RPI Kecam Camat se-Makasar yang Mendukung Jokowi-Ma’ruf


Jakarta, IMC – Tim Nasional Pemenangan Prabowo-Sandi Rumah Pejuang Indonesia (RPI) mengecam sikap tak terpuji para camat se Kota Makasar yang secara terang-terangan bersikap tidak netral dalam mendukung pasangan Capres dan Cawapres Nomor Urut 1 Jokowi-Ma'ruf. Hal itu dikatakan H. Deani T. Sudjana, SH, MM, MBA kepada media ini Jum'at (22/2) di Jakarta menanggapi rekaman video oknum Camat se kota Makasar yang beredar luas di sosial media. 

Menurut Deani, dalam rekaman video yang viral di sosial media seorang mantan Gubernur Sulawesi Selatan Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, MH, M.Si bersama beberapa oknum yang mengakui dalam rekaman video sebagai camat se kota Makasar. Dalam rekaman video sambil memperkenalkan diri dan menyatakan dukungan kepada Jokowi-Ma'ruf satu periode lagi. 

Video yang berdurasi sekitar 1 menit tersebut beberapa orang memperkenalkan diri dan mengakui sebagai camat antara lain camat Rapocini, camat Mamajang, camat Ujung Tanah, camat Tallo, camat Bontoala, camat Ujung Pandang, camat Biringkanaya, camat Tamalanrea, camat Tamalate, camat Panakukang, camat Mariso, camat Wajo, camat Makasar, camat Manggala, jelasnya. 

"Sangat disayangkan seorang mantan Gubernur melakukan manuver yang tidak beretika dan melanggar hukum, para camat itu Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menurut Undang-undang harus netral. Seorang mantan Gubernur faham ASN diposisikan sebagai apa, harus nertralkan?", tanya Deani. 

"Selain mantan Gubernur, juga melihat gelar yang disandang adalah seorang doktor. Doktor kok tindakannya kekanak-kanakkan? Kalau mantan Gubernur menjadi timses pasangan calon tidak ada masalah. Yang masalah ketika para camat digiring pada politik praktis untuk mendukung pasangan calon nomor 1 Jokowi-Ma'ruf. Itu masalah hukum dan secara etika itu tidak patut. Kami dari Rumah Pejuang Indonesia (RPI) mendukung dan mendesak Bawaslu untuk memproses tindakan yang melanggar hukum tersebut. Sudah ada dua laporan yang masuk yakni Panwas Sulawesi Selatan dan Bawaslu Pusat. Kami dari RPI mendukung penuh langkah hukum, jika pelanggarannya berat harus dipecat dengan tidak hormat. Bukan sekedar mendukung Jokowi-Ma'ruf, tapi tindakan camat itu menodai Undang-undang. Undang-undang dilahirkan untuk dihormati, bukan dilanggar dan diinjak-injak, ini soal eksistensi negara yang diatur dengan Undang-undang. Jangan mengurus negara ini secara ecek-ecek", jelas Deani.

Ketua Harian Rumah Pejuang Indonesia (RPI) Akhmad Bumi saat dikonfirmasi terpisah melalui tlp seluler pada Jum'at (22/2) mengatakan manuver para camat se kota Makasar itu pertanda Jokowi kalah. Kalau merasa kalah sebaiknya buang handuk saja, dari pada harus mengorbankan orang lain. Camat itu Aparatur Sipil Negara (ASN), jangan dikorbankan mereka. ASN tidak netral diancam dengan pasal 13 PP No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS dan aturan lain. 

"Pak Jokowi dan Tim harus faham, dan lebih dari itu jangan khianati Undang-undang. Kelakukan para camat di kota Makasar yang diduga dimobilisasi oleh seorang mantan Gubernur pertanda Jokowi dan Tim sedang panik, gagap dan takut kalah. Seorang kandidat jika tidak takut kalah pasti tidak berbuat yang aneh-aneh, hendak curang, tekan ASN dan melanggar aturan. Apalagi hasil survei terakhir Jokowi kalah jauh dari Prabowo-Sandi. Tanda-tanda lain, kampanye tim Jokowi dimana-mana selalu tampak kursi kosong. Artinya rakyat sudah tidak mau Jokowi pimpin Indonesia," jelas alumni Mahasiswa Makasar ini.

"Para camat-camat se kota Makasar itu berada dalam tekanan, tapi dalam hati terdalam mereka tidak ke Jokowi. Dan hanya dengan cara itu menekan, karena rakyat sudah terlanjur tidak percaya pada Jokowi. Wapres Jusuf Kalla akhir-akhir ini setiap pernyataan selalu bersebrangan dengan Jokowi dan rakyat Sulawesi Selatan membaca itu bahwa pak JK sedang tidak mendukung Jokowi di 2019. Hampir sebagian tokoh-tokoh bangsa berkiblat pada Prabowo-Sandi. Kecuali para mentri kabinet yang masih malu-malu menentukan sikap". 

"Ya sudahlah pak Jokowi, berhenti manuver yang tidak mendidik warga politik, karena itu sia-sia dan tidak menguntungkan bagi masa depan Jokowi. Ambil contoh pemimpin negara lain, dimasa jayanya begitu digdaya, setelah tidak berkuasa pergi mengasingkan diri dinegara lain, dan mati dipengasingan. Bertindak baik hari ini akan dikenang sepanjang masa oleh generasi, ketimbang berbuat sesuatu yang menodai perjalanan sejarah bangsa. Hal seperti menekan para camat di kota Makasar itu noda sejarah, tidak patut dicontohi oleh setiap pemimpin dan generasi," jelas Bumi.(*)

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال