Jual Cewek Lewat Online, Mucikari Ditangkap Aparat Polres Kepulauan Seribu


Jakarta, IMC – Usaha 'sampingan' yang dilakoni pemuda ini berakhir di balik penjara. Lelaki berkaca mata ini harus berurusan dengan aparat Polres Kepulauan Seribu lantaran mencari penghasilan tambahan dengan menjadi mucikari.

Satu tahun beroperasi tersangka menjual 'anak anak asuhnya' kepada pria hidung belang dengan tarif sebesar jutaan rupiah untuk sekali kencan. Tersangka disergap tanpa perlawanan di kediamannya di tempat kos di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan.

Namun sebelumnya polisi telah melakukan transaksi dengan TAA  dan akan bertemu  di Apartemen Sunter Park View, Kelapa Gading.

Kapolres Kepulauan Seribu, AKBP Muhammad Sandy Hermawan menjelaskan, TAA ditangkap setelah diketahui 'memasarkan' wanita tuna susila lewat situs.

Pelaku membuat akun di situs tersebut dan menawarkan wanita tuna susila dengan menampilkan foto-foto mereka.

"Ditemukan akun bernama Shaman Angels dengan isi foto-foto perempuan yang bisa dipesan untuk melakukan pelacuran," ujar AKBP Sandy di Mapolres Kepulauan Seribu, Senin (25/3/2019).

Penangkapan dilakukan ketika polisi melakukan penyamaran dengan berpura-pura menjadi pemesan salah satu wanita tuna susila. Selanjutnya polisi memesan wanita tuna susila berinisial AA yang dijajakan TAA.
"Pelaku meminta untuk mengirimkan biaya tanda jadi sebesar Rp 500 ribu, lalu janjian di Apartemen Sunter Park View," kata AKBP Sandy.

Polisi menangkap TAA beserta saksi korban AA dan langsung diamankan ke Polres Kepulauan Seribu.Dari keduanya, diamankan barang bukti antara lain pakaian korban, bukti transfer, serta telepon genggam milik pelaku.

Sementara TAA mengaku usaha haramnya baru berjalan selama 1 tahun. Untuk satu kali kencan pelaku mematok tarif kepada konsumen 'anak asuhnya' sebesar Rp1,8 juta. "Omsetnya ga nentu kalo lagi ramai lumayan buat penghasilan tambahan," aku pria yang mengaku bekerja sebagai pegawai swasta ini.

Pelaku dijerat Pasal 45 Ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Ancaman maksimal 6 tahun penjara dan denda sebanyak Rp.1 miliar," tandas AKBP Sandy. (red/pmjdotinfo)

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال