Tim Hukum RPI, H. Deani T. Sudjana, SH, MM : Aksi Penghadangan Deklarasi #2019GantiPresiden, Praktik Demokrasi Terburuk dalam Sejarah Indonesia


Jakarta, IMC - Maraknya  penghadangan atas gerakan deklarasi #2019GantiPresiden merupakan praktik demokrasi terburuk disepanjang sejarah Indonesia. Gerakan deklarasi #2019GantiPresiden bukan perbuatan makar dan ujaran kebencian, hal itu dikatakan Tim Hukum juga Wakil Sekjen Rumah Pejuang Indonesia (RPI) H. Deany T. Sudjana, SH, MH saat ditemui di Jakarta pada Selasa (28/8/2018).

Menurut Deany, Tagar #2019GantiPresiden merupakan hak konstitusional warga negara. Hak konstitusional yang dijamin UUD 1945, UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, UU Nomor 9 tahun 1998 tentang Tata Cara Mengemukakan Pendapat di Muka Umum.

Larangan dan menghambat kegiatan deklarasi 2019 Ganti Presiden telah melanggar UUD 1945 dan UU. Kegiatan deklarasi sebagai hak konstitusional warga, negara wajib melindungi. Polri wajib melindungi, tidak ada alasan pembenar untuk melarang kegiatan tsb, hal tsb karena Polri menjalankan amanat UU. 

Kalau Polri sebagai alat negara membiarkan atau menghambat kegiatan deklarasi itu, Polri sudah melanggar konstitusi dan UU. Apalagi di Pekanbaru, Riau dikabarkan terlibat Kabinda (BIN) dalam aksi penghadangan bunda Neno Warisman. Kita menyesalkan tindakan dan perbuatan seorang Kabinda (Bin) seperti itu, jelasnya.

Menurut Deany, penghadangan dan pelarangan deklarasi 2019 ganti presiden yang berlebihan justru bertentangan dengan semangat konstitusi dan demokrasi dan melanggar hukum.

Penyampaian pendapat di muka umum merupakan hak yang dijamin oleh konstitusi, karena UUD Negara RI 1945 menjamin kebebasan berpendapat dan berkumpul, urainya.

Lanjut Deany, Negara ini perlu dikelolah dengan baik. Tidak bisa kita serahkan negara ini kepada orang yang salah, seterusnya dikelolah negara ini secara amatiran, jelas alumnus Lemhanas ini. 

Orang yang lakukan deklarasi 2019 ganti presiden bukan orang yang anti demokrasi. Mereka adalah orang-orang-orang pro demokrasi, mereka salah satu bagian dari gerakan pertumbuhan demokrasi global dunia. 

Mereka menghendaki berakhirnya kekuasaan secara konstitusional di 2019. Mereka adalah serikat-serikat pekerja, artis, model, aktivis lingkungan, kaum agamawan, aktivis perempuan, aktivisi HAM serta lainnya bergabung dlm gerakan ini demi satu tujuan yang harus terealisasi bahwa setidak nya mereka datang bersama-sama untuk membangun demokrasi yang bekerja untuk Indonesia, karena kita akan memiliki sebuah dunia yang tidak bekerja untuk siapapun, tidak kepada kelompok olagarki. 2019 kita memiliki pemimpin baru. Kita maju bersama pemimpin baru Prabowo-Sandi. 

Gerakan 2019 ganti presiden bukan produk terorisme, jusrtru orang-orang yang menghadang gerakan 2019 ganti presiden adalah orang yang anti demokrasi, boleh jadi mereka tidak menginginkan demokrasi tumbuh dan hidup di Indonesia, boleh jadi mereka berkehendak tumbuh suburkan ideologi lain seperti komunis di Indonesia, jelas Deany.

Asal tahu, pada Sabtu (25/8/2018) Neno Warisman mendapat penghadangan dari ratusan orang di gerbang Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru, Riau. Kehadiran Neno Warisman adalah untuk menghadiri deklarasi #2019GantiPresiden. Atas penghadangan tsb Neno Warisman akhirnya memutuskan kembali pulang ke Jakarta. 

Neno Warisman tiba di Bandara Pekanbaru dikawal petugas TNI.
Sabtu pukul 14.30 WIB, di sekitar ruangan kedatangan Bandara SSK II Pekanbaru sudah terlihat sejumlah petugas TNI berseragam. Beberapa petugas kepolisian berpakaian sipil juga terlihat di luar dan di dalam ruang kedatangan.

Neno Warisman datang bersama dua orang wanita dan satu orang laki-laki bergegas menuju mobil yang sudah menunggu di depan ruang keberangkatan bandara. Neno mengenakan baju gamis dan wajahnya tertutup masker.

Setibanya di gerbang Bandara SSK II Pekanbaru, ratusan orang sudah memblokir akses keluar kawasan objek vital tersebut dan menghadang mobil yang ditumpangi Neno Warisman.

Petugas kepolisian dan TNI langsung menutup pintu gerbang keluar bandara. Neno Warisman dan kawan-kawan pun tertahan.

Sekitar pukul 17.00 WIB, massa belum juga membubarkan diri. Massa tetap bertahan dan menyerukan agar Neno dipulangkan.

"Pulangkan Neno Warisman, usir dari Pekanbaru," teriak massa.

Beberapa menit kemudian, datang sekelompok massa yang mengatasnamakan Front Pembela Islam (FPI) dan Laskar Melayu Riau yang ingin membebaskan Neno Warisman. Usaha massa tersebut tidak dihalangi petugas keamanan.

Kemudian massa yang ingin menjemput Neno Warisman berupaya membujuk pihak kepolisian. Beberapa kali dilakukan negosiasi, permintaan itu tidak dikabulkan oleh polisi, karena pertimbangan masalah keamanan. Polisi pun memasangi garis polisi di sekitar mobil yang ditumpangi Neno Warisman.

Azan magrib berkumandang. Situasi tenang. Massa FPI dan Laskar Melayu Riau salat berjamaah di jalan dekat gerbang bandara.

Usai salat, salah satu tokoh pemuda Riau, Budi Febriadi yang ingin menjemput Neno Warisman kembali bernegosiasi dengan kepolisian. Namun, permintaan itu tetap tak dikabulkan.

"Kita pada hari ini (kemarin) seluruh elemen masyarakat, FPI, Laskar Melayu, pengusaha dan lainnya menjemput Bunda Neno ke daerah kita," ucap Budi saat diwawancarai wartawan.

"Awalnya saya tidak ikut campur pada urusan masalah (deklarasi #2019GantiPresiden) ini dan masyarakat pun begitu. Tetapi begitu mendengar kabar bahwa bandara dikuasai oleh orang yang mengatasnamakan orang Riau, lalu kemudian membakar-bakar ban di hadapan aparat dengan senang hatinya. Maka sebab itulah kami datang ke sini menyatakan bahwa tuan negeri itu adalah kami. Dan kami tidak mau diwakili oleh tabiat merek itu," ucap Budi.

Dia mengatakan, di dalam mobil yang tertahan itu bukan hanya Neno Warisman. Akan tetapi ada seorang putri lambang perjuangan Riau, Ongah Tabrani Rab, yang sejatinya putri mahkota Riau untuk kesejahteraan.

"Oleh sebab itu, tidak ada siapa nak bermusuhan pada acara (deklarasi #2019GantiPresiden) ini. Maka dari itu, mari kita damai," ucap Budi.

Sekitar pukul 19.30 WIB, massa yang ingin membebaskan Neno Warisman masih tetap bertahan. Sehingga, petugas gabungan dari kepolisian, TNI dan Brimob Polda Riau melakukan pembubaran paksa terhadap massa.

Meski dua kubu massa dibubarkan, petugas masih tetap tidak melepaskan Neno Warisman melanjutkan kegiatannya di Pekanbaru, dengan pertimbangan keamanan.

Sekitar pukul 22.30 WIB, Neno Warisman terpaksa kembali pulang ke Jakarta. Sekitar tujuh jam Neno tertahan di gerbang bandara. Proses evakuasi dilakukan pengawalan ketat oleh petugas gabungan.

Sebelum meninggalkan Bumi Lancang Kuning, Neno Warisman menyampaikan pernyataan yang beredar video di grup WhatsApp.

"Akhirnya, teman-teman semuanya saya mengajak kabinda untuk tidak kasar. Dan saya mau shalat dulu dua rakaat," kata Neno.

"Sebelumnya memang dilakukan pemulangan, dipulangkan. Dipaksa pulang tepatnya. Sekarang saya menuju ke dalam pesawat. Dan sekarang kita sudah mencoba untuk bertahan," ujarnya.(*)
--
Salam Satu Kamera,



Redaksi
Mobile:       0816 405 299
WhatsApp : 0816 405 299

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال