Kajari Depok, Sri Kuncoro
Depok,IMC- Kasus pencabulan 10 anak di
Depok menjadi perhatian khusus pihak Kejaksaan Negeri Depok, penanganan kasus
tersebut langsung ditangani oleh Kepala Kejaksaan Negeri ( Kajari ) Depok Sri
Kuncoro.
‘’Pak Kajari ketua timnya dan
beranggotakan jaksa Arief Syafrianto, Putri Dwi dan Alfa Dera ,” ujar Kepala
Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Depok Andi Rio Rahmat Rahmatu di Kejari
setempat, Selasa ( 21/12/2021 )
Andi menuturkan pihaknya telah
menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor B: 407/XII/RES.1.24/2021/Reskrim
atas nama Tersangka MMS (52) pada hari jumat lalu dan langsung ditindak lanjuti pihak Kejaksaan Negeri Depok dengan menunjuk
Jaksa Peneliti .
“Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan yang diterima Kejaksaan ada satu tersangka atas nama MMS (52) pria
kelahiran Lumajang tahun 1969,”ucap Andi.
Menurut Andi pihaknya menaruh perhatian serius terhadap
kasus dugaan pencabulan ini dengan
membentuk Tim Jaksa Peneliti yang diketuai langsung oleh Kajari Depok.
“ Bapak Sri Kuncoro selaku Kajari
Depok turun langsung menjadi Ketua Tim
bersama dengan 3 orang Jaksa yang berkompeten dan profesional sebagaimana Surat
Perintah Penunjukan Jaksa Peneliti (P-16) Nomor : 2926/M.2.20/Eku.1/12/2021,”
tuturnya.
“ Jadi tim tersebut total ada 4 orang Jaksa yang menangani
perkara tersebut,” sambungnya.
Dikatakan Tim Jaksa Peneliti yang
telah ditunjuk tersebut akan melaksanakan tugas selaku pengendali perkara
(dominis litis) dengan memantau dan melakukan koordinasi terkait perkembangan
penyidikan yang sedang dilaksanakan oleh Penyidik Polres Depok.
“ Tim Jaksa secara proaktif juga akan
berkoordinasi dengan penyidik untuk terkait dengan hak korban atas ganti rugi
atau restitusi karena restitusi merupakan ganti kerugian yang diberikan kepada
Korban atau Keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, dapat berupa
pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau
penderitaan, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu dimana untuk
besaran restitusi akan dihitung oleh pihak Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK),” jelasnya.
Terkait kasus ini Andi Rio kembali menegaskan bahwa di Kejaksaan
ada Pedoman Jaksa Agung Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses
Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana sebagaimana
pedoman tersebut nantinya Jaksa peneliti akan berkordinasi dengan Penyidik
terkait kesanggupan Korban dan/atau Saksi
memberikan keterangan di persidangan dengan mempertimbangkan kesehatan,
keamanan, keselamatan, dan/atau alasan sah lainnya.
Selanjutnya jika dirasa ada kondisi yang tidak
memungkinkan untuk menghadirkan korban ke persidangan maka jaksa akan meminta
penyidik melakukan pemeriksaan melalui perekaman elektronik oleh karena itu
penyidik harus melengkapi beberapa persyaratan formil seperti Surat permintaan
persetujuan Ketua Pengadilan Negeri untuk melakukan pemeriksaan melalui
perekaman elektronik dan beberapa kelengkapan formil lainnya .
Kemudian untuk tuntutan hukuman pidana terhadap tersangka
tutur Andi, hukum pidana akan melihat fakta persidangan, jika fakta persidangan terungkap dan
terpenuhi unsur perbuatannya dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang
mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan,
aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu
orang secara bersama-sama, serta menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang
sebagaimana ketentuan Pasal 82 ayat (2) atau Pasal 82 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016
Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. “ Maka ancaman penjara yang dapat dituntut
oleh Jaksa adalah maksimal 20 Tahun,” ungkapnya.
Hal itu Berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Momor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi
Undang-Undang
Andi menegaskan, apabila perbuatannya
adalah persetubuhan terhadap anak
sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (7) maka dapat dikenai tindakan berupa
kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik namun ini yang
disangkakan penyidik terkait pencabulan
bukan persetubuhan sehingga ancaman pidana tambahannya berupa pengumuman
identitas pelaku, tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi
elektronik
“Sangat terbuka besar kemungkinan
penjatuhan tuntutan Pidana Tambahan oleh jaksa
berupa pengumuman identitas pelaku dan Pidana Tambahan tindakan berupa
rehabilitasi dan pemasangan alat
pendeteksi elektronik jika difakta persidangan terungkap adanya perbuatan yang
menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang atau tersangka masuk kategori orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga,
pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan ada kemungkinan Jaksa menuntut
adanya penjatuhkan Pidana Tambahan,” terangnya.
Oleh karena itu didalam proses
penyidikan ini karena adanya kemungkinan
penjatuhan hukuman tindakan lain berupa Pemasangan alat pendeteksi elektronik
atau Rehabilitasi sebagaimana Pedoman
Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam
Penanganan Perkara Pidana, Jaksa Peneliti yang memantau perkembangan penyidikan
akan secara proaktif berkoordinasi dengan penyidik untuk memastikan penyidik dapat melampirkan
kelengkapan formil ditambah dengan VeRP, observasi, dan/atau surat keterangan
dokter spesialis kedokteran jiwa, surat keterangan psikolog dan/atau hasil
penelitian kemasyarakatan terhadap pelaku.
Sementara Andi Rio menuturkan ke 4
jaksa yang tergabung dalam tim yang pertama adalah Kajari Depok Sri Kuncoro, Kasi Pidum Arief Syafrianto,Alfa Dera jaksa
bidang Intelijen dan Jaksa Putri Jaksa
Fungsional Kejari Depok
“ Yang pertama adalah Bapak Sri
Kuncoro selaku Ketua Tim beliau sebelum menjabat Kajari Depok pernah bertugas
di Kejaksaan Agung dan beliau juga memiliki pengalaman di luar negeri selaku
atase di Hongkong dan disana beliau banyak pengalaman mengadvokasi hak hak
pekerja migran yang tentunya pengalaman beliau sangat berperan dalam pemulihan
hak kak korban ini,” bebernya.
Kemudian lanjut Rio, ada Arief
Syafrianto yang beberapa kali menjabat Kasi Pidum dan beliau sebagai leader
penanganan perkara pidum di Kota Depok sehingga secara administrasi dan
pengalaman tak perlu diragukan lagi, ada juga Jaksa Putri yag merupakan jaksa
fungsional senior pada seksi tindak pidana umum yang sudah banyak menangani
berbagai macam perkara.
“ Dan terakhir Jaksa Alfa Dera Jaksa
pada seksi intelijen yang bersertifikasi jaksa perkara anak dan pernah
menangani perkara dengan menuntut maksimal perkara Incest ( dilampung dengan
hukuman maksimal 20 tahun penjara serta menangani beberapa perkara menarik
perhatian publik),” pungkasnya. ( Muzer/ Rls ) .