Catatan Warga dari Debat Capres-Cawapres RI Pertama: Hukum, HAM, Korupsi dan Terorisme

Catatan Warga dari Debat Capres-Cawapres RI Pertama: Hukum, HAM, Korupsi dan Terorisme


Oleh : Imam Shamsi Ali*

New York, IMC - Sebagai anak bangsa yang hidup di luar negeri lebih separuh umur, tentu harus mengekspresikan kebanggan melihat negara dan bangsa saya semakin dewasa dalam ekspresi demokrasi dan politiknya.

Tentu lebih khusus lagi dalam konteks tuduhan bahwa Islam dan demokrasi adalah dua hal yang paradoksial atau kontra. Indonesia sebagai negara Muslim terbesar dunia membuktikan bahwa Islam dan demokrasi (tentu pada pemahaman proporsional) saling bergandengan (compatible).

Debat kandidat adalah salah satu cara untuk memasarkan ide, visi dan program ke publik sebagai bagian dari “political marketing” atau marketing politik bagi kedua kubu. Sebaliknya dengan debat publik masyarakat dapat menilai siapa yang paling layak, tentu berdasarkan ide, kepintaran, dan tentunya juga kepiawaian dalam menyampaikan ide-ide tersebut.

Saya tidak bermaksud menyimpulkan siapa yang menang atau kalah ada debat pertama ini. Tapi saya ingin menyampaikan beberapa catatan pribadi sebagai putra bangsa atas pemaparan para kandidat atas tema debat kali ini.

Pertama, isu penegakan hukum.

Dalam sebuah negara hukum adalah komando dalam mengambil kebijakan apapun. Walaupun harus disadari bahwa hukum bukan tidak memerlukan pertimbangan hati nurani. Sehingga dalam Islam keadilan dibarengi oleh “ihsan” (kebajikan).

Permasalahan hukum sesunggguhnya ada pada dua hal. 1) institusi hukum itu sendiri dan 2) aparat penegak hukum.

Dalam debat tadi kedua hal itu banyak disinggung. Perihal institusi hukum atau perangkat hukum yang dianggap banyak tumpang tindih. Sesungguhnya tumpang tindih, atau saya menyebutkan “keragaman” hukum ini tidak menjadi masalah jika tujuan hukum itu terwujud.

Sebagai misal saja. Di beberapa daerah ada hukum yang berbasis agama. Anggaplah perda Syariah. Hal ini tidak perlu dilihat oleh pusat sebagai masalah selama di daerah itu dilakukan berdasar konstitusi dan demokrasi (keputusan legilslatif daerah).

Maka dalam hal tumpang tindih yang harus dilihat apakah eksistensi hukum itu menjadi hambatan atau justeru sebaliknya mendukung bagi bagi hadirnya rasa keadilan (sense of justice) di masyarakat?

Penyeragaman hukum secara nasional justeru bisa merugikan sebagian masyarakat pada daerah-daerah tertentu.

Justeru yang perlu di perhatian adalah proses penegakan hukum itu. Jangan sampai terjadi manipulasi hukum/aturan sehingga merugikan warga, khususnya minoritas. Ini berlaku misalnya di Aceh dan di Papua sebagai daerah yang memiliki status khusus.

Tapi yang terpenting dari semua itu adalah pembenahan penegak hukum. Saya melihat boleh jadi karena masalah gaji (seperti kata pak Prabowo). Tapi boleh jadi karena memang isu mentalitas yang belum sepenuhnya sadar hukum.  (red)

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال