyelaraskan nilai-nilai tersebut dengan
hukum positif yang berlaku di Indonesia guna mengambil keputusan dalam proses
pelaksanan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Ruang ini,
Jaksa Agung berharap dapat menjadi sebuah rumah bagi aparat penegak hukum
khususnya Jaksa untuk mengaktualisasikan budaya luhur Bangsa Indonesia yaitu
musyawarah untuk mufakat dalam proses penyelesaian perkara.
Adapun
dasar filosofi penyebutan rumah disini dikarenakan rumah merupakan suatu tempat
yang mampu memberikan rasa aman, nyaman dan tempat semua orang kembali untuk
berkumpul dan mencari solusi dari permasalahan yang disebabkan adanya perkara
pidana ringan sehingga dapat memulihkan kedamaian, harmoni dan kesimbangan
kosmis di dalam masyarakat.
“ Oleh
karena itu izinkan saya dalam kesempatan ini memberikan nama ruang tersebut
dengan nama Rumah Restorative Justice
(Rumah RJ),”
“Perlu
bapak ibu ketahui mengapa saya namakan rumah RJ bukan kampung RJ, karena
menurut saya, kampung RJ akan terikat secara spesifik oleh wilayah artinya
kearifan dan nilai nilai yg digali akan dibatasi oleh wilayah kampung itu saja,
sedangkan rumah RJ terkandung maksud tidak ditujukan pada masyarakat tertentu
ataupun wilayah tertentu, rumah RJ harus dapat menggali dan menyerap nilai
nilai dan kearifan yg tumbuh dan berkembang di masyarakat secara umum tidak
terikat oleh wilayah atau lapisan masyarakat tertentu,” ujar Jaksa Agung.
Jaksa
Agung mengatakan, Pembentukan Rumah RJ diharapkan dapat menjadi contoh untuk
menghidupkan kembali peran para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat
untuk bersama-sama dengan penegak hukum khususnya Jaksa dalam proses penegakan
hukum yang berorientasikan pada keadilan subtantif.
Di samping
itu, pembentukan Rumah RJ juga diharapkan menjadi suatu terobosan yang tepat,
karena dalam hal ini akan menjadi sarana penyelesaian perkara diluar
persidangan sebagai solusi alternatif memecahkan permasalahan penegakan hukum
tertentu yang belum dapat memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat
seperti sebelum terjadinya tindak pidana.
Selanjutnya,
Jaksa Agung mengatakan bahwa terdapat 31 (tiga puluh satu) rumah Restorative Justice yang akan dilaunching, dan Jaksa Agung berharap
Rumah RJ ini dapat menjadi pilot project
yang nantinya dapat ditiru dan dikembangkan di wilayah lain, sehingga melalui
kehadiran Rumah RJ ini, Jaksa Agung mengharapkan dapat menjadi rujukan penegak
hukum untuk mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dalam proses penyelesaian
perkara.
“Selain
itu Rumah RJ juga saya harapkan dapat menjadi sarana bagi masyarakat untuk
mendapatkan pengetahuan dan pemahaman secara komprehensif tentang manfaat dari
penyelesaian tindak pidana melalui konsep restorative
justice,” ujar Jaksa Agung.
Jaksa
Agung berharap bahwa semangat membangun Rumah RJ, janganlah terjadi hanya pada
saat acara peluncurannya saja, oleh karena itu, kepada para Kajati perlu Jaksa
Agung ingatkan bahwa menghadirkan
keadilan subtantif pada masyarakat adalah kewajiban, tugas dan tanggungjawab
kita, sedangkan menghadirkan rumah RJ ditengah masyarakat adalah cara kita
mewujudkan keadilan subtantif yang diharapkan oleh masyarakat, Rumah RJ
adalah rumah kita bersama, rumah bagi para pencari keadilan, sehingga tolong
jaga, rawat dan tumbuh kembangkan eksistensinya, agar rumah RJ dapat terus
berkontribusi dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
“Saya juga
sangat berharap adanya dukungan penuh dari bapak-ibu Gubernur, Bupati dan
Walikota, serta tentunya bapak ibu Forkompimda, karena kami sangat menyadari
dukungan penuh bapak ibu sekalian sangat berarti dalam percepatan upaya
mewujudkan kesejahteraan hukum bagi masyarakat,” ujar Jaksa Agung.
Berpijak
dari tujuan dan manfaat dari dibentuknya Rumah RJ ini, Jaksa Agung meminta
kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum membuat pola pengawasan dan
melakukan monitoring guna memastikan Rumah RJ berjalan sebagaimana maksud dan
tujuannya serta manfaatnya dapat dirasakan bagi masyarakat para pencari
keadilan.
Setelah
memberikan sambutannya, Jaksa Agung juga melakukan dialog langsung secara dalam
jaringan (daring/virtual) dengan masyarakat serta pimpinan daerah untuk
mengetahui respon positif dari keberadaan Rumah RJ ini. Selain itu, beberapa
kepala daerah sangat mendukung dan siap memfasilitasi segala kegiatan untuk
kedepannya.
Dalam
dialog dengan tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat, seluruh pihak menyambut
positif keberadaan kampung RJ, membangkitkan nilai-nilai komunal dan nilai
luhur yang ada di dalam masyarakat, dan sangat mengapresiasi bahwa keberadaan
Rumah RJ ini dapat mengembalikan kembali marwah musyawarah mufakat sebagai
nilai luhur bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila.
Jaksa
Agung berpesan agar Rumah Restorative
Justice ini dapat digunakan dan dimanfaatkan bukan saja untuk kepentingan
penyelesaian perkara pidana tetapi untuk menyelesaikan segala permasalahan di
masyarakat baik itu perkara perdata, tanah, perkawinan ternasuk juga untuk
kepentingan sosialisasi program pemerintah.
Sebelumnya,
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana menyampaikan bahwa selama
dibelakukannya Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian
Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, Kejaksaan RI telah menyelesaikan
821 (delapan ratus dua puluh satu) perkara di seluruh Indonesia melalui
keadilan restoratif.
“Untuk
menghadirkan keadilan di tengah masyarakat, maka perlu kiranya dibuatkan ruang
atau tempat penyelesaian masalah dengan konsep perdamaian melalui musyawarah
mufakat sebelum perkaranya masuk ke ranah penegak hukum,” ujar Jaksa Agung Muda
Tindak Pidana Umum.
Jaksa
Agung Muda Tindak Pidana Umum menyampaikan bahwa tujuan dibentuknya Rumah
Restorative Justice, yaitu:
1. Rumah Restorative Justice sebagai
tempat dalam menyelesaiakan segala permasalahan di masyarakat;
2. Kehadiran Rumah Restorative Justice
mampu menggali kearifan lokal dalam rangka mengimplementasikan nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat;
3. Rumah Restorative Justice adalah
sebagai tempat musyawarah mufakat telah membuka harapan untuk memnciptakan
keharmonisan dan kedamaian dalam masyarakat.
Dalam
Acara Launching Rumah Restorative Justice, Jaksa Agung Muda
Bidang Tindak Pidana Umum membuka hotline
layanan Restorative Justice
melalui nomor 0813-9000-2207 ( Muzer/ Rls )