JAKARTA,IMC- Kasus penculikan bocah berinisial REM, anak dari Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara (TTU) oleh Prantiana Kore–seorang terdakwa perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Negeri TTU baru-baru ini menunjukkan–masih rentannya profesi Jaksa. Terhadap ancaman keselamatan diri pribadi dan keluarganya.
Jaminan atas keselamatan diri Jaksa dan keluarganya dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebenarnya memang telah diatur secara tegas dalam Pedoman PBB tentang Peranan para Jaksa (UN Guidelines on the Role of Prosecutors-red) yang diadopsi pada Kongres PBB ke-8 tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap Pelaku Kejahatan di Havana-Kuba tanggal 27 Agustus – 7 September 1990.
Pedoman PBB tersebut mengatur kewajiban negara dalam mencitakan rasa aman bagi Jaksa. Serta bentuk jaminan lain, seperti kondisi penggajian dan sistem promosi yang layak. Serta impunitas ancaman pemidanaan sebagai bagian tidak terpisahkan dari kemandirian tugas Jaksa terhadap berbagai bentuk intervensi maupun intimidasi. Dalam menjalankan tugasnya sebagai bagian dari penegak hukum.
Pada tanggal 23 Mei 2018, melalui Putusannnya No. 68/PUU-XV/2017, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan yang dilayangkan oleh Persatuan Jaksa Indonesia terhadap Pasal 99 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang mengatur ketentuan pidana terhadap Jaksa selaku Penuntut Umum dalam melaksanakan tugas penuntutan.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Konstitusi menilai ketentuan ancaman pidana kepada Jaksa dalam penyelenggaraan SPPA melanggar hak-hak konstitusional. Terkait jaminan hukum bagi penyelenggaraan peradilan yang merdeka. Serta dapat memberikan dampak psikologis berupa ketakutan dan kekhawatiran dalam penyelenggaraan tugas mengadili suatu perkara.
Hal tersebut disampaikan dalam Press Discussion “Perlindungan Hukum terhadap Profesi Jaksa”, yang berlangsung di Bakul Koffie Cikini,Jakarta,Minggu (3/6/18).
Bertindak sebagai narasumber pada acara tersebut yaitu Koordinator Eksekutif Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana (Persada) Universitas Brawijaya-Malang, Fachrizal Afandi, Pengurus Pusat Persatuan Jaksa Indonesia, Dr. Reda Manthovani. Lalu Komisioner Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, Dr. Barita Simanjuntak, dan dimoderatori oleh Ketua Harian MaPPI – Universitas Indonesia Dio Ashar Wicaksana.
JAM Intel Nyatakan Ini
Dihubungi secara terpisah Jaksa Agung Muda Intelijen Jan S Maringka menambahkan, melalui Persatuan Jaksa Indonesia sebagai organisasi profesi, akan diperjuangkan ratifikasi UN Guideline on the Role of Prosecutors sebagai regulasi perlindungan Jaksa Indonesia.
Seraya menanti regulasi tersebut, Kejaksaan RI sebenarnya telah memasukkan keterampilan dasar untuk bela diri sebagai kurikulum tambahan diklat Pembentukan Jaksa (PPPJ). Serta segera mengajukan anggaran tambahan untuk pengadaan penambahan senjata api organik. Sebagai sarana pengamanan dan bela diri dalam pelaksanaan tugas tugas tertentu.( Zer )
Tags
Hukum & Kriminal